Bagian.3

1K 153 10
                                    

Malam yang kesekian juta kali dibumi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam yang kesekian juta kali dibumi. Masih dengan atmosfir yang sama. Sorot lampu kendaraan seperti biasa menghias jalanan aspal, juga gemerlap bagunan tinggi yang merobek awan. Harum adonan roti jahe dari panggangan toko kue menyeruak hingga ke trotoar, memanjakan indra pencium para pejalan kaki. Anak-anak berlarian riang di sekitar taman yang dihias dengan nuansa natal, saling tertawa dan melambai kepada pria berkostum Santa. Malam yang biasa.

Namun bagi (First name) (Name), untuk pertama kali dalam hidupnya, kebencian terhadap malam hari seketika hilang. Ia baru pertama kali merasakan kehangatan di tengah dingin kelamnya langit. Didepannya tersaji berbagai makanan lezat menggugah selera. Dihiasi dengan lilin-lilin kecil menyebar ditengah meja. Salivanya ia teguk kasar, takut-takut melirik pria yang duduk didepannya, tersenyum tipis.

"Jika berkenan, mau saya ambilkan sup hangat ini untuk Nona?" Tanya si tuan sopan. Melihatnya (Name) buru-buru membuang muka canggung, lawan bicaranya menatap bingung. "Nona tidak suka sup?"

"Bukan begitu, Tuan."

"Atau Nona tidak suka masakan saya? Tapi sedari tadi saya tidak melihat Nona menyentuh makanannya barang sejari. Dan sudah berkali-kali saya katakan, tolong jangan panggil 'Tuan'."

(Name) mengusap tengkuk. "Tuan tidak harus terus berbaik hati pada saya seperti ini..."

"Jangan panggil-"

"Saya tak bisa mengganti semua makanan ini, Tuan. Saya tidak berhak menyantapnya."

Nanami menghela napas panjang. Tangan kekarnya bergerak mengelus pelan surai cantik (Name), sangat lembut seperti sedang menjaga barang yang rapuh. "Bukankah saya sudah berkata, Nona? Milik saya adalah milik Nona. Milik Nona adalah milik saya. Jadi jangan sungkan, manis."

Mendengar demikian, (Name) tersipu malu. Betapa hangat afeksi yang diberikan Nanami Kento. Telapak tangannya yang sekarang berpindah membelai pipi merona itu membuat rancu. Sial, semoga detak jantung yang seakan memberontak ingin keluar ini tidak terdengar sampai ke tuan.

"Beribu terimakasih, Tuan Nanami."

"Anytime, My Lady. Boleh saya ambilkan?" Sebelum si gadis merespon, Nanami lebih dulu cekatan menyendok kuah sup hangat, disajikannya didepan (Name). "Enjoy your meal."

Sungguh, ia sama sekali tak mengerti alasan yang mendasari kebaikan dan ketulusan Nanami. Sudah dua minggu berjalan sejak kalimat "saya membeli Nona." Terucap didepan pintu. Pria itu benar benar seperti malaikatnya, penyelamat yang selama ini (Name) tunggu-tunggu kedatangannya. Jika boleh diibaratkan, seakan seluruh kasih sayang didunia Nanami berikan untuknya. Sudah pantaskah (Name) disandingkan dengan Cinderella yang ditakdirkan untuk bertemu pangerannya?

Nanami Kento adalah rumah. Entah adakah kata yang lebih cocok untuk mendeskripsikannya atau tidak. Singkatnya Nanami adalah tempatnya pulang dan bersandar. Pria itu sudah memiliki tempat spesial di hati (Name), hanya dengan kurun waktu empat belas hari.

"Nona," panggil pria seperempat keturunan Denmark itu, menghentikan dentingan sendok yang beradu dengan piring. "Maafkan, besok sepertinya saya akan pulang terlambat. Apakah tidak papa jika malam esok Nona (Name) tidur ditemani suster?"

