"Waalaikumsalam." Suara berat seorang pria terdengar di ujung telepon.
"Masnya ada Mbak?"
"Mas Sabil?"
"Benar. Eh, ya bukan, ya. Tadi yang ketemu sama saya di pasar." Pria itu menyambung ragu.
Mungkin pelanggan Mas Sabil yang baru. Makanya nomornya belum sempat disimpan juga.
"Oh ya, benar berarti," sahutku. "Ada yang bisa saya bantu? Suami saya ada di belakang, apa perlu saya panggilkan?"
"Oh, istrinya? Saya pikir Kakaknya soalnya suaranya beda dengan yang tadi."
"Hah?" Ada sesuatu yang menyentakku. Berbeda dengan yang tadi? Apa maksudnya? Kami kan tadi tidak ketemu.
Sabar, Halimah. Ini pasti ada kesalahan.
"Nggak usah dipanggil, Mbak. Mungkin Masnya sibuk, tolong disampein saja. Begini, Mbak. Tolong kasih tahu. Nomor rekening yang tadi saya kasih, salah. Itu rekening istri saya, masalahnya saya sudsh pisah rumah dengannya," jelasnya.
"Hem?" Aku kembali terhenyak mendengar berita itu.
Ada-ada saja. Kenapa aku harus mendengar hal seperti ini? Aku paling benci perceraian. Benci pelakunya. Apa tidak bisa dibicarakan masalahnya baik-baik? Kasihan kalau sudah ada anak. Banyak anak korban percereraian hidupnya berantakan.
Kecuali yah ... karena perselingkuhan, wajib pisah kataku mah!
"Ya, gitu aja, Mbak. Nomor rekeningnya yang baru sudah saya kirim di whats App tadi. Assalamualaikum," pamitnya diakhiri salam.
"Waalaikumsalam."
Kumatikan panggilan dari ponsel Mas Sabil. Tak lama muncul notif sebelum ponsel kuletakkan.
[Mas sewa rumahnya bayar ke sini aja, ya. BRI a.n Yono ....]
Mataku membeliak. Apa ini? Sewa rumah? Dia tak punya keluarga selain Nabil, kembarannya di Kalimantan. Lagi pula bukankah Mas Sabil bilang tak ada uang untuk acara pemberian nama si Kembar?
Tadinya kupikir orang itu menagih dan menjual barang untuk toko? Untuk apa Mas Sabil menyewa rumah?
Penasaran, aku pun mengklik notif itu, karena pesan yang tampak juga tak utuh di atas layar.
Namun, gagal! Aku lupa. Mas Sabil selalu mengunci ponselnya. Aku tak pernah penasaran apa pun yang ada di dalamnya. Tapi kali ini ....
Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan, Mas? Apa kamu menyimpan wanita lain?
Boleh saja kamu bersikap dingin atau bicara kasar membentak.
Aku akan bertahan. Tapi jika sudah menyangkut wanita lain, maaf saja aku tak bisa!
"Halimah! Apa yang kamu lakukan?!" Mas Sabil datang merebut ponsel di tanganku.
"Apa itu, Mas? Untuk siapa kamu menyewa rumah? Kenapa tak membicarakannya denganku? Lalu siapa wanita yang tadi katanya bareng Mas Sabil?" tanyaku tegas tanpa basa-basi.
Selain menyebut sewa rumah, orang yang mengaku bernama Yono tadi bilang kalau suaraku berbeda dengan sebelumnya. Itulah kutanyakan langsung padanya.
Wajah pria itu seketika pias!
Jangan menyembunyikan apa pun dariku, Mas! Aku selama ini baik karena ingin mendapatkan pahala bersabar menjadi seorang istri. Tapi kalau sudah menyangkut wanita lain, aku bersumpah tidak akan memaafkanmu!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Masih Gadis Menyusui
ChickLitBayangkan jika di rumahmu, ada adik sepupu masih gadis, tapi dia menyusui anakmu. Apa yang ada dalam pikiranmu?