Hari ini adalah hari paling melelahkan bagi Nara, setelah seharian ia dan anak PMR lain membersihkan kekacauan yang terjadi di UKS, sekarang ia harus berdiri di halte bus sendirian, menunggu bus terakhir yang sepertinya akan segera tiba.
Meski angin cukup membuat perasaannya tenang, namun itu sama sekali tak membuat pikirannya tenang.
Ia masih memikirkan kejadian di rooftop tadi siang. Berharap semuanya hanya mimpi.
Tadi, itu semua di luar rencananya.
Pandangan gadis itu teralih pada bus yang berhenti tepat di depannya. Ia bangkit dan masuk ke dalamnya. Bus yang ramai membuatnya harus berdiri, mengalah pada orang-orang yang nampaknya juga lelah, sama sepertinya.
Dulu, sebelum Galang memiliki hubungan dengan Fanka, cowok itu lah yang selalu mengantarnya pulang. Nara sama sekali tak pernah merasakan berdesak-desakan di bus seperti ini. Ya walau sekarang pun, kadang Galang masih mengajaknya pulang bersama.
Namun karena mengerti posisi, Nara memilih menolak. Tak ingin Fanka berpikiran macam-macam. Meskipun gadis itu pasti tak melarang pacarnya pulang dengan Nara.
"Dek, tasnya kebuka."
Nara tersentak, lalu langsung melepas dan melihat tasnya yang memang terbuka. Gadis itu merogoh isi di dalamnya, berharap tak ada yang hilang.
"Ada yang hilang, dek?" tanya pria paruh baya di sebelahnya.
Nara menggaruk keningnya, lalu mengangguk. "Dompet."
Perlahan pandangan penumpang bus tertuju padanya, banyak dari mereka yang menyalahkan kecerobohannya karena tak mengamankan tasnya. Berbeda dengan pria paruh baya tadi.
Nara menghela napas, lalu bergerak untuk segera turun dari sana, namun pria paruh baya itu menghentikan langkahnya.
"Kamu emang mau ke daerah mana?"
"Ini nanti dua halte lagi sampai, Pak."
Pria paruh baya itu mengangguk. "Ya udah, gak usah turun. Biar saya yang bayar, kebetulan kita satu tujuan."
Nara melebarkan senyumnya, lalu sedikit menunduk. "Makasih, makasih banyak Pak."
*****
"Bapak emang mau kemana?" tanya Nara, setelah turun dari bus dan berjalan bersama pria paruh baya yang diketahui bernama Riyadi itu.
Riyadi mengeluarkan selembar kertas dari saku bajunya, lalu menunjukannya pada Nara. "Adek tau alamat ini nggak?"
Nara membaca dengan teliti kertas yang sudah tak berbentuk itu, detik berikutnya ia mengangguk. "Tau, tau banget, kebetulan satu komplek, hehe."
"Ayo saya antar, pak!"
*****
"Benar, benar ini rumahnya, terima kasih banyak ya, dek Nara."
Nara mengangguk senang. "Sama-sama Pak, makasih juga ya udah bantu Nara."
Riyadi mengangguk, lalu merentangkan tangannya saat seorang gadis kecil muncul dan berlari memeluk dirinya.
Pemandangan di depannya, berhasil membuat Nara menyunggingkan senyum harunya, gadis kecil itu, sungguh beruntung.
Sedikit pertanyaan muncul di otak Nara, anak kecil ini terlihat seperti anak dari pria paruh baya itu. Jika mereka adalah seorang Ayah dan Anak, kenapa Riyadi bingung dengan alamat rumahnya sendiri?
Nara menggeleng, bagaimanapun mereka hanya orang asing, tak sopan jika Ia menanyakan hal ini pada Riyadi.
Riyadi melepas pelukannya, lalu mengenalkan gadis kecil itu pada Nara. "Kenalin, ini Nebula, anak saya. Lala, kenalin ini kak Nara."
Nara melambaikan tangannya, lalu sedikit menunduk, menyamakan tingginya dengan tinggi Nebula. "Hai Nebula, nama kamu unik banget, kakak suka."
Gadis itu terlihat sangat senang dengan pujian yang diberikan Nara. "Beneran Kak? Tapi kata temen-temen nama aku aneh."
Nara mengernyit lalu menggeleng. "Mereka yang aneh, nama kamu cantik, sama kayak senyuman kamu."
Nebula sekali lagi tersenyum saat Nara mengelus puncak kepalanya, gadis kecil itu tiba-tiba memberikan sesuatu pada Nara. "Ini buat kakak, tadi Nebula dibeliin sama Ibu."
Nara menatap tiga bungkus permen yang terlihat sedikit lecek itu, Nebula terlihat erat memegangnya tadi. "Wah, serius buat Kakak nih? Kamu gak makan dong?"
Nebula dengan lucu mengeluarkan banyak bungkusan permen dari saku celananya. "Nebula punya banyakkk."
Nara dan Riyadi sontak tertawa melihatnya.
Melihat matahari yang perlahan tenggelam, Nara memilih untuk secepatnya pulang. "Nebula, Kakak pulang ya, rumah kakak deket kok, kamu belok aja di tikungan itu, terus cari yang cat abu-abu. Kapan-kapan kamu main ya!"
Nebula mengangguk antusias. "Oke Kak!"
"Pak saya pamit ya."
Riyadi mengangguk, lalu mengikuti Nebula, melambaikan tangannya pada Nara. "Hati-hati!"
*****
"Assalamu'alaikum, Bunda."
Nara sudah tiga kali mengetuk pintu di depannya, namun sama sekali tak ada jawaban. Ia menghela napas, lalu berbalik, berniat pulang.
Namun langkahnya terhenti saat pintu itu terbuka, Nara cepat-cepat berbalik, namun wajah antusiasnya langsung berganti menjadi wajah malas, saat yang membukakan pintu adalah Galang.
"Udah malem, gak nerima tamu," ujar Galang.
"Ya udah," Nara kembali berbalik, namun Galang dengan cepat memanggil.
"Bercanda doang elah, masuk."
Nara mengepalkan tinjunya di udara, lalu masuk, dengan Galang di belakangnya. "Bunda mana, Gal?"
"Belum pulang, masih di butik. Emang lo mau ngapain?"
Nara menggeleng kecewa, tadinya ia ingin curhat dengan Riana, Bunda Galang tentang kejadian siang tadi. Karena hanya dirinya lah orang dewasa kedua, setelah Ayahnya yang tau ia memiliki perasaan dengan Alden, Galang pun tak tau.
"Aneh."
Galang berjalan ke dapurnya, lalu mengeluarkan dua bungkus es krim dari dalam kulkasnya. Hidangan wajib yang diberikan jika Nara bertamu ke rumahnya.
"Cokelat abis," tutur Galang, menyadari wajah protes Nara.
Setelah cukup lama hening, karena Galang dan Nara sama-sama fokus dengan es krim mereka. Galang membuka percakapan, nampaknya baru teringat sesuatu. "Tadi lo balik sekolah sama siapa?"
"Bus. Oh iya Gal, lo kenal anak kecil yang namanya Nebula nggak?"
Galang mengernyit, lalu menggeleng. "Anak kecil yang mana? Di sini banyak anak kecil Ra."
"Itu, yang namanya Nebula, yang rumahnya persis di deket pos satpam komplek."
Galang mengangguk-anggukan kepalanya. "Gue baru tau ada anak kecil di sana, emang kenapa Ra?"
"Gue baru nemu anak kecil selucu dia. Kirain lo kenal, kan lo sering ke taman komplek, liat anak-anak main."
Galang menggeleng. "Gak pernah denger yang namanya Nebula, coba lain kali kenalin ke gue."
Nara mengangguk. Lalu bangkit dari duduknya. "Gue balik aja deh Gal, nanti kalo Bunda dah balik, kabarin gue ya."
Galang mengangguk. "Ada apa sih, kayak mau ngomongin warisan aja."
"Emang, tapi maaf nama lo gak ada di daftar penerima warisan," Nara tertawa melihat wajah terkejut Galang.
"Bercanda, serius aja hidupnya. Dah ah, bye Gal."
Galang mengangguk, ikut mengantar Nara ke luar rumahnya. "Hati-hati dikejar kecoak."
*****
Halo, balik lagi nih!
Gimana part ini?
SEE YOU NEXT PART YA!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
AldeNara
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Tentang Nara Pranadipta, Gadis periang yang menyukai Alden Sergio Abiyasa, cowok cuek tak berperasaan yang tak pernah membalas perasaannya. Merasa tertantang dan penasaran mengapa Alden tak pernah membalas perasaannya, Nara...