°
°
°
°
°Setelah panggilan video dengan sang Adik selesai, Miko langsung bersiap-siap untuk mengantar Omanya beribadah.
"Sudah siap Oma?" tanya Miko pada Gracia—nenek dari pihak Daddy-nya.
"Sudah, Ayo!" Graci menggandeng cucunya dengan semangat. "Kamu hanya perlu mengantar Oma saja, nanti Opa-mu yang akan menjemput. Kebetulan dia pulang hari ini."
Miko mengangguk, ia membukakan pintu mobil untuk sang Oma. "Opa masih sering ikut Om dinas Oma? Apa gak takut kenapa-kenapa, kan Opa udah tua."
Oma tergelak mendengarnya. "Wenn dein Großvater es hört, kannst du gehängt werden. Er, richtig, weigert sich, alt genannt zu werden," ujar Gracia ketika mengingat seberapa narsistik sang suami.
(Jika kakek-mu mendengar, bisa digantung kamu. Dia, kan, menolak dipanggil tua)
Ringisan keluar dari bibir Miko, ia lupa perihal sifat kakeknya itu. Padahal sudah memiliki cucu sebesar dirinya tapi tetap tidak ingin dipandang tua. Sekarang saja saat sudah pensiun, beliau masih kekeh ingin ikut bersama Omnya ke luar kota untuk memantau proyek.
"Persis seperti Daddy, udah tua masih aja menghamili umi," cicit Miko seketika teringat pada Sang Daddy.
"Obst fällt nicht weit vom Stamm."
(Buah jatuh, tidak jauh dari pohonnya)
Miko setuju dengan Omanya. Bak pinang dibelah dua, itulah kakek dan Daddy-nya. Ah, membicarakan Uminya membuat ia rindu pada wanita tersayangnya itu. Perutnya pasti sudah lebih lebih besar dari saat terakhir Miko melihat dari foto yang Uminya kirimkan.
Miko memang sudah menerima kalau diusia sebesar ini akan mendapatkan seorang bayi kecil sebagai adiknya, mau bagaimana lagi ia harus berlapang dada. Padahal mah seharusnya bayi itu keluar dari istrinya, sebagai anaknya dan tentu saja sebagai cucu di keluarganya. Tapi apalah daya, ia memiliki Daddy yang masih aktif di usia tuanya.
Ketika sudah sampai di gereja, ia langsung turun dan membantu Omanya berjalan untuk masuk ke gereja. Setelah memastikan Omanya aman, Miko langsung pamit untuk pulang.
Drrrt ..
Suara dering pesan menghentikan pergerakannya yang akan menyalakan mesin mobil. Miko langsung membuka pesan yang ternyata dikirim oleh Helen.
Dateng ke rumah, opa sama Oma mau ngomong tentang niatan lo. Gue lagi ajak Laura jalan biar kalian enak ngobrolnya.
Miko tersenyum tipis, ia pikir Helen tidak akan membicarakan itu pada keluarga mereka, tapi ia tahu sekeras kepala apapun Helen, dia pasti menginginkan yang terbaik untuk saudaranya.
Tak ingin membuang waktu, ia segera bergegas ke rumah gadisnya.
Dan di sinilah ia sekarang, berhadapan dengan Nenek, Kakek, Om dan Tante Laura.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Choice [Slow Update]
RomanceSEQUEL TITIK JENUH! [ Dianjurkan untuk membaca titik jenuh terlebih dahulu ] Singkatnya hidup itu penuh dengan pilihan. Hal yang kamu dapat tergantung sematang apa pertimbanganmu saat akan memutuskan. Jadi, jangan mengambil keputusan saat marah dan...