"Maju terus, sampai mereka
yang mundur."
-SEFRAGOS.*****
Nara tak berhenti menyunggingkan senyumnya, sambil dua tangannya bergerak mengeringkan rambutnya yang basah. Ia kembali mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.
Hacimm!!
Nara memegangi kepalanya yang terasa sangat sakit. Ntah sudah berapa kali ia bersin dalam satu jam belakangan ini.
Gadis itu bangkit dari ranjangnya, lalu turun ke lantai bawah rumahnya, mencari obat yang bisa ia konsumsi untuk mengurangi nyeri kepalanya. Kebetulan sekali, Bi Mirah, pembantunya sedang beberes di dapur.
"Bi, obat buat sakit kepala, masih ada gak ya?" Nara bertanya, membuat Bi Mirah menghentikan aktifitasnya.
Wanita paruh baya itu menghampiri Nara. "Loh, Non Nara sakit?"
"Nggak kok Bi, ini cuma sedikit pusing sama bersin-bersin terus. Kayaknya efek kena hujan tadi."
Bi Mirah yang mendengar itu buru-buru mengambil kotak obat, dan mencari apa yang dibutuhkan gadis itu. Bi Mirah menggaruk keningnya yang tak gatal, saat tak menemukannya di sana.
"Habis Non, disini cuma ada obat merah sama beberapa salep. Mau Bibi temenin ke rumah sakit aja?"Nara menggeleng. "Gak usah, Bi. Nara beli obat aja di apotek."
"Kaki Non kan lagi sakit, biar Bibi aja ya, yang jalan ke apotek?"
Nara menggeleng cepat. "Nggak Bi, Nara aja gak apa-apa kok. Lagian kan udah malem, Nara takut Bibi kenapa-napa."
Mendengar itu, Bi Mirah tersenyum kagum. "Bibi teleponin Mas Galang aja ya, biar dia yang beli."
Nara diam sejenak, boleh juga saran Bi Mirah, lagipula kan Galang suka direpotkan, hehe. "Boleh tuh, Bi."
Bi Mirah mengangguk, lalu mengeluarkan ponsel jadul dari kantung dasternya. Wanita paruh baya itu mulai mendekatkan ponselnya di telinga. Menunggu Galang mengangkat panggilannya.
Setelah beberapa menit menunggu, Bi Mirah menghela napas. "Gak diangkat, Non."
Nara mengerutkan keningnya, kemana Galang? Tumben sekali tak mengangkat panggilan.
"Astaga!" Nara bergerak gelisah, baru ingat jika Galang dan teman-temannya akan bertemu dengan kumpulan cowok menyeramkan yang tadi hampir membuat keributan itu.
"Kenapa, Non?"
Nara menggeleng cepat, lalu dengan gerakan kilat naik ke lantai atas rumahnya, melupakan nyeri di kaki serta kepala. Gadis itu buru-buru mengambil hoodie serta payung, takut hujan akan turun lagi.
Setelah siap, gadis itu kembali turun. "Bi, Nara keluar dulu ya! Kalau Ayah nanya, bilang aja lagi diajak Galang keluar. Bye Bi!"
Bi Mirah yang terkejut hanya diam, tak bisa menahan Nara. Percuma juga, gadis itu sudah hilang dari pandangannya.
*****
"Lah, kosong."
Galang berdecak sebal, malam ini ia tak akan dibohongi lagi kan?
Malas menunggu, Galang mengeluarkan ponselnya, lalu mencari nomor Roger.Namun, baru ingin menekan tombol telepon, suara bising motor datang menghampiri mereka. Roger, ternyata takut dengan ancamannya.
"Wah, sorry jadi nunggu lama," ucap Leon, dengan nada menjengkelkan.
Alden dan teman-temannya hanya diam, sama sekali tak ingin membuang waktu hanya untuk basa-basi. "Cepet omongin apa yang mau lo omongin."
Roger tersenyum kecut mendengar ucapan Alden. "Santai, jarang-jarang kan, kita ngobrol santai kayak gini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AldeNara
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Tentang Nara Pranadipta, Gadis periang yang menyukai Alden Sergio Abiyasa, cowok cuek tak berperasaan yang tak pernah membalas perasaannya. Merasa tertantang dan penasaran mengapa Alden tak pernah membalas perasaannya, Nara...