Edelweiss | Permintaan Shaka

22 5 0
                                        

Happy Reading ❤

***

Dibandingkan Rana yang sibuk mengomel, Shaka lebih memilih membungkam rapat mulutnya manakala suara melengking Rana terus saja membuat indra pendengarannya sakit.

"Shaka!"

Masih dengan tatapan nyalangnya, Rana menggeram dengan respon Shaka yang seolah menganggap segala ocehannya dari tadi hanya angin lalu. Padahal dirinya sampai rela membolos lagi hanya untuk menyelesaikan persengketaan ini dengan Shaka.

Iya, hebat kan Rana? Tidak pernah membolos, tapi sekalinya membolos malah tiga pelajaran sekaligus. Mana jadwalnya mapel peminatan semua lagi. Kalau saja Ayahnya tahu alasan dia membolos di tiga mata pelajaran, Rana pasti akan diceramahi selama seharian penuh.

"Shakaaa! Lo jangan diem aja dong! Jawab gue kenapa lo ngakuin gue jadi pacar lo di depan Desi?" Ia menggoyah-goyahkan kedua lengan Shaka.

Kalau ditanya setelah sekian lama menyukai cowok itu, apakah Rana tidak senang diakui sebagai pacarnya, jawabannya senang. Teramat sangat senang. Tapi, di sisi lain Rana juga bingung. Bukannya Shaka suka Mika? Lalu kenapa tadi cowok itu tiba-tiba mengakuinya sebagai pacar? Rana yakin, pasti ada alasan khusus kenapa Shaka mengakuinya sebagai pacar.

"Shaka, lo tuh––"

"Ck! Lo bisa diem nggak sih, Ran?! Gue juga nggak tau apa yang gue pikirin waktu ngakuin lo sebagai pacar gue! Gue refleks dan terpaksa!" ungkap Shaka sembari melemparkan kapas yang ia gunakan untuk mengobati luka Rana. Iya, Shaka dari tadi tidak sepenuhnya diam. Hanya mulutnya saja, tapi tangannya bergerak mengobati luka Rana lantaran jatuh. Ini juga yang menjadi penyebab Pandu menggendong Rana tadi.

"Maksudnya?"

Shaka yang tadinya berjongkok di depan Rana kini ikut duduk di samping cewek itu. "Ya gue terpaksa ngakuin lo sebagai pacar gue karena gue udah muak sama tingkah Desi. Lo tau sendiri kan selama ini gimana terobsesinya Desi jadi pacar gue? Dia bahkan sering banget nguntit gue, Ran," jelasnya.

"Ya terus hubungannya sama lo ngakuin gue pacar lo apa?" tanya Rana masih tidak puas.

"Desi bilang kalo gue punya pacar dia nggak bakal ganggu gue lagi. Karena tadi yang ada di pikiran gue, gue cuma pengen lepas dari pantauan Desi, makanya begitu lihat lo langsung terbesit di benak gue buat ngakuin lo sebagai pacar gue."

Rana mengangguk paham. Oke, kini dirinya dapat menerima alasan cowok itu mengklaimnya sebagai pacar di depan Desi tadi. Bersamaan dengan itu sebuah ide melintas di otaknya. "Oke, anggap aja tadi gue lagi nolongin lo yang butuh bantuan. Dan sekarang gue tau gimana caranya ngebalikin ke keadaan semula," katanya membuat Shaka mengernyit.

"Gimana?"

"Lo harus buat pengumuman kalo lo sama gue nggak pacaran. Gimana?"

Pupil mata Shaka melebar. "Apa?! Maksud lo gue harus ngaku kalo omongan gue tadi cuma bohongan?!"

Rana mengangguk.

"Nggak! Gila lo?! Itu sama aja menjatuhkan harga diri gue. Ditambah lagi kalo si Desi sampe tau. Bisa-bisa dia langsung nuntut gue buat pacarin dia saat itu juga!" tolak Shaka mentah-mentah.

"Ya lo jujur aja kalo lo sukanya sama Mika. Atau kalo perlu, lo ngaku Mika adalah pacar lo yang sebenernya."

"Ogah! Yang ini malah lebih buruk, Ran. Ntar yang ada Mika malah marah dan jauhin gue. Lo tau kan, kalo Mika nggak suka kebohongan. Gue pernah dulu bohong sekali sama dia, dan ketahuan. Terus abis itu gue di diemin dua hari. Kalo gitu caranya kemungkinan gue bisa balikan sama Mika pupus dong."

Edelweiss Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang