"Selamat pagi, Nindya. Mau berangkat kuliah, ya?" sapa Andy, pria itu secara kebetulan baru saja membuka pintu gerbang rumahnya, bertepatan dengan keluarnya Nindya.
"Ehh ... Calon suami Ninya, mau ke sekolah, Om? Atau mau ngojekin tante? Atau mau dua-duanya? Upss, maaf, keceplosan." Nindya menutup mulutnya sesaat, menggunakan tangan kanannya.
"Kamu ini, kebiasaan, deh ... Mau bareng ga? Sini, Om anter ke kampus sekalian," tawar Andy.
"Makasih, Om. Tapi enggak deh. Aku lagi mau nunggu teman, mau di jemput," jawab Nindya.
Yah, Semalam Nindya sengaja menghubungi teman 1 kampusnya, Dion, cowok yang sudah di kenalnya semasa SMA. Nindya ingin memulai permainannya antara dia, Andy dan Raya.
"Teman? Teman siapa? Cowok ya?" selidik Andy.
"Eh, kok Om Andy kayak curiga ya? Apa iya, dia ada perasaan padaku?" gumam Nindya dalam hati seraya mengulum senyumnya, ada segurat kebahagiaan saat cowok di hadapannya bersifat seakan-akan cemburu pada dirinya.
"Iya dong, Om, cowok. Raya tiap hari di antar jemput sama Om, aku juga maulah ya, di antar jemput sama cowok," jawab Nindya, ia terkekeh geli.
"Hati-hati, Nindya. Kamu belum cukup dewa—"
"Nin, maaf yah, kamu sudah nunggu lama ya?" Seorang pria dengan motor ninjanya, memotong ucapan Andy. Ia datang menjemput Nindya. Pria dengan kulit putih, senyum yang menawan berhenti tepat di hadapan Nindya.
"Tidak apa-apa, Dion. Aku lo, sudah merepotkan kamu, maaf ya," jawan Nindya.
"Ya udah, yuk kita berangkat," ajak Dion seraya melemparkan senyumnya, membuat 2 lesung pipit di pipi kiri dan kanannya jelas terbentuk.
"Oke." Nindya naik di jok belakang.
"Maaf ya, Om. Nindya pergi dulu, bye ...." Nindya melambaikan tangannya seiring laju motor yang mulai meninggalkan Andy.
"Nindya!" pekik Andy. Hatinya gerah melihat tingkah polah Nindya yang terlalu dekat dengan laki-laki.
"Bye ...." teriak Nindya lagi seraya menoleh ke belakang dan melambaikan lagi tangannya.
Sampai di kampus, Nindya dan Dion tak langsung menuju kelas. Mereka memilih duduk-duduk di kantin terlebih dahulu. Ada Wina dan Bella yang sudah lebih dulu disana.
Nindya terkekeh geli mengingat kejadian tadi, ia senyum-senyum sendiri merasa jika Andy sudah mulai menaruh hati padanya.
"Kamu kayak orang gila, Nin? Kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Bella.
"Dia habis ngadalin calon suaminya," jawab Dion.
"Ehh, ngomong-ngomong, kalian kok barengan? Janjian ya?" Wina bicara seraya melirik keduanya.
"Aku yang jemput dia. Si Nindya lagi mau buat drama kehidupannya sendiri, ribet ah, sama cewek." Dion nampak sedikit kesal.
"Drama apaan?" Wina menautkan kedua alisnya, ia bingung dengan apa yang disampaikan oleh Dion.
"Drama antara aku dan Om Andyku sayang," jawab Nindya.
Dikejauhan nampak Raya tengah menatap Nindya gerah, ia kepanasan, lagi-lagi mendengar Nindya menyebut nama kekasihnya, Andy. Kebenciannya terhadap Nindya semakin menjadi-jadi, ditambah lagi sang mama yang ngotot ingin menikah dengan papanya Nindya.
"Eh, kamu bisa ga, berhenti ngusik calon suami orang? Murahan sekali jadi cewek. Harus ngejar-ngejar laki orang, ga tahu malu!" pekik Raya di hadapan Nindya.
"Yang ngejar cowo kamu siapa, Raya? Aku lagi diem aja nih, lagi duduk. Ngobrol sama teman-temanku. Malah kamu yang tiba-tiba datang langsung ngegas kayak kompor gas," jawab Nindya santai.
"Selalu aja, bisa jawab! Pokoknya aku tegaskan, jangan dekat-dekat Andy lagi!" Raya menuding Nindya, ia menunjuk-nunjuk tepat ke wajah gadis manis berkacamata itu.
"Gimana kita ga deket, Raya. Kan aku tetanggaan sama Om Andy, jelas dong, dekat." Masih berlagak santai, Nindya mencoba membuat panas lagi hati Raya.
"Cewek gatel banget!" teriaknya.
"Terus mama kamu, gimana? Ga gatel? Ngejar-ngejar papaku?" Nindya mencibir.
Plaakkkkk!!!!!! sebuah tamparan mendarat di pipi kiri Nindya, Raya merasa gadis itu sudah kurang ajar, berani menganggap rendah mamanya.
"Ya ampun, galak banget sih," ucap Nindya, ia mengelus-elus pipi kirinya.
"Jangan pernah samakan mamaku dengan dirimu ya!!" Jangan!!" Raya bergegas meninggalkan Nindya, tangannya sibuk memegang ponsel seperti hendak menghubungi seseorang. Baru aja dia membalikkan badanya tiba-tiba.
Bruuukkkkk!!! Kaki Ninya sengaja menghadang langkah Raya, membuat gadis itu jatuh tersungkur.
"Hahaha ... hahaha ... hahaha .... Kasian sekali, jatuh ya? Makanya, punya mata itu dipakai," pekik Nindya.
"Dasar, gadis ga punya akhlak!!" Raya bergegas bangun lalu pergi meninggalkan Nindya yang masih menertawakannya.
Kuliah Nindya belum mulai efektif. Awal-awal kuliah ia masih terbilang santai. Setelah mengikuti beberapa kuliah, Nindya memilih untuk bersantai dengan Dion, Wina dan Bella, ditambah lagi temat Dion, Bayu. Mereka berlima memilih cafe lanila sebagai tempat nongkrong asik.
"Dion, kamu kan bisa nyanyi, coba gih," ucap Wina.
"Nindya juga bisa, kalian nyanyi berdua aja," lanjut Bella.
"Cocok, brow, naik!" Bayu memberi kode agar keduanya naik ke atas panggung dan bernyanyi.
Dion dan Nindya saling melirik kemudian keduanya mengangguk. Mereka naik ke atas panggung hiburan di cafe, berdiskusi sesaat menentukan lagu kemudian meminta kru musik memainkan nada lagu yang akan dinyanyikan keduanya.
Ku pilih hatimu tak ada ku ragu
Mencintamu adalah hal yang terindahDalam hidupku oh sayang
Kau detak jantung hatikuSetiap nafasku hembuskan namamu
Sumpah mati hati ingin memilihmu
Dalam hidupku oh sayang
Kau segalanya untukkuJanganlah jangan kau sakiti cinta ini
Sampai nanti di saat ragaku
Sudah tidak bernyawa lagi
Dan menutup mata ini untuk yang terakhirSetiap nafasku
Hembuskan namamu
Sumpah mati
Hati ingin memilihmuDalam hidupku oh sayang
Kau segalanya untukku ooh
Janganlah jangan kau sakiti cinta ini
Sampai nanti di saat ragaku
Sudah tidak bernyawa lagi
Dan menutup mata ini untuk yang terakhirOh tolonglah jangan kau sakiti hati ini
Sampai nanti di saat nafasku
Sudah tidak berhembus lagi
Karena sungguh cinta ini cinta sampai matiTolonglah jangan kau sakiti cinta ini
Sampai nanti aku tidak bernyawa lagi
Dan menutup mata ini untuk yang terakhir
Oh tolonglah jangan kau sakiti hati iniSampai nanti di saat nafasku
Sudah tidak berhembus lagi
Karena sungguh cinta ini cinta sampai mati
Cinta sampai matiLantunan merdu di atas panggung, di tambah keromantisan yang tercipta antara Dion dan Nindya, membuat seseorang di sudut cafe terdiam melihatnya.
Gemuruh tepuk tangan menyoraki keduanya, membuat Dion dan Nindya dengan sengaja memasang adegan so sweet, agar para remaja disana semakin greget kepada mereka.
"Nyanyi lagi dong," teriak seorang pengunjung.
"Iya, lagi!" teriak yang lainnya.
Dion dan Nindya berpegangan tangan, kemudian membungkuk. "Terimakasih!" ucap keduanya bersamaan. Lalu menuruni panggung.
"Permisi, tadi kalian yang bernyanyi, bukan?" tanya pemilik cafe, ia menghampiri meja kumpulan Nindya dan teman-temannya.
"Iya benar," jawab Nindya.
Bernegosiasi sekian lama, pemilik cafe meminta Nindya dan Dion untuk sering meluangkan waktunya bernyanyi di cafenya. Tentu saja, mereka akan di berikan bayaran sesuai.
"Nindya!!"
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Suamiku Ya, Om? (Tamat)
RomanceTAMAT (SEBAGIAN PART TELAH DIHAPUS, NOVEL TELAH TERBIT) "Om, jadi suamiku ya? mau ngga?" Pertanyaan yang paling sering diajukan Nindya pada Andy. Gadis ingusan, yang terobsesi memiliki pria kenalan ayahnya, sekaligus yang juga menjadi gurunya semasa...