23.15 WIB
Sunyi, hanya suara detik jam yang berbunyi bergantian dengan desahan napas yang beberapa kali terhembus karena lelah pada keadaan. Kaca di luar jendela nampak basah oleh gerimis dan Aji masih setia berdiri mematung dari balik jendela apartemennya di lantai 8.
Sudah hampir tiga tahun berlalu sejak Aji dan Brisya resmi bercerai dan hingga detik ini pun Aji masih saja tak rela. Kebodohannya kala itu membuat Brisya marah besar, hasil DNA sialan itu pun tak berpihak padanya.
Sedih? Pasti.
Frustasi?? Tentu.
Dua bulan Aji mengurung diri dan enggan untuk melanjutkan hidup. Tapi ternyata di saat terpuruk justru Haris lah yang menyelamatkan nyawa Aji saat ia memutuskan untuk bunuh diri dengan mengiris nadinya. Harislah yang menggendong Aji dan membawanya ke rumah sakit. Awalnya Aji marah saat tau usaha bunuh dirinya gagal namun saat melihat twins yang datang menjenguknya kala itu dan melihat betapa miripnya bayi lelaki di hadapannya dengan Haris saat itulah amarah Aji meluntur.Haris dan Brisya tetap menjalin komunikasi yang baik dengan Aji hingga detik ini. Meski terkadang Aji masih saja memimpikan Brisya dan berharap wanita itu kembali padanya.
Sesekali Aji pergi traveling untuk melepas penat atas pekerjaannya yang tak pernah habis. Ia menikmati kesendiriannya dan lebih memilih untuk sibuk dengan pekerjaan dari satu kota ke kota lain untuk mengunjungi beberapa cabang Restoran keluarga yang telah dirintis oleh orang tuanya.
Sempat beberapa kali terpikir di benak Aji untuk bersenang-senang dengan wanita namun entah mengapa hatinya justru semakin hampa. Ia menikmati rayuan beberapa gadis cantik di club yang sesekali ia datangi, namun Aji tak menampik bila hal itu sama sekali tak menggetarkan hatinya. Usai bercinta dengan gadis-gadis bayaran itu maka hatinya akan kembali kosong, ia tak lebih baik dari mayat hidup. Bernafas, makan, tidur, bercinta dan bekerja.
Dan gadis sialan itu, yang menghancurkan pernikahannya entah berada di mana dia sekarang. Terakhir kali Aji bertemu dengan Stevany saat gadis itu nekat datang ke apartemen untuk mengunjunginya. Dan sialnya, Brisya datang di saat yang bersamaan.
Meski kejadian di malam itu sepenuhnya salah Aji, namun entah mengapa saat di interogasi oleh Brisya justru ia tak mengakuinya. Aji malah menuding wanita itu merayunya dan mengatakan hal-hal buruk padanya. Mungkin itulah sebabnya gadis itu akhirnya pergi dan tak sekalipun terlihat lagi. Stevany bahkan tak membela diri, membuat Aji semakin merasa bersalah.Kringggggg .....
Aji tersentak dan menolehi ponselnya yang tergeletak di meja. Ia mengawasi arlojinya cepat, siapa yang menelfonnya tengah malam begini??
Deretan nomor asing nampak di layar ponselnya, siapa?
Aji meraih ponselnya ragu dan menarik napasnya dalam sebelum kemudian menerima panggilan itu."Hallo," sapa Aji ragu, namun tak ada sahutan.
Aji mengawasi ponselnya heran, telefonnya masih tersambung namun tak ada suara apapun."Hallo siapa ini?" tanya Aji lagi penasaran.
Masih sunyi tak terdengar apapun.Aji memutuskan sambungan telefon itu dan melempar ponselnya ke meja nakas. Besok ia akan keluar kota untuk mengecek cabang restoran keluarganya, mungkin baiknya Aji beristirahat. Ia beranjak masuk ke kamar dan berebah perlahan. Dan entah untuk keberapa ribu kalinya Aji mulai merindukan Brisya, sangat.
Andai waktu bisa di putar kembali, mungkin Aji tak akan segegabah itu. Ia sangat menyesali semua yang telah terjadi di hidupnya beberapa tahun belakangan ini. Namun semakin Aji menyesal, rasa sakit itu semakin membunuhnya.
Perlahan Aji meraih ponsel yang ia lempar ke meja nakas dan membuka galeri. Ia mencari foto twins yang ia simpan di folder khusus yang ia beri nama "My King & My Queen". Si tampan Noa yang gembul dan si jelita Nia yang cerewet. Seutas senyum tersungging di bibir Aji saat teringat terakhir kali ia menelefon twins minggu lalu, Noa yang masih belum lancar berbicara selalu antusias tiap kali Aji menelefon mereka, pun begitu Nia yang wajahnya selalu mendominasi layar ponsel selalu mengoceh dan bercerita tanpa diminta. Secuil penyesalan kembali membuncah di hati Aji, banyak kata 'seandainya' yang ingin ia ungkapkan pada Tuhan, namun sia-sia karena kini hartanya yang paling berharga telah pergi.
Setelah puas melihat foto twins, Aji kembali meletakkan ponselnya di meja dan menutup mata. Ia mulai mengantuk, rasa rindunya pada twins sedikit terlampiaskan melalui foto-foto yang rutin Haris kirimkan beberapa hari sekali.
Entah sudah berapa lama tertidur, getaran ponselnya di meja nakas membuat Aji terpaksa membuka mata. Ia meraba benda pipih kotak miliknya dan memperhatikan deretan nama yang muncul di layar.
No name is calling ...
Aji mengerutkan kening sembari menghembuskan napasnya lelah. Siapa sih yang sudah usil menelefonnya di jam rawan seperti ini.
"Halo!" bentak Aji kesal. Namun tak ada sahutan dari ujung sana.
"Ini siapa, sih? Saya laporin ke polisi baru tahu rasa!" sungut Aji murka.
"Halo! Halo!" teriak Aji memaksa, ia hanya ingin tahu siapa yang telah menggangu tidurnya beberapa malam ini.
Saat tak terdengar suara apapun, akhirnya Aji memutuskan sambungan telefon dan menon-aktifkan ponselnya. Dengan napas memburu emosi karena dikerjai, Aji bangkit dari tempat tidurnya dan melangkah lebar ke kamar mandi. Sekilas ia melirik jam di atas meja kerja, jam 3 dinihari. Baguslah! Sekalian saja ia tak usah tidur hari ini!
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Be Mine!
RomanceSetelah hampir separuh usianya mencintai Brisya, mampukah Aji mencintai wanita lain setelah takdir tak menyatukan cintanya? Merelakan Brisya hidup bahagia dengan lelaki pilihannya adalah fase paling menyakitkan bagi Aji. Hidupnya yang mononton sejak...