Hari ini sudah terhitung sepuluh hari sejak Nona tinggal di rumah Ibu, sungguh membuat Leon tersiksa. Untuk mengurangi kerinduannya Leon bahkan bisa berkali-kali menghubungi istrinya meski tidak ada yang dibahas, katanya dengan melihat dan mendengar suara Nona sudah mampu mengurangi kerinduan dari seorang Leon.
“Selamat sore Bapak Cleon,” sapa Bima. “Et buset dah, itu muka apa keset, kusut bener.”
Leon tidak menanggapi, ia terus fokus pada dokumen-dokumen yang entah sejak kapan menurutnya tidak berkurang.
“Gimana keadaan Bini lo?”
Mendengar istrinya ditanya, Leon segera menoleh, “buat apa lo nanyain bini gue?”
“Masih di rumah mertua?” Bima bertanya balik.
Leon menangguk menanggapi pertanyaan Bima.
“Anak-anak pada nanyain lo tuh, sejak lo merit udah jarang banget kumpul bareng kita,”
Leon menyetujui hal tersebut, tapi mau bagaimana lagi. Sekarang ia tidak seorang diri ada Nona dan calon anak yang akan menjadi prioritasnya.
“Nah, mumpung bini lo lagi di rumah mertua, bisa kali kita kumpul. Janji deh cuma minum aja.”
Leon menimang, “enggak deh, gue mau ketemu sama Nona.”
Bima berdecak malas, “Ya ampun bentaran doang, lagian bini lo gak bakalan kemana-mana, toh juga dia gak bakal tahu kalau lo minum-minum.”
“Bener sih, tapi ya memang gue aja yang gak mau.”
Bima berdecak malas, “Plis, gak akan lama kok, janji deh gue.”
Setelah menimang akhirnya Leon menyetujui, “oke, gue hubungin istri gue bentar.”
“Siap pak bos!” Bima menangguk puas.
*
“Kamu mau dibawain apa nanti sayang?” tanya Leon pada istrinya.
“Aku enggak mau apa-apa, kalau beneran masih sibuk gak usah ke sini aja deh mas.” Jawab Nona.
“Loh kok gitu, kan aku udah janji sama kamu, lagian aku kangen loh sama kamu. Kamu memang enggak kangen sama aku?” tanya Leon lagi.
“Maksud aku enggak gitu, nanti kamu kelelahan. Ketemunya besok-besok aja. Have fun ya.” Lalu Nona memutus sambungannya begitu saja.
Leon mengerutkan kening begitu panggilannya diputus secara sepihak oleh istrinya. Perasaan sebelum Leon meminta izin untuk kumpul bersama temannya pada Nona, istrinya itu baik-baik saja, suaranya pun terdengar antusias menyapanya. Kenapa sekarang jadi seperti ini?
Saat ia mencoba menghubungi kembali terdengar seseorang menyapanya, “hai Le?”
Leon segera menoleh, memasukkan ponselnya disaku celana tidak jadi menghubungi istirnya.
“Sendirian aja?” tanya wanita itu kembali.
“Enggak, gue bareng anak-anak.” Jawab Leon sekenanya.
“Aku boleh duduk, gabung di sini?”
Mendengar kata aku yang diucapkan wanita itu membuat Leon berdecih, hello siapa ya? Sok kenal. Pikirnya.
“Duduk aja, lagian ini tempat juga bukan gue yang punya.”
Wanita itu tersenyum kecut, meski begitu ia tetap duduk. Kenapa rasanya begitu canggung, bukankah mereka dulu pernah lebih dari sekadar dekat. Rena memandang Leon dengan tatapan sama seperti dulu, Leon yang pernah mengisi hari-harinya. Tapi sayang tatapan yang Leon berikan padanya tidak seperti Leon-nya yang dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maternity
RandomMemang sih Leon sudah lama menanti kehadiran bayi untuk mereka. Tapi ternyata tidak semudah seperti saat dia menembakkan sel-sel supernya ke dalam rahim sang istri. Terbukti saat di mana Nona dinyatakan hamil, ada saja hal luar biasa yang terjadi. ...