Rabu yang ditunggu telah hadir. Yuta dengan serangkaian bunga di tangannya tengah menghadap kekasih nya yang sudah berpulang.
Nama Orimoto Rika terukir di atas batu nisan. Perempuan yang singgah begitu lama dihatinya menjadikan lelaki itu seorang pemain ulung.
Mempermainkan [name] dan hatinya yang lugu demi memuaskan hawa nafsu.
"Sudah tiga tahun..."
Tangan Yuta mengelus batu nisan yang licin. Rerumputan kecil dan lumut tumbuh begitu saja. Jika bukan Yuta, maka tak ada yang akan membersihkan batu nisan ini.
Sebenarnya tidak juga, ada [name] yang selalu menemaninya dan membantu Yuta membersihkan tempat istirahat Rika.
Ya, tidak hari ini. Yuta mana berani menampakkan dirinya di hadapan [name] setelah kejadian kemarin. Biasanya Yuta adalah lelaki yang nekat kalau soal [name], tapi kali ini nyalinya seketika menciut.
Kepalanya sakit memikirkan perasaan [name] yang mungkin saja kini sudah berubah.
Yuta ingin mempertahankan perasaan perempuan itu padanya selama mungkin, selama yang ia butuhkan, sampai perasaannya pada Rika menghilang dan hanya ada [name] dihatinya.
"Tolong bantu aku... tahan dia supaya dia nggak pergi"
Permohonan ini tak pernah ada dalam rencana Yuta. Sebelumnya tak pernah terbesit kalau [name] akan meninggalkan dirinya.
Ia sangat yakin kalau perempuan itu pasti akan setia dan sabar menunggu.
Suara tertawa seorang perempuan mengambil alih indra pendengaran Yuta. Kepalanya menoleh, mencari sumber suara.
Tepat di belakangnya, Megumi dan [name] yang memegang setangkai bunga sedang berjalan santai. Yuta lagi - lagi memanas melihat keduanya yang terlihat begitu dekat.
Mata [name] melebar ketika ia melihat Yuta yang tengah berjongkok. Senyumnya kemudian mengembang dan tangannya ia lambaikan untuk menyapa. Untung saja perasaannya sudah sedikit tenang berkat bermain di Timezone kemarin.
Yuta berdiri saat melihat [name] berlari kecil, meninggalkan Megumi yang masih berjalan santai di belakangnya.
"Kok nggak ngajak aku sih?! Katanya mau bareng!" lengan Yuta dipukul kecil oleh [name]. Lelaki itu hanya meringis kecil.
"Kirain kamu nggak mau kesini..."
"Nggak mungkin banget aku nggak datang. Rika kan juga teman aku"
[name] berjongkok di hadapan Rika. Satu tangkai bunganya ia taruh di samping rangkaian bunga milik Yuta.
Tangannya mengelus batu berukirkan nama perempuan yang sangat Yuta cintai. Membersihkan area nisan tersebut dengan tangannya, memastikan tidak ada rumput kecil yang menghalangi namanya.
"Hai Rika. Tahun ketiga kita kumpul disini, akhirnya Yuta udah gak nangis lagi"
Yuta memperhatikan [name] yang masih mengelus pelan batu nisan itu. Mendengarkan dengan seksama cerita yang bisa perempuan itu bagi, dan melihat bagaimana hati dan pikiran perempuan itu telah tumbuh dewasa. Yuta bahkan baru menyadari hal itu.
Ia terlalu terpaku pada pikiran dan perasaannya sendiri hingga mengabaikan orang sekitar.
"Mau langsung pulang?"
Yuta terkejut melihat [name] sudah berdiri dihadapannya. Ia menggelengkan kecil kepalanya untuk menyadarkan diri.
"Iya... kayaknya. Kamu? Mau makan? Mau makan bareng nggak?"
[name] menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
"Aku mau main dulu sama Megumi, hari ini kita mau ke pantai. Mau ikut?"
Yuta ingin sekali ikut dan menghancurkan playdate mereka. Tapi hatinya sungguh lelah hari ini, ia ingin beristirahat.
"Nggak. Mau langsung pulang aja deh"
"Yaudah, kami duluan ya"
[name] segera berlari ke arah Megumi. Melambaikan tangannya pada Yuta sebentar kemudian ia membalikkan tubuhnya, membelakangi lelaki yang sedang bertatap wajah dengan Megumi.
"Loh?! Biasanya jam segini lagi 'main' sama adik - adikan kamu"
Yuta tersenyum pasrah. Kakinya terus berjalan hingga pantatnya menemukan tempat untuk mendarat.
Lelaki bersurai platinum mendekat ke arah Maki, perempuan yang baru saja mengejek Yuta.
Setelah mendengar beberapa kalimat, Maki kemudian kembali menaruh perhatiannya kepada Yuta, lelaki yang hari ini nampak suram itu.
"Kamu kenapa?"
Yuta menghela nafasnya perlahan. Tubuhnya diratakan dengan lantai, dua tangannya ia jadikan tumpuan untuk kepalanya.
"Menurut kalian gimana?"
Maki menoleh, begitu pula dengan lelaki ramping yang duduk disampingnya.
"Gimana apanya?"
"[name]. Menurut kalian, dia gimana?"
Yuta menatap langit - langit, menunggu jawaban dari teman - temannya dengan cemas.
Maki menghela nafasnya. Ia kemudian mendekatkan dirinya ke arah Yuta yang mulai memejamkan matanya.
"Kamu mau kita jawab apa, hm? Pendapat baik, atau pendapat buruk nih?"
"Apa aja boleh"
Inumaki Toge, lelaki yang sedari tadi hanya memperhatikan kawannya akhirnya ikut merebahkan diri di samping Yuta.
"[name] itu kan perempuan cantik, masih muda juga, pasti banyak yang suka. Tapi kelihatannya dia cinta banget sama kamu, sampai mau ngerelain masa depannya, buat kamu"
Yuta langsung membawa kedua telapak tangannya untuk menutupi wajahnya. Entah ekspresi apa yang lelaki itu pasang, tapi ia tidak ingin teman - temannya melihat itu.
"Kalau kamu memang gak mau serius sama dia, lebih baik akhiri sekarang. Aku juga perempuan Yuta, aku mengerti perasaan [name]"
Yuta tak bergeming. Ia masih menutup wajahnya sembari memikirkan betul - betul perkataan Maki barusan.
"Pikirkan baik - baik sebelum kamu nyesel" Maki menambahkan.
Toge yang rebahan di samping Yuta bahkan ikut menganggukkan kepalanya, menyetujui pendapat dari Maki.
"Betul"
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Day | F. Megumi, O. Yuta
Fiksi PenggemarAnother day, looking for love. Another day, she wish he could finally love her. Another day, he wish she could leave that bastard. The story of -The girl who can't leave, the boy who can't love- Memperjuangkan cinta itu sulit ya. x reader Mature co...