Edelweiss | Pagi yang buruk

39 6 0
                                        

Rana Anjayna Prasenja, alias pemilik nama panjang yang kerap kali dijadikan bahan plesetan menjadi anjay, lupa bagaimana awal pertemuannya dengan sosok manusia bernama Shaka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rana Anjayna Prasenja, alias pemilik nama panjang yang kerap kali dijadikan bahan plesetan menjadi anjay, lupa bagaimana awal pertemuannya dengan sosok manusia bernama Shaka. Yang dia ingat dulu hanyalah dirinya sangat tidak menyukai Shaka dikarenakan cowok itu memang sudah terkenal dengan gelar bermulut kolak pisang.

Pasti pada bertanya-tanya apa maksud bermulut kolak pisang kan? Jadi, filosofi ini mulanya diberikan oleh Haikal setelah bertahun-tahun lamanya berteman dengan Shaka dan mengamati sikap cowok itu.

Meskipun masih kecil Shaka sudah mewarisi sifat brengsek Papanya yang playboy. Tapi bedanya di sini adalah cara mereka menjadi playboy. Jika Gilang dulu langsung memacari para cewek yang menyatakan cinta padanya, Shaka tidak. Cowok itu malah dengan brengseknya semakin gencar membuat cewek-cewek yang menyukainya mengelepar-ngelepar dengan pesonanya tanpa berniat memacari. Hal ini Shaka lakukan agar jika dia bosan dengan cewek itu, tak perlu ada drama putus, Shaka akan sesuka hati meninggalkannya. Karena sikapnya yang itu Haikal membuat persamaan antara Shaka dan kolak pisang. Ibarat kolak pisang, cewek yang menyukai Shaka itu adalah semutnya.

Namun, dari sekian banyaknya cewek, hanya ada satu cewek yang sulit Shaka taklukkan. Cewek itu adalah Rana, satu-satunya orang di sekolah yang terang-terangan menunjukkan rasa tidak sukanya pada Shaka. Tentunya hal itu membuat Shaka berpikir-pikir apa Rana ini sudah gila karena membenci pahatan Tuhan seindah dirinya?

Awalnya Shaka tidak mau ambil pusing. Sampai akhirnya di hari Shaka menang kompetisi piano nasional, dia berniat mentraktir temannya satu angkatan. Hari itu biaya makan di kantin dia tanggung untuk murid kelas 7.

Berbeda dengan teman-temannya yang sangat senang, Rana malah tidak. Cewek itu kukuh untuk membayar sendiri saat memesan bakso di kantin.

"Nggak papa, Neng. Semua anak kelas tujuh di sini juga makanya pada dibayarin Mas Shaka," ujar penjual bakso saat itu.

"Nggak mau. Saya bayar sendiri aja deh, Bu." Rana meletakkan uang itu dan berlalu begitu saja.

Shaka yang diam-diam memperhatikan itu pun tidak tahan juga. Lantas dihampirinya Rana yang sedang menikmati baksonya.

"Kamu nggak tau kemarin aku menang kompetisi piano nasional?" tanyanya.

Tanpa melihat Shaka, Rana mengangguk. "Tau."

"Tadi pagi aku juga ngumumin ke semua kelas tujuh kalo aku bakal traktir mereka hari ini. Kamu dengar kan tadi aku bilang gitu?"

"Iya."

"Terus kenapa kamu makan bayar sendiri?"

"Karena aku nggak mau kamu traktir." Balasan Rana ini cukup mengagetkan Shaka. Sudah ia duga jika Rana memang tidak suka padanya.

"Kenapa nggak mau?"

"Emang wajib nerima?"

"Kamu tau nggak perusahaan Anintama Design yang gede dan terkenal banget itu? Aku anaknya yang punya tuh perusahaan. Aku tervertifikasi kaya. Jadi kamu nggak perlu khawatir aku traktir pake uang haram," jelas Shaka dengan senyum sombongnya. Ah, terkadang Shaka merasa sangat bangga bisa menjadi anak seorang Gilang Gwentama, pria tampan sekaligus banyak uang itu.

Edelweiss Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang