Pagi Hari di rumah Mama

454 65 3
                                    

Nona bukanlah tipikal morning person, berhubung dia sedang di rumah mertua sebisa mungkin Nona menjaga image. Semalam begitu Leon selesai menghabisinya, Nona tidak sempat membersihkan diri karena terlalu mengantuk. Beruntung alaram dari ponsel yang ia setel otomatis bisa membangunkannya. 

“Loh nak, kamu kok udah di dapur baru jam segini?” tanya Mama.

“Aku enggak bisa tidur lagi Ma, maaf ya dapurnya aku berantakin,” bohong banget pikir Nona, padahal dia biasanya kalau tidak dibangunkan oleh Leon juga belum bangun. Mengingat itu seketika Nona meringis. 

“Yang namanya dapur ya pasti berantakan, namanya juga dipakai.” Ucap Mama memindai tubuh menantunya. 

Sebagai orang yang lebih dulu berumah tangga Mama bukan tidak mengerti jika alasan menantunya ini bangun lebih awal adalah karena kegiatan semalam yang ia lihat. Mama dapat melihat rambut Nona yang masih lembab dan juga, astaga tanda itu. Mama bergidik ngeri, tidak menyangka anak lelakinya sebrutal itu. 

Sebenarnya pada saat itu Mama hanya ingin memberitahu Leon jika mobilnya belum dimasukkan ke garasi. Meski area rumah termasuk komplek yang aman, tetap saja Mama tidak suka jika bunga-bunga mahalnya terhalang oleh mobil Leon. Tapi begitu dia sampai di kamar Leon, Mama malah mendapati pemandangan yang tidak senonoh. Mana pintunya tidak terkunci, dasar anak jaman sekarang, tidak tahu tempat. 

“Mama mau sarapan apa nanti?” pertanyaan tersebut menghentikan lamunan Mama.

“Mama ikut apa yang kamu buat aja deh, toh Mama juga udah lama enggak cicip masakan kamu yang super enak.” 

“Mama bisa banget ngomongnya, padahal Mama sama Papa koki handal. Kalau sama masakan aku pasti gak ada apa-apanya,” 

Mendengar pujian dari mantunya Mama tersenyum lebar. Salah satu dari sekian banyak alasan kenapa Nona mau menikah dengan Leon adalah karena latar belakang keluarganya. Keluarga Leon memiliki usaha dibidang kuliner, kedua mertuanya merupakan koki handal, bahkan beberapa bulan yang lalu mereka menambah cabang baru, bekerja sama dengan pihak hotel berbintang. 

Mama yang lebih fokus di dessert nya, sedangkan Papa ke makanan lainnya. Nona seringkali mencari alasan untuk bisa mencicipi makanan yang diolah mertuanya. Katanya tidak ada yang bisa menandingi masakan yang dibuat tangan mereka. Tentu saja Mama dan Papa senang mendengarnya, oleh karena itu mereka juga tidak perhitungan ketika Nona menghabiskan banyak makanan yang mereka buat. 

Nona sempat dibuat kaget mengetahui jika mertuanya juga memiliki usaha PUB, karena dibayangannya tempat seperti itu bukanlah tempat yang dapat dikatakan baik, tapi Leon menerangkan padanya jika apa yang dilihat buruk bukan berarti jelek. Pun sebaliknya. Toh tempat itu sudah memiliki izin dan legal. 

Leon menerangkan jika usaha tersebut diperuntukkan bagi orang dewasa yang lelah sepulang bekerja dan butuh penghiburan. Leon juga menerangkan jika di sana tidak ada perempuan-perempuan yang menjual dirinya. Mendengar itu Nona hanya manggut-manggut, tidak terlalu ambil pusing, toh tempat itu bukan tempat biasa yang ia kunjungi begitu dia menginginkan masakan mertuanya. 

“Mama enggak merasa sepi kalau Papa enggak di rumah?” tanya Nona. 

Begitu mendengar pertanyaan dari mantunya, Mama menyeringai, “ya sepi sih, apalagi Mama cuman berdua sama Papa. Bik Ila juga kalau weekend libur. Yura sibuk sama keluarganya.”

“Iya ya Ma, aku ngerti kok gimana rasanya. Kadang aja kalau mas Leon ke luar kota rumah berasa sepi banget.” Tutur Nona sambil menyiapkan sarapan.

“Nah iyakan nak, coba aja kalau kita tinggal bareng pasti gak bakalan ngerasa sepi.” Raut wajah Mama dibuat sendu, mencari perhatian pada mantu. “Coba deh kamu bujukin Leon supaya mau tinggal di---”

“Ehmm …” Leon sengaja batuk agar sang Mama tidak melanjutkan perkatannya. 

“Mas udah bangun?” Nona menghampiri suaminya sambil membawa segelas air. Nona pikir tenggorokan suaminya pasti kering makanya ia batuk. Seketika ia lupa dengan obrolan mereka.

“Makasih sayang,” kata Leon meminum air yang Nona bawa, tidak lupa mengecup pucuk kepala Nona. 

“Sama-sama mas,” 

Leon tersenyum mengejek pada sang Mama. Apa-apaan itu, menyuruh Nona untuk membujuknya. Oh jangan harap. 

Wajah sendu Mama seketika berubah sebal, kesal juga lama-lama dengan anak sendiri. Padahal kan Mama hanya ingin ditemani di rumah besar ini. Mama kira satu-satunya orang yang bisa diajak kompromi adalah Nona, apalagi perkara Leon anaknya. Mama tahu jika Leon tidak bisa menolak permintaan istri mungilnya itu. 

“Mas mau mandi dulu atau mau apa?” tanya Nona. 

“Mau kamu,” jawab Leon sekenanya.

Seketika Nona memerah, malu mendengar ucapan Leon. Dan Leon suka itu.

“Hih dasar kadal buntung.” Ucap Mama pergi sambil menghentakkan kaki kesal. Gagal sudah rencananya menghabiskan waktu dengan mantu. 

“Dih kenapa deh Mama?” tanya Leon meledek. 

“Mama bilang tadi kadal buntung mas, di rumah ini ada kadal ya?” 

Seketika tawa Leon pecah mendengar pertanyaan istrinya. Ingin rasanya jika istrinya ini tidak tahu apa-apa. Biar dia bisa menghabisinya. Astaga Leon sadar. 

“Bukan apa-apa sayang, Mama cuman kesal kalah arisan. Dah yuk mandi.” Ajak Leon.

Nona menggeleng, “aku udah mandi, gak mau lagi. Aku capek.” 

Aduh, kalah start pikir Leon. 

"Gak mau, udah mandi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gak mau, udah mandi."

"Haduh, kalah start

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Haduh, kalah start."

MaternityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang