Redup cahaya lampu di atas nakas lembut menyiram wajah puan. Raganya tergulung selimut tebal, berusaha memejamkan mata. Pukul 23.12. Empat puluh delapan menit menuju hari perayaan kelahirannya yang ke dua puluh satu.
Dua tahun merangkak cepat. Mengukir berbagai kenangan manis bersama tuannya. Pun di tahun-tahun berikutnya, ia harap bisa terus bersama Nanami, entah berperan sebagai apa.
Apakah skenario tuan-nona ini akan berlangsung selamanya? Bisa jadi. Namun akan beda cerita jika (Name) mengubah alurnya dengan berkata jujur. Jujur akan perasaannya, jujur akan ketulusannya, jujur akan besar cintanya pada Nanami Kento. Tapi lihatlah, setahun lalu di usianya yang menginjak dua puluh, gadis itu tetap tidak kuasa melontarkan sepatah katapun. Tetap memendam semua sendiri.
(Name) hanyalah pengecut yang takut tertolak, takut kehilangan Nanami dari hidupnya. Terus menyiksa dirinya dengan pikiran-pikiran; Nanami juga sudah saatnya menikah.
Entah akan sehancur apa hatinya ketika satu saat nanti, Nanami telah menemukan wanitanya? Berjalan berdampingan di atlar dan mengucap janji suci sehidup semati. Bukan dengan dirinya melainkan orang lain. (Name) benar-benar tidak siap.
Menyiuk kasar, (Name) membawa langkahnya ke arah balkon kamar. Hawa dingin berhembus hingga melewati jari-jari kaki.
Dua tahun silam ia amat membenci suasana ini. Langit pekat diiringi sahutan klakson mobil yang terdengar dari bawah. Jika bukan karna Nanami Kento, hidupnya masih terjerat belenggu masa lalu.
Mengapa ia harus mencintai penyelamat hidupnya sendiri?
(Name) mengulum permen buah—pengganti batangan rokok.
Sampai kapan ia akan terus menjadi pengecut ? Hanya menghitung waktu hingga Nanami menemukan orang lain untuk dicintainya.
Apakah (Name) akan merelakan begitu saja? Selamanya Nanami tidak akan pernah tau, dan hanya disimpannya perasaan itu sendirian?
Tidak. (Name) menggeleng. Setidaknya ia harus memastikan dari sudut pandang tuannya. Bagaimana pria itu menganggap (Name), melihatnya sebagai apa.
Satu menit berlalu lagi. Kini dirinya telah berpindah pada pintu apartemen Nanami. Memencet bel.
Malam ini, atau tidak sama sekali.
•••
"Nona, disini dingin. Kita pulang saja, bagaimana?"
Deburan ombak yang menghantam batu karang membentuk sebuah irama pemanja idra pendengar. Halus pasir kuning lembut bensentuhan dengan telapak kaki tanpa alas. Samudra tak nampak, gelap. Hanya satu-dua lentera kapal nelayan bergerak pelan di kejauhan sana.
Si gadis tak menjawab. Hanya memandang lurus pada bibir pantai. Membelakangi Nanami.
"Nona (Name), sebenarnya apa yang ingin nona bicarakan? Tidak bisakah di rumah?"
Tetap diam. Pantai itu lenggang.
"Tuan Nanami Kento," panggil nona kemudian, lirih. Badannya berbalik, menatap lelakinya penuh sendu. Bibir tipis mengulum senyum. "Bolehkah saya egois?"
Nanami mengernyit, "Egois? Nona tidak egois."
"Saya egois. Sangat egois. Saya ingin memiliki anda untuk diri saya sendiri."
"Tapi saya adalah milik Nona, ingat?"
"Tidak sampai Anda menemukan cinta Tuan sendiri."
Yang lebih tua tertegun, kehabisan kata.
"Tuan, anda sungguh orang yang sangat saya hormati, satu-satunya dari tujuh miliyar manusia yang ada di bumi. Seluruh perhatian dan kasih sayang Tuan, saya terima dengan sangat. Saya bahkan tidak membalasnya dengan benar.
"Namun saya benar-benar minta maaf, rasa ini muncul entah darimana datangnya."
Satu menit sunyi. (Name) mencengkram erat dress putihnya. Sekarang atau tidak sama sekali. Sekarang atau tidak sama sekali. Kau bukan dirimu dua tahun lalu, (Name).
Maniknya bertemu dengan milik Nanami, menatap penuh berani. "Maaf Tuan, maaf karna saya mencintai Anda!"
Deburan ombak ke sekian, hari telah bergilir. Seruan itu dengan cepat menghilang digantikan desau angin malam, namun masih terdengar jelas dikepala sang tuan.
"Saya bukan perempuan dewasa, saya tidak berpendidikan tinggi, tubuh saya sudah tersentuh. Namun saya tetap nekat menaruh rasa pada Anda yang sempurna." Setetes air turun menyusuri pipi, membentuk sungai kecil. Sudah tak peduli lagi usai ini alurnya akan berjalan bagaimana. Dua tahun ia siapkan untuk mengambil resiko mendengar kalimat Nanami tidak mencintainya.
"Bagaimana, Tuan? Apakah Anda merasakan yang sama? Apa Anda mencintai saya?"
Tak bergeming. Si pria tetap pada posisinya, terkesiap.
"Apakah Anda mencintai saya?"
Satu pertanyaan dilontarkan lagi. Namun kali ini Nanami Kento maju, membisikkan sesuatu.
Umurnya dua puluh satu, (Name) kembali menangis.
End
Ga canda masih ada extra part di bab 6.To be continued.
654 words,
31 Desember 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
OLDER : N. Kento x Reader[✔]
Teen Fiction"Pantaskah wanita kotor sepertiku bersanding denganmu, Tuanku?" Ini kisah tentang dia yang bertemu dengan penyelamat hidupnya, rumahnya. Namun, bolehkah ia memiliki Si Sempurna, Nanami Kento? Bolehkah (Full Name) mencintainya? ꒰‧⁺ ⌨︎ DISCLAIMER ˀ ⚠...