Aku terbangun ketika sinar mentari menyinari seisi kamar. Dengan panik aku segera merapihkan ranjang dan barang-barang diruangan ini kemudian turun ke lantai satu untuk menemui seseorang yang sudah dengan baik hatinya menampungku di apartmennya.
"Eum.. hai." Sapa ku saat melihat Jaehyun yang sedang berkutat didapur.
"Duduk."
"Aku ingin membantu—"
"Duduk, Jung Chaeyeon." Ucapnya memberi ultimatum.
Aku pun menuruti perintahnya untuk diam diatas meja pantry sambil memandanginya yang dengan tampan menggunakan kain apron.
"Maaf aku kesiangan."
Lelaki itu tetap diam. Entah sedang fokus pada pekerjaannya atau memang enggan menanggapi aku yang banyak bicara.
"A-aku bagian nyuci piring gak apa-apa kok."
Masih sama. Dia tetap diam seakan tidak peduli aku ada dibelakangnya berceloteh.
"Miaww!"
Loh, suara kucing!
"Ya ampun gemes bangeeeett!!" Aku memekik ketika melihat anabul milik Jaehyun turun dari tangga dan naik ke atas meja Pantry.
Boleh ku bawa pulang gak si?!
Atensiku beralih pada makanan dihadapanku yang tersaji dengan cantik.
"Terimakasih."
"Mina-ya, turun!" Titah pemuda ini yang dengan ajaibnya membuat kucing berbulu putih tersebut turun dan mengusak-usakkan badannya ke kaki Jaehyun.
Ngomong-ngomong siapa tadi namanya? Mina?"
"Namanya Mina?" Kembali pandanganku tertuju pada kalung dengan liontin logam yang bertuliskan 'Jung Mina' disana.
Ya ampun, iri sekali. Pasti Jaehyun memang se-cinta itu pada sahabatku. Jadi sungkan aku untuk mendekatinya.
"Nama kucingmu bagus."
"Minah yang memberinya nama."
"Dia pasti beruntung memiliki kekasih sepertimu."
"Aku mencintainya."
"Iya?"
"Ku harap itu menjawab semua pertanyaan yang ada diotakmu."
"Ah..iya."
Ya ampun sungguh kata-kata yang menohok. Apa boleh dia langsung mengatakan itu secara gamblang tanpa memperdulikan bagaimana perasaanku?
"Jadi kalian berkencan ya?"
Jaehyun diam lagi sambil melahap hasil karyanya hari ini. Sesekali dia melihat kearah ponselnya yang padahal tidak ada notifikasi dari siapapun.
Apa dia nungguin chat dari Minah?
"Maaf ya semalam aku merepotkanmu."
"Aku menolongmu karena kau sahabat Minah."
Iya-iya aku paham. Tapi kenapa orang itu terus sih yang dibahas?! Walaupun dia temanku, tapi tetap saja aku cemburu.
"Terimakasih karena kamu mau ngasih aku tumpangan menginap, berkatmu uangku masih aman."
"Ya."
Keadaan hening kembali, hingga aku pun selesai menghabiskan sarapan pagi ini dengan tidak mood karena ucapan-ucapan lelaki ini yang sangat to the point.
"Aku pergi sekarang." Ujarku setelah selesai menyuci gelas dan piring yang menumpuk di wastafel.
"Mau kemana?"