Bab 2 : Losing my mind!

33.7K 153 12
                                    

"W-what? Are u losing mind?" Ketikan Jasmine membuatku terkekeh.
"Kamu bercanda ... iya kan? Iya dong?" Cecil memintaku untuk menyakinkannya bahwa itu hanyalah gurauan.
"I am not joking. Jika kamu nggak setuju ... no party!" Aku terus terkekeh.
Kemudian tak ada lagi yang mengetik di grup itu. Hingga ada seorang temanku yang mengetik di grup itu, namanya Lina. Oh si gadis anak pejabat berpengaruh di kotaku ini.
"Wow! Sepertinya menarik."
"Oya?"
"Jika tidak ada yang setuju, mungkin aku sendiri yang akan datang merayakannya bersamamu. Hahaha!" Lina tampaknya percaya diri.
"I need a proof!" Ketikku sembari terkekeh. Namun tawaku tiba-tiba sirna saat Lina mengirimkan sesuatu via jalur pribadi. Aku buka ternyata sebuah video.
Video yang terlihat tak sampai 20 detik, hingga mataku terbelalak saat mendapati Lina di video itu berjalan dengan santai di dapur rumahnya yang mewah tanpa mengenakan sehelai benangpun, dan ia terlihat tersenyum di kamera, di sana ada orangtuanya, ada beberapa orang laki-laki yang tak kukenal dan orangtuanya terlihat biasa saja melihat anaknya telanjang bulat, malah ke dua orangtuanya mengajaknya bercanda. Memeluknya dan mengecup kening anaknya.
"Oh shit!" Umpatku. Namun beberapa detik kemudian aku tertawa lepas.
"So? Interesting? Bugil bagiku udah jadi kegiatan sehari-hari di rumah. Bahkan papa mamaku malah sering memamerkan diriku sebagai model telanjang dengan perhiasan-perhiasan mahal yang menempel di tubuhku di hadapan tamu-tamu mereka! Malu? Nggak lah. Aku senang tubuhku yang molek ini terekspose sempurna!"
Sinting juga ini cewek! Hahaha. Aku sudahi nge-vape dan siap-siap untuk berbaring. Namun sebuah nada pesan masuk terdengar. Aku membukanya dengan malas karena mengantuk sekali, dan tiba-tiba aku tergelak saat membaca pesan tersebut;
"Kami akan datang!"

--XxxxxxX--

Piiip piip piip ...

Mataku terbuka cepat saat alarm pagi mengusik lelapku. Matahari pagi menyeruak memasuki sela-sela jendela kamarku, aku mencari-cari Mochi di sekitarku, ternyata gadis itu sudah tidak di sebelahku, kemana dia? Aku bangun dengan malas. Berjalan tertatih sembari menguap.
Terdengar sayup-sayup musik penuh semangat dari balkon apartemenku, aku lantas menuju ke sana. Astaga! Kudapati Mochi sedang senam. Ia mengenakan sepatu kets milikku dan ... tanpa pakai apa-apa. Ia tersenyum begitu manis padaku.
"Why u naked, beib?" Tanyaku dengan geli. Dadanya yang bulat sempurna itu terguncang saat ia melompat.
"Coz u!" Jawabnya singkat. "Join me, beib!" Pintanya kemudian. Tanpa pikir panjang aku lantas melucuti semua pakaianku dan ikut senam bersamanya.
"Jadi kau ingin pesta ultah seperti itu. Why?" Mochi membuka obrolan sembari menggerakkan tubuhnya. Sepertinya Mochi sudah baca pesan di grup.
"Aku tak mengizinkan kamu ikut." Sahutku. Mochi menghentikan senamnya lalu menatapku tak mengerti. "Mengapa? Kau ingin senang-senang tanpa aku?" Wajahnya yang polos itu terlihat lucu di mataku.
"Karena aku tak rela mereka melihatmu seperti ini. Cukup aku saja yang tahu." Aku menghentikan aktivitasku lalu berdiri sejajar di hadapan Mochi. Tubuh putih polos kami terlihat bercahaya saat mentari pagi menyirami tubuh kami.
"Kalau begitu aku harus apa?" Tanya Mochi bimbang. Aku menyentuh pundaknya. "Kau cukup bersembunyi saja di kamarku."
"Bener-bener ya kamu!" Mochi pergi meninggalkanku menuju kamar mandi. Aku tergelak lalu duduk di pagar balkon menikmati angin pagi yang menerpa tubuh polosku.

---XxxxxX---

Di sekolah semua temanku terlihat biasa saja. Mereka menjalani aktivitas seperti pada umumnya, hingga istirahat makan siang, saat aku menyantap mie ayam, beberapa anak lelaki mendekatiku.
"Hanya 25 anak saja yang ikut. Permintaanmu membuat shock kami semua." Vito membuka obrolan. Aku nyengir, "Loh katanya ikut semua? Hah, sudah kubilang kan? Jika tak mau aku tak masalah."
"Memangnya apa yang sudah kau rencanakan?"
Aku tersenyum mendengar omongan temanku. "Pesta tanpa batas! Apalagi? Lagi pula sebentar lagi kita semua berpisah kan? Atau ... aah! Aku terlalu improvisasi kayaknya."
"Kamu tau kan? Naked! Bugil! Tanpa apa-apa!" Vito menegasi omongannya, aku mengangkat bahuku sembari meneguk es jeruk, "Yes i know! Itulah menariknya. Tanpa rahasia apapun!"
Vito saling lirik dengan yang lain. Lalu mendekati wajahnya ke arahku, "Apa kamu nggak takut terjadi apa-apa sama teman-temanmu?"
"Itu nggak akan kejadian! Trust me!" Aku menyunggingkan senyumku. "Jika itu terjadi apa-apa, aku akan melempar kalian dari balkon apartemenku!"
"Jahat!" Vino terbelalak. Aku mengibas tanganku.
"Jadi, kita mulai party nanti malam?" Tanyaku. Vino mengangguk, "siapa takut!"

----xxxxx---

Sorenya..
Aku dan Mochi berjalan di antara rak-rak supermarket, kami memunguti makanan-makanan yang akan dihidangkan nanti di pesta ulang tahunku.
"Kamu belanja banyak?" Mochi melongok troli yang kudorong. Memang sih sangat banyak. Apalagi aku harus memasak sendiri setelah ini.
"Ingat, Cher. Kamu masih ada aku. Aku akan membantumu."
Aku sempat terkejut saat Mochi berkata demikian, seolah ia tahu dengan apa yang kuresahkan.
Tak lama kami berdua telah sampai di apartemenku. Aku dudukkan tubuhku di sofa. Kuhidupkan ac, namun ... "gimana kalo kita mulai masak?" Mochi terlihat bersemangat, ia meraih apron di kursi makan. Tiba-tiba muncul ide gilaku.
"Mochi!" Panggilku sembari bergegas menuju dapur. Mochi menghentilan aktivitasnya memasang apron di tubuhnya.
"Gimana kalau kita masak sambil naked? Kayanya seru tuh! Gimana?" Ajakku, Mochi terlihat gitang, tanpa komando ia semangat melepas pakaiannya tanpa sisa satupun kain yang menempel di tubuh mulusnya. Begitu pula denganku, aku juga telah selesai melepas semuanya. Mochi memelukku ia tertawa girang.
Tak lama kami memasak bersama, sesekali aku cubit pantat Mochi yang mulus dan montok itu. Ia tertawa renyah sambil membalas meremas dadaku.
Singkat cerita masakan kami selesai dan terhidang di meja sofa ruang tengah, di meja itu terdapat banyak sekali makanan snack dan minuman soda, sup buah serta minuman kaleng.

Teet ... Teet!

Aku dan Mochi saling pandang. Lalu memandang jam dinding.
"Mochi. Pergilah ke kamar. Sekarang!"
"Kau yakin aku sembunyi di kamar?"
"Iya. Aku tidak  mau mereka melihat tubuhmu."
"Apa enaknya di kamarmu sendiri?" Mochi berjalan sembari menghentakkan kaki di lantai,
"Masturbasi aja! Hahaha" aku tergelak, Mochi hanya memberi kode kedua jari bergerak-gerak.
Saat menastikan Mochi sudah tak terlihat, aku bergegas menuju pintu. Ku buka perlahan,
"Puspa?  Lina? Kalian ber dua?" Kulihat dua gadis seumuranku. Puspa dengan rambut panjangnya sepunggung dan lina rambut bergelombang sebahu. Dan mereka benar-benar bugil! Waaw.
"Kamu menikmatinya, Cher? Dan u waaw kamu juga bugil? Lumayan juga dadamu. Bulat sempurna. Hahaha!"  Lina menggodaku, aku lantas mempersilaksn masuk. "masuklah! Kalian tidak mau ada yang lihat kan?"
Tubuh mulus ke dua temanku ini membuat aku tak tahan ingin menoel ke dua bokongnya. Tapi aku ingat, jangan buru-buru.
Puspa adalah temanku. Dia seorang model di majalah bulanan untuk pria. Foto-fotonya saat pemotretan itu sempat membuat heboh dunia maya, ia hanya mengenakan lingerie tembus pandang dan nyaris memperlihatkan lekuk-lekuk tubuhnya. Puspa adalah temanku yang cukup berani.
Body goal, wajah cantik serta baik. Itu gambaran Puspa saat ini. Dan sekarang. Aku melihat seorang Puspa mulus tanpa sehelai benang pun. Hingga...

Teeet teet!

"Aah shit!"
Mereka datang.

*****

Naked BirthdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang