Bab 1

21 3 4
                                    


"Om, jadi suamiku ya? mau nggak?" tanya Nindya pada Andy. Gadis itu tengah asik menghisap permen lolipop merk x, yang sesekali ia lepaskan dari mulut mungilnya.

"Uhuk ... uhuk ...." sontak saja, pertanyaan itu membuat pria gagah dan bertubuh kekar itu terbatuk seketika. Bagaimana tidak, gadis cantik yang terbilang masih sangatlah muda itu, secara terus terang meminta dirinya untuk menjadi calon suaminya.

"Kenapa, Om? Aku serius loh, Om," ucap Nindya lagi.

"Nindya, berhentilah mengganggu Om Andy, sana masuk. Masih kecil kok sudah berani menggoda pria. Papa tidak suka ya!" tegur Rendy, papa Nindya.

"Baik, Pa ...." Dengan langkah gontai Nindya masuk  kembali ke dalam rumah. Masuk menuju kamarnya, lalu menutup pintu dengan sedikit membantingnya.

"Maafkan Nindya ya, An," ucap Rendy seraya menyuguhkan secangkir kopi panas di hadapan rekan bisnisnya itu.

"Santai saja, Bang. Bukankah itu sudah biasa dilakukan Nindya, padaku," jawab Andy seraya terkekeh geli, kemudian ia menyeruput kopi panas yang baru saja diletakkan Rendy di atas meja.

Andy Wiguna, 30 tahun, pria sederhana yang memiliki karier sukses, melejit bak roket. Dirinya sudah menjadi seorang PNS sejak usianya menginjak angka 25 tahun, tepatnya seorang guru di sekolah Nindya, SMA Pelita Bangsa.

Pria yang terbilang tampan diantara pria-pria seusianya itu sudah menjadi rebutan para gadis, termasuk para siswi di sekolah tempatnya mengajar. Begitupun Nindya, yang tak mau kalah mengejar cinta sang guru, Andy Wiguna.

Andy sudah mengenal Rendy, papa Nindya, sejak lama, sejak pria muda itu belum menjadi apa-apa. Rendy yang mengenalkannya kepada bisnis yang kini mereka geluti bersama. Bisnis sederhana yang setiap bulannya tetap menghasilkan pundi-pundi rupiah. Mengelola kos-kos'an khusus untuk siswa-siswi ataupun mahasiswa, juga mengontrakkan beberapa bangunan yang di sewa pemilik usaha.

Dari sanalah Andy mengenal Nindya, gadis polos yang dulunya ingusan kini sudah beranjak remaja, bahkan sudah berani menggodanya. Bukan cuma sekali, tapi entah sudah berapa kali ucapan itu ia lontarkan dari bibirnya.

"Astaga, Om Andy? Jadi, Om Andy seorang guru? Tidak pernah Nindya sangka, akan bertemu dengan Om disini. Apakah ini pertanda kita akan berjodoh, Om?" Begitulah kata Nindya saat pertama kali mereka bertemu di sekolah yang sama.

Bahkan dari sejak dulu, Nindya selalu memvonis dirinyalah yang akan jadi istri Andy.

Nindya baru saja menyelesaikan sekolahnya ditingkat SMA. Sesuai dengan titah sang papa, ia akan melanjutkan lagi kuliahnya. Cinta-citanya ingin menjadi seorang guru, bukan karena ia suka, tapi ingin di sukai oleh Andy, laki-laki yang sudah membuatnya jatuh cinta dari sejak kecil.

"Oh ya, bagaimana hubunganmu dengan gadis itu?" tanya Rendy pada Andy.

"Siapa? Raya? Masih, Bang," jawab Andy.

"Kapan kamu akan menikahinya? Jangan tunggu lama, sudah waktunya, lo," tegur Rendy lagi.

"Dianya belum siap, Bang. Masih fokus kuliah katanya, mungkin aku butuh kesabaran yang lebih untuk menikahinya," jawab Rendy, ia memainkan ponselnya sesekali kemudian menoleh ke arah papa Nindya.

"Makanya, Om. Nikah sama aku saja, aku sudah siap kok, jadi istri Om," celetuk Nindya yang tiba-tiba muncul entah dari mana. Gadis itu mempercepat langkahnya menuju ke luar rumah.

"Nindya!" pekik sang papa.

Nindya berlari cepat. Ia buru-buru membuka gerbang rumah lalu menutupnya lagi setelah berada di luar.

"Yang diomongin sudah telepon. Panjang umur," ucap Andy, ia memperlihatkan ponselnya ke arah Rendy. Terlihat nama Raya disana, kekasih Andy yang sudah menemani hari-harinya selama beberapa tahun terakhir.

Jadi Suamiku Ya, Om? (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang