13. CEO Muda

41 12 0
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 21:42 WIB, Abi masih berada di rumah sakit. Abi keluar hendak membeli makanan karena cacing diperutnya berteriak, dia baru ingat kalau dia belum sempat makan malam.

"Kamu masih disini?" tanya Bima, saat mereka berpapasan di depan pintu.

"Abi mau temani Safa sampai selesai operasi Om," jawab Abi santai.

Bima menoleh, tatapannya tajam "malam juga kamu akan menginap disini?"

Abi mengangguk.

"Pulang! Besok kamu harus sekolah."

"Nggak Om, orang yang Abi sayang sedang bertarung dengan penyakitnya. Gimana Abi bisa tenang dan tidur nyenyak? Pokonya, Abi mau disini sampai Safa menyelesaikan operasi."

"Gak bisa, saya nggak akan membiarkan putri saya bermalam dengan laki-laki." Ucap Bima tegas.

"Om ini darurat, lagian apa salahnya sih? Abi kan nggak ngapa-ngapain. Mendingan Om aja yang pulang, bukannya kerjaan Om banyak di kantor? Belum lagi Om harus nemuin klien tepat waktu."

Bima membisu, dia membenarkan perkataan Abi dalam hati. Tapi dia juga tidak bisa meninggalkan putrinya bersama laki-laki berdua saja.

"Apa kamu bisa saya percaya?"

"Malam ini, Abi yang akan temani Safa. Besok pagi Om temui putri om, lihat apa yang hilang dan bawa Bibi kemari temani Safa. Pulang sekolah Abi akan kembali kesini temani Safa dan Bibi juga akan ada disini."

"Oke, baiklah. Jadi sekarang Om pulang?"

Abi mengangguk, "silakan Ayah mertua."

Bima hendak masuk berpamitan dengan putrinya, namun dia menoleh kembali pada Abi dan menatap anak itu.

"Kenapa jadi saya yang nurut dengan keputusan kamu? Bukan sebaliknya."

Abi berusaha menahan tawa, dia berdehem "karena Om butuh bantuan saya, dan karena saya pacar Safa sudah pasti saya bisa dipercaya untuk menjaga dan menemaninya."

"Abi... Kamu pintar sekali berkilah," ujar Bima jari telunjuknya menunjuk pada Abi "Baiklah saya harus berpamitan dan pergi. Saya percaya kamu Abi, tolong jaga putri saya dengan baik."

Abi mengangguk, "Abi pasti menjaganya Om."

•••

Safa terbangun di tengah malam, tenggorokannya terasa kering, tangannya berusaha menjangkau gelas berisikan air putih. Tapi gelas itu malah terdorong jatuh hingga pecah. Membangunkan Abi yang tertidur di sofa.

Gadis itu mendesah kecewa, untuk meraih gelas saja dia tidak mampu dan malah menimbulkan masalah.

"Kenapa? Kamu mau minum?" tanya Abi lembut.

Safa menatap Abi, air matanya berlinang.

"Buat minum aja aku nggak mampu, hiks..." dia mulai menangis.

"Ssttt... Nggak apa-apa. Kan ada aku, bangunin aja."

Abi menghapus air mata Safa dan memeluknya, membiarkan gadis itu menangis. Setelah dirasa tangisnya mulai mereda Abi mengurai pelukan "sebentar ya, aku sapu beling nya dulu takut keinjek."

Safa mengangguk, sebelum membersihkan pecahan gelas Abi menyandarkan Safa pada ujung ranjang dan memberinya air. Dia mengelus puncak kepala Safa dan tersenyum.

"Makasih," ucap Safa, Abi mengangguk.

"Papa kok nggak ada?" tanyanya, karena saat Bima mau berpamitan tadi Safa sudah tertidur.

"Aku suruh pulang. Kerjaannya banyak, dia juga punya banyak klien yang harus di temui. Aku rasa lebih baik aku aja yang jaga kamu."

"Kamu paham banget masalah kerjaan."

Hai Abi! (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang