Ratapan Kehilangan

14.4K 3.5K 482
                                    

Dua manusia dewasa duduk bersebelahan di atas tempat tidur, tanpa suara, di kamar kecil itu.

Selesai mengolesi salep luka di luka melepuh Sergi, Dani kemudian membalutnya dengan kain kasa. Gerakannya begitu hati-hati, seakan takut akan membuat lepuhan di tangan Sergi semakin sakit, atau mungkin karena ia takut pada apa yang akan dimuntahkan dari dadanya.

"Aku selalu benci Desember," Dani meletakkan sisa kain kasa dan gunting ke meja nakas samping tempat tidurnya. Di tengah cahaya remang kamarnya, ia menoleh pada Sergi—yang keberadaannya seakan membuat kamar serta ranjangnya terlihat seperti milik kurcaci. "Tanggal 24 malam, aku harus teringat pada tradisi nonton Home Alone yang sudah lama hilang. Lalu keesokannya, aku harus pergi ke dua makam. Makam Daniel, kakak kandung yang nggak aku kenal karena meninggal sebelum aku lahir. Dan makam Rion, kakak angkat yang aku cintai lebih dari saudara. Betul. Namanya Rion Affandi. Dia diadopsi keluarga aku saat masih berumur sembilan tahun. Dia meninggal tanggal 31 Desember, lima tahun lalu."

Sergi memandangi dua buku tebal yang sejak tadi sudah mencuri perhatiannya sejak memasuki kamar Dani. Kedua buku itu menempati meja tulis di samping nakas, tersampul rapi.

Dani mengambil salah satunya yang berwarna oranye, lalu membalik ke sampul belakang dan mengopernya pada Sergi.

Sergi melihat foto hitam putih kecil di sisi bawah buku, pada bagian keterangan penulis. Di sana terdapat wajah seorang pemuda yang terlihat sedikit tirus, namun berbinar mata cerdas. Nama yang tertera di sana Rion Affandi.

Sergi juga memandangi selembar foto yang baru saja diambil Dani dari laci meja. Foto keluarga Affandi yang diambil belasan tahun silam di depan pagar rumah. Dani masih terlihat sangat muda di sana, rambutnya tergerai panjang dengan senyuman yang sangat manis. Rion juga masih terlihat muda. Ada jarak di pose berdiri mereka yang membuat segalanya terlihat sangat jelas.

"Hari itu dia menolak diantar kami dengan mobil, dia ngotot naik taksi ke airport. Mungkin karena dia tahu, perpisahan itu bakal terasa lebih berat kalau kami mengantarnya pergi. Atau mungkin karena dia takut nggak bisa menahan diri di dekat aku, seperti yang juga aku rasakan. Selama ini kami selalu begitu, saling mencintai tapi sadar kami saudara angkat."

Dani mengambil kembali dua benda itu dari tangan Sergi, lalu berdiri dan meletakkannya ke atas meja. Sergi ikut berdiri untuk menghampirinya dari belakang. Ia mengulurkan lengan, memutar tubuh Dani dan memeluknya.

Seketika itu tangisan Dani melebur.

Isakan itu mengiris hati Sergi sedikit demi sedikit. Tubuh Dani berguncang dalam pelukannya, seakan ada kesakitan besar yang mendobrak keluar setelah sekian lama dikuburnya.

Melalui isakan itu, tutur kata Dani meluncur terbata-bata dan tak beraturan, Sergi harus mengumpul kepingan-kepingan itu untuk menyatunya menjadi sebuah cerita memilukan.

Rion diadopsi oleh keluarga ini sejak kecil. Keluarga kandungnya sendiri tidaklah baik-baik saja; kedua orang tuanya berasal dari panti asuhan—ibunya meninggal over dosis akibat perbuatan ayahnya, lalu ayahnya sendiri bunuh diri meninggalkan Rion. Semasa kecil, ayah Rion mencekokinya dengan ingatan palsu bahwa sang ibu bukanlah ibu yang baik. Bertahun-tahun hingga dewasa, Rion percaya akan hal itu. Dia sangat membenci ibunya, meski sebetulnya sang ibu sangat mencintainya.

Dani tidak ingat kapan tepatnya ia mulai menaruh perasaan terhadap sang kakak angkat, selain bahwa sejak beranjak remaja, ia mulai memiliki kasih sayang yang lebih. Rion pun demikian. Perasaan Dani ternyata selama ini bersambut, meski Rion sempat menghindar darinya dan memilih kuliah ke Halifax - Kanada.

Berbeda dengan Ibu yang menyayangi Rion dengan sepenuh hati, Aswin Affandi—ayah Dani—lebih bersikap hati-hati terhadap Rion. Ayah yang menyimpan banyak ketakutan terhadap masa lalu Rion, memilih untuk tidak menyetujui hubungan kasih mereka.

Epilog (lanjutan I Don't Love You Anymore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang