Sepak terjang orang-orang berpakaian serba hitam dengan mata sipit semakin membuat resah penduduk di wilayah Kadipaten Waringin. Mereka menculiki beberapa gadis, dan merusak kehormatannya secara paksa. Beberapa penduduk yang coba menguntit dan meringkus, kedapatan binasa secara mengerikan.
Kejadian ini benar-benar meresahkan. Dan para penduduk tak tahu, mesti berbuat apa. Satu-satunya jalan bagi orang tua yang memiliki anak gadis adalah mengungsikannya ke tempat yang cukup jauh dari wilayah Kadipaten Waringin. Namun yang tak memiliki saudara atau kenalan di tempat lain, terpaksa bahu-membahu dengan keluarga lain untuk memperketat penjagaan.
Kejadian seperti itu telah beberapa kali mengguncang Desa Maspati yang termasuk dalam wilayah Kadipaten Waringin. Terlihat beberapa laki-laki dewasa saling jaga bergantian. Mereka selalu siap dengan senjata masing-masing, dan cepat bergerak bila melihat gelagat yang tak beres. Sore belum lagi sirna. Suasana masih agak terang ketika seorang laki-laki berbaju serba hitam mendatangi rumah besar yang pintu gerbangnya dijaga lima pemuda.
"Maaf, aku mau bertemu pemilik rumah ini," kata laki-laki itu.
Kelima pemuda penjaga rumah besar ini langsung lompat menghadang. Mereka memandang laki-laki bermata sipit itu dengan sorot mata tajam. Dari cara bicara dengan bahasa yang terpatah-patah dan dengan logat aneh, jelas kalau laki-laki itu dari negeri asing.
"Kelihatannya kita menemukan orang yang dimaksud!" bisik pemuda yang berbaju merah dengan kepala terikat kain merah pula.
"Kau yakin, Jarot?" tukas pemuda yang berbaju coklat.
"Pasti, Boma! Orang ini berbaju serba hitam, bermata sipit, dan berambut panjang dikuncir. Dan dia punya pedang panjang. Dari cara berpakaian, sudah diketahui kalau mereka bukan penduduk negeri ini," sahut pemuda bernama Jarot.
"Kalau begitu, kita mesti bersiap!" ujar pemuda bernama Boma. Empat pemuda lainnya mengangguk.
"Apa kalian tuli?! Aku ingin bertemu pemilik rumah ini!" tegas laki-laki berbaju hitam itu dengan suara agak kasar.
"Beliau tak ada?" sahut pemuda berbaju kuning.
"Sudah pindah!" timpal yang lainnya.
"Sebaiknya kau pergi saja!"
"Kalian coba menipuku? Hehehe...!" kekeh laki-laki berbaju hitam itu. "Tak ada gunanya! Di dalam ada tiga gadis cantik dalam sebuah kamar. Dan sebentar lagi, mereka akan keluar menemaniku."
"Aaa...!"
Baru saja selesai bicara laki-laki itu, terdengar jeritan dari dalam. Kelima pemuda itu terkesiap. Di dalam ada empat pemuda lagi yang menjaga ketiga gadis yang dimaksud. Maka begitu mendengar teriakan seperti jerit kesakitan, kontan mereka curiga.
"Tunggu di sini! Aku ke dalam!" kata Boma.
"Tak perlu repot-repot. Kawan-kawanku tengah mengurus mereka...," ujar laki-laki berbaju hitam itu.
"Apa?! Kurang ajar! Kalian apakan saudara-saudara kami?!" dengus yang bernama Jarot. Boma tak peduli lagi. Dia terus berlari ke dalam.
"Siapa pun yang menghalangi kami, maka...!" Orang asing itu menempelkan sisi telapak tangannya ke leher, lalu menggerakkannya ke samping. Mukanya kelihatan melebar, ketika dahinya dinaikkan. Sementara bibirnya mengulas senyum, mengejek.
"Bangsat! Kalau begitu kau saja yang mampus lebih dulu!" Jarot yang lekas naik darah langsung menghunus golok. Dia melompat, menebas batang leher laki-laki di depannya.
"Hiaaat!"
Laki-laki berbaju serba hitam itu mendengus dingin. Sedikit tubuhnya dimiringkan, maka golok itu luput dari sasaran. Dan mendadak sebelah tangannya menangkap pergelangan tangan Jarot Lalu kaki kanannya menyapu ke ulu hati.
"Hugkh!"
Pemuda bersenjata golok itu hanya mampu mengeluh tertahan ketika tendangan tadi mendarat di perutnya. Tangannya tak mampu bergerak seperti dicengkeram capit baja. Dari mulutnya menyembur darah segar. Lalu, tubuhnya lunglai tak berdaya ketika dihempaskan.
"Jarot!" seru salah seorang pemuda, kaget. Mereka menghampiri, dan memeriksa luka yang diderita Jarot. Namun pemuda itu hanya mampu bertahan sebentar. Mulutnya terbuka lebar, ingin mengatakan sesuatu. Tapi tak ada yang keluar selain hembusan nafasnya yang terakhir.
"Keparat!"
"Terkutuk kau!"
"Kubunuh kau! Kubunuh kaaauuu...!"
Ketiga pemuda itu menggeram marah. Serentak mereka menyerang dengan golok terhunus.
"Hmm...!" Laki-laki berbaju serba hitam itu menggumam tak jelas. Namun secepat kilat meloloskan pedang.
"Heaaa...!"
Diiringi bentakan keras pedang itu berkelebat, memapas golok-golok.
Tras! Tras! Tras!
Belum sempat ketiga pemuda itu berbuat sesuatu, pedang ini terus menyambar dahi.
Cras! Cras! Cras!
"Aaa...!"
Kejadian itu berlangsung cepat dan singkat. Kemudian pedang itu kembali ke dalam sarung, tepat saat ketiga pemuda ini ambruk dengan dahi mengucurkan darah dengan teriakan hampir berbarengan.
Sementara dari dalam rumah terlihat tiga sosok bayangan hitam mendekat. Masing-masing memanggul satu sosok tubuh ramping. Jelas, sosok wanita.
"Beres?" tanya laki-laki berpakaian serba hitam ketika ketiga sosok itu tiba di depannya. Ketiga sosok berpakaian serba hitam pula mengangguk.
"Mari kita pergi!"
Meski sebagian penduduk desa mengetahui apa yang terjadi, namun tak satu pun yang mau membantu. Bukan mereka tak peduli. Namunagaknya para penduduk tahu, apa akibatnya kalau berani ikut campur. Dan ketimbang mati sia-sia, lebih baik diam saja!
KAMU SEDANG MEMBACA
208. Pendekar Rajawali Sakti : Ancaman Dari Utara
AcciónSerial ke 208. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.