Salah satu kebiasaan baru Nanami disetiap malam beranjak matang dua pekan ini-duduk di bibir ranjang (Name) hingga wanita itu terlelap dengan jemari yang saling tertaut dengan miliknya. Ucapan 'selamat malam Nona' selalu menjadi penghantar tidur terbaik. Tidak ada lagi mimpi-mimpi buruk itu. Hilang semuanya.

(Name) merengut, ingin hatinya bersikap egois, namun tak mau merepotkan tuannya. "Tapi saya masih bisa melihat Tuan di pagi hari?"

"Tentu saja, Nona. Pukul tujuh tepat saya sudah berada di meja makan ini."

Demi mendengarnya (Name) menarik kurva bibirnya, mengangguk patuh.

•••

"Nona (Name),"

Si empu nama menoleh, menghentikan goresan kuas pada kanvas besarnya. "Ya, suster?"

"Sebuket bunga mawar putih, dari tuan Nanami."

Seperti sihir ajaib, setiap namanya terucap, getaran dihatinya kembali muncul. Mengundang senyum dibibir. (Name) menerima bunganya, terselip sepucuk kertas disana.

"Pengganti ucapan 'selamat tidur' untuk malam ini. Sengaja saya pilih warna putih, biar Nona bisa melukisnya sesuai dengan warna yang Anda suka.

Atau jika tidak, berkenankah esok pagi Nona memberitahu saya warna favorit Nona? Agar bisa saya belikan yang baru.

Mimpi indah, Nona-ku.

-N.K"

Jantung (Name) berdegub lebih dari semestinya. Wajahnya tidak usah ditanya, merona hingga ke telinga. Disembunyikan air mukanya dibalik kertas surat. Ah, ia merindukan lelaki itu, tidak bisa berbohong. Baru lewat tiga jam setelah sarapannya tadi pagi, namun netranya ingin kembali meniti tiap-tiap sudut wajah itu. Tangannya ingin menyentuh telapak tangan besar Nanami. Penghidunya ingin menghirup dalam wangi maskulin parfumnya. Dan raganya ingin direngkuh dengan hangat peluknya.

(Name) benar-benar jatuh dalam pesona Nanami Kento.

"Tuan benar-benar orang yang sangat baik, bukan begitu Nona?" (Name) mengangguk setuju.

"Anda sangat beruntung bertemu dengan Tuan Nanami, terlihat tak acuh namun sesungguhnya peduli dengan semuanya. Dia baik pada semua orang."

Bak beribu anak panah menghujam dada, kalimat yang dilontarkan suster pengasuh entah mengapa menyadarkannya.

Tuan Nanami peduli pada semua orang. Dia baik pada semua orang.

Apakah selama ini semua tindak manisnya hanya bedasar pada rasa kasihan? Apa Nanami merasakan perasaan yang sama seperti dirinya? Atau hanya ia sendiri?

Bodoh. Bagaimana jika (Name) hanya tinggi hati karna merasa di spesialkan?

Tapi bukankah memang ada benarnya? Lihat saja selisih usia mereka. Gadis 19 tahun dengan lelaki dewasa 27 tahun. Mana mungkin Nanami tertarik pada remaja labil seperti (Name), bukan?

"Nona baik-baik saja? Kenapa Anda memasang wajah sedih? Adakah yang salah dengan surat dan bunganya?"

(Name) menggeleng lemah, "Tidak ada, suster. Terimakasih sudah mengkhawatirkanku."

Toh raganya juga sudah kotor. Tidak amat pantas bersanding dengan Nanami-nya. Pria itu hanya datang ke hidupnya untuk membawanya pergi dari dunia menjijikkan itu, tidak untuk urusan jatuh cinta.

 Pria itu hanya datang ke hidupnya untuk membawanya pergi dari dunia menjijikkan itu, tidak untuk urusan jatuh cinta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To be continued,
874 words.
26 Desember 2021

OLDER : N. Kento x Reader[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang