Setelah hampir satu bulan lamanya Laura tinggal di sini, suara-suara di sekitarnya mulai terdengar biasa saja sekarang, tidak seperti dulu yang selalu membuat dadanya berdetak kencang.
Di pagi yang cukup cerah, dengan duduk di kursi roda ia menatap taman rumah sakit yang begitu menenangkan dimata. Suara ambulan yang baru datang, roda yang bergesekan di lantai, dan suara tangisan, entah tangis bahagia atas kelahiran atau tangis kesedihan atas kematian menjadi backsound nya setiap hari.
Ia berusaha menikmati dan beradaptasi.
"Hei!"
Ia menoleh saat seseorang menepuk pundaknya, lantas tersenyum ketika mendapati gadis kecil dengan upluk di kepala tengah menatapnya ceria.
"Hai, Ana," balasnya.
Gadis yang bernama Ana itu berdiri di depan Laura. "Aku punya kabar baik," beritahunya begitu antusias.
"Wah, apa itu?"
"Kau tahu? Satu minggu lagi aku akan berangkat ke London!"
Laura mengernyitkan dahinya bingung. "Untuk apa?"
"Untuk operasi," jawab Ana, "Mom berkata, sudah ada donor jantung yang cocok untukku. Aku akan segera sembuh, Laura!"
Laura bisa merasakan aura yang sangat bahagia dari anak berumur lima tahun itu, pancaran matanya membuat ia ikut merasa senang. "Selamat Ana. Sebentar lagi impianmu akan tercapai."
Ana mengangguk antusias. "Iya kau benar. Sebentar lagi aku bisa bermain bersama teman-teman sebayaku di taman kanak-kanak. Aku sangat menantikan hari itu."
Ana memang terlahir berbeda dari teman-temannya, ada masalah dengan jantungnya. Disaat anak seusianya bisa bermain berlarian di sekolah, ia harus berdiam diri di rumah. Imunitas tubuhnya sangat lemah. Kelelahan sedikit saja ia bisa sesak lalu pingsan.
Laura mencubit pipi anak itu gemas. "Berarti mulai sekarang kau harus istirahat lebih banyak, kondisi tubuhmu harus benar-benar bagus untuk operasi."
"Itu sebabnya aku kemari," imbuh Ana, "mungkin ini hari terakhir kita bertemu. Mulai besok aku akan menjalani banyak tes dan kestabilan tubuhku harus benar-benar dijaga agar operasinya berjalan lancar. Maafkan aku."
Laura menggeleng sambil tersenyum. "Tak apa Ana, aku paham. Terimakasih sudah menjadi teman bermainku selama di sini."
"Aku juga senang bisa bermain denganmu, kau teman pertamaku." Setelah mengatakan itu, Ana mengeluarkan sesuatu dari tas panda yang selalu ia gendong kemanapun. Sebuah kertas dengan gambar perempuan dewasa dan anak-anak berlatar pantai ia berikan pada temannya itu. "Untukmu, sebagai hadiah perpisahan. Aku menggambarnya semalaman, semoga kau suka."
"Waah, bagus sekali." Laura mengambil gambar itu. "Pantai?"
Ana mengangguk. "Iya. Aku berharap ketika aku dan kau sudah sembuh, kita bisa bermain di pantai untuk membuat istana pasir."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Choice [Slow Update]
RomanceSEQUEL TITIK JENUH! [ Dianjurkan untuk membaca titik jenuh terlebih dahulu ] Singkatnya hidup itu penuh dengan pilihan. Hal yang kamu dapat tergantung sematang apa pertimbanganmu saat akan memutuskan. Jadi, jangan mengambil keputusan saat marah dan...