Bab 6 - Bullshit

40 8 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


________

'Semuanya berlanjut seperti kehendak kita

aku, kau dan pertemuan berulang kali

tapi-

dia muncul dengan senyum tengilnya'

________





Benz masih berkutat dengan game kesukaannya. Setelah melarikan diri dari kelas, akhirnya ia menempatkan diri di halaman belakang sekolah sendirian. Mata pelajaran hari ini sedikit membuat mood-nya berantakan. Bermain dengan angka selalu berakhir menjengkelkan. Izin keluar sebentar, tahu-tahunya tidak kembali sampai jam pelajaran fisika berakhir.

Konsentrasi yang tadinya seratus persen itu dengan cepat menurun ketika notifikasi whatsapp terus bergulir, benar-benar mengganggu. Benz menghela napasnya kasar, dengan terpaksa ia menutup tab game-nya dan beralih membuka pesan terbaru. Nama Sekar berada paling atas.

Berdiri, Benz berjalan dengan santai meninggalkan halaman belakang sekolah. Matanya memandang lurus ke depan, tidak memedulikan tatapan memuja dari murid perempuan yang berpapasan dengannya. Tujuannya kali ini bukan untuk kembali ke kelas, meskipun jam pelajaran fisika telah berakhir. Langkahnya kini semakin dekat dengan kantin, suara riuh bahkan terlampau berisik dan samar-samar semakin terdengar jelas.

Berbelok. Benz mengurungkan niatnya untuk makan di kantin, setelah matanya menangkap sosok Gita dan Gusti, yang tampaknya tengah berbicara. Meskipun dari raut wajah Gita terlihat jelas bahwa ia tengah dalam situasi sulit, pasti sangat memalukan. Dan Benz benci, bahwa kenyataannya ia hanya bisa diam. Karena situasi saat ini, untuknya juga sama-sama sulit, Gusti dan ruang publik yang ramai.

***

Meskipun kelihatannya Gita adalah murid rajin nan baik, ia hanya hitungan jari pernah mengunjungi perpustakaan sekolah. Alasannya hanya karena merasa malas untuk bolak-balik lantai dasar dan lantai dua kelasnya. Padahal kantin terletak di lantai yang sama dengan perpustakaan. Namun, hari ini sepertinya pengecualian, Gita justru melangkahkan kakinya menuju perpustakaan. Tentu niatnya bukan untuk belajar, atau sekadar membaca buku. Tapi, untuk menenangkan diri sampai mata pelajaran berikutnya berganti.

Gita bolos, dan Sekar tidak tahu itu. Dengan keberanian ia memasuki ruang baca perpustakaan, lalu menarik kursi yang tersedia. Kepalanya langsung direbahkan di atas meja, memejamkan mata sejenak. Hingga kian lama, rasa kantuk datang. Gita hanya butuh beberapa detik lagi untuk benar-benar berada di alam mimpi, sebelum suara lain menyambangi telinganya.

Di luar Garis Milik KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang