Sedangkan yang di umpat terkekeh seraya melambaikan tangannya berjalan mundur dan bruugggg!! Tanpa sengaja tubuhnya menabrak seseuatu.
"Nona kecilku!" Seseorang mengusap-usap pucuk kepala Nindya lembut.
Nindya bergegas membalikkan badannya. Memastikan benar atau tidak, suara yang didengar adalah suara pria yang kemarin mengungkapkan perasaan padanya.
"Eh, Dion. Bikin kaget saja," Nindya menggaruk kepalanya yang tak gatal, ia tersenyum malu. Pipinya yang tembem merah merona.
"Jadi pacarku, ya?" tanya Dion sekali lagi, memastikan jawaban atas hubungan yang akan mereka jalani selanjutnya.
Nindya terpaku, ia menatap kedua bola mata Dion yang memancarkan kehangatan cinta. Bibirnya kelu tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Gadis itu mengangguk pelan.
"Apa?" tanya Dion sekali lagi.
Nindya tersenyum, masih memandang Dion. "Kita, pacaran," jawabnya.
Banyak mata yang memandang ke arah mereka. Tak terkecuali Andy dan Raya. Begitu pula beberapa penghuni kampus lainnya, mereka terenyuh dengan adegan sederhana namun berkesan.
Dion mengeluarkan sesuatu dari saku celananya, ia genggam erat kemudian melepaskan genggaman itu tepat di depan wajah Nindya. Tergantung sudah, jelas, sebuah kalung yang berhiaskan huruf depan dari nama keduanya. D dan N. So sweet bukan?
Kalung emas putih berkilau, Diona kenakan sendiri di leher gadis yang kini resmi menjadi kekasihnya.
"Cantik, terimakasih, Dion." Nindya memegang hiasan kalung itu lembut. Kemudian memandang lagi wajah pria gagah, berkulit putih dan tampan itu.
"Sama-sama, sayang."
"Cieeeeee, jadian," sindir Bella.
"Ehmmm ... Harus ada pajak jadian nih," ucap Wina.
"Traktir makan-makan dong, ya?" celoteh Bayu.
"Gampang, nanti sore di cafe. Silahkan makan sepuasnya, aku yang traktir kalian!" jawab Dion.
Raya yang melihat ke so sweetan itu, hatinya terasa tercubit. Ia sekalipun belum pernah diberikan benda yang pada umumnya disukai wanita.
Dari buket bunga, dan sekarang kalung. Itu benar-benar membuat Raya iri. Kakak tiri Nindya itu dengan sengaja berjalan dan menabrak bagian kiri tubuh Nindya.
"Ganjen!" sindirnya menoleh sesaat ke arah Nindya.
"Bilang aja sirik, Tante!" pekik Nindya seraya mengulum senyum.
Andy melajukan kendaraannya setelah mengantar Raya dan Nindya. Entah kenapa bayang-bayang kejadian tadi terus saja menghantui pikirannya. Melihat Nindya diperlakukan spesial oleh orang lain seakan-akan membuat dadanya berdebar.
'Apa aku cemburu? Masak iya? Tidak mungkin, jelas Raya lebih cantik dan dewasa, buat apa pula aku cemburu pada gadis ingusan itu. Malu-maluin aja, amit-amit, jangan sampai aku jatuh cinta padanya.' Andy bermonolog.
Pria itu kini sudah berada di sekolahnya. Ia adalah salah satu guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1.
"Pagi, Pak Andy. Baru datang ya?" sapa seorang siswa padanya.
"Pagi juga." Andy membalas sapaan siswa itu dengan ramah seraya tersenyum.
Hiruk pikuk para siswa yang sibuk bersiap hendak menunggu bell tanda berkumpul di lewati begitu saja oleh Andy. Pikirannya jauh melayang entah kemana, ia tak sadar jika dirinya sudah berdiri tepat di depan pintu ruang guru.
"Halo, ganteng. Kok diam? Lagi terpana melihat kecantikanku?" Bu Anggun, guru berusia 38 tahun itu menggosa Andy yang terpaku.
Disentuhnya lengan Andy perlahan dari atas sampai bawah menggunakan 2 jari tangan kanannya. Ia tersenyum menggoda. Dua matanya beberapa kali dikedipkan menambah genit tingkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Suamiku Ya, Om? (Tamat)
RomanceTAMAT (SEBAGIAN PART TELAH DIHAPUS, NOVEL TELAH TERBIT) "Om, jadi suamiku ya? mau ngga?" Pertanyaan yang paling sering diajukan Nindya pada Andy. Gadis ingusan, yang terobsesi memiliki pria kenalan ayahnya, sekaligus yang juga menjadi gurunya semasa...