12. Beban Remaja

44 13 3
                                    

Abi memainkan kunci motor, melangkah menaiki tangga menuju kamar.

"Jadi gadis itu yang membuat kamu kembali dari Amerika?" suara bariton menghentikan langkahnya.

"Hai Pa, tumben udah di rumah." Abi berbalik dan kembali turun menyalami Papanya.

Farhan -lelaki tegas berusia 40 tahun itu adalah Papanya. Wajahnya tidak ramah, dan selalu bertentangan pendapat dengan Abi.

"Namanya Safa." Bisik Abi, mengingatkan bahwa gadisnya punya nama.

"LG sedang membutuhkan kamu Abi, kamu berperan penting dalam iklan itu. Tapi lihat, hanya karena seorang gadis, kamu tinggalkan begitu saja."

Abi mendesah malas, Farhan kembali membahas Luxottica Group perusahaan kaca mata miliknya di Amerika. Abi pemegang tanggung jawab dan Abi sendiri yang menjadi modelnya sebagai bahan promosi.

"Kita bisa pakai model pengganti, dan Abi disini juga masih pantau perkembangan. Nggak ada yang Abi tinggalin Pa."

Farhan mengangguk, "kamu pikir semudah itu dalam mengelola perusahaan?"

"Kalau Papa nggak percaya sama Abi, kenapa Papa serahin semuanya ke Abi? Saat Abi menerima semuanya usia Abi baru 15 tahun. Abi punya kehidupan, sekolah, basket, organisasi, teman-teman dan gadis yang Abi suka. Semua Abi tinggalin, walau pada akhirnya Abi memutuskan untuk kembali."

"Abi... Bicara yang sopan sayang," lerai Lana wanita paruh baya yang Abi panggil Mama.

Abi memainkan lidahnya, menarik nafas. Bicara dengan Farhan membuatnya emosi.

"Harusnya Papa bersyukur dan bangga punya aku," ucapnya dan kembali menaiki tangga.

"Langsung mandi Bi, makanan dimeja udah Mama angetin."

Abi tetap menaiki tangga tanpa menjawab.

"Mas, kita ikutin dulu cara Abi. Apa yang dia bilang ada benarnya, dia masih remaja Mas, seharusnya kita bersyukur. Anak lain mungkin mana ada yang sekeren Putra kita, masih remaja sudah mengelola perusahaan besar. Itu beban, dia seorang pelajar, seharusnya tugasnya hanya belajar." Lana, duduk disebelah Farhan dan menenangkannya.

"Aku cuma takut dia akan hancur ditengah jalan karena seorang gadis."

"Safa anak yang baik."

"Dari mana kamu tahu? Memangnya sudah bertemu?"

Lana menggeleng, "aku percaya dengan pilihan Abi. Karena dia pasti memilih yang terbaik," senyumnya berkembang.

"Tapi anak itu sudah berani cium-cium-"

"Ssttt... Udah, namanya juga anak muda Mas. Kaya nggak pernah muda aja sih kamu," Anita menempelkan jari telunjuknya dibibir Farhan.

"Kamu tuh ya, terlalu manjain dia."

"Ya masa Mas terus sih yang aku manjain, gantian dong. Anaknya juga mau di manjain Mamanya," Lana tersenyum jahil.

Farhan hanya bisa menggelengkan kepalanya.

•••

Memasuki kamar, Abi melempar sembarang tas yang berisi bola basket. Dia merebahkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamar. Membayangkan first kiss yang baru saja terjadi dengan Safa, dia tersenyum.

Abi meraih ponsel dan mencari nama Safa, tanpa menunggu lagi dia menghubungi gadis itu. Dua kali menghubungi, Safa tidak menjawab. Abi berpikir mungkin saja Safa sedang mandi. Dia mencoba kembali menghubunginya, dan... tersambung.

"Hallo..." ucap Abi.

"Hallo ini siapa ya?"

Abi mengernyit "Bi Nenah?"

Hai Abi! (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang