25. Menangisi nya

7 4 0
                                    

"Dia cinta pertama ku"

Dhumm..
Hati Asyima seperti tertusuk beribu belati. Hatinya sangat perih mendengar pengakuan tersebut.

"Nisa, wanita pertama dalam hidup ku setelah bunda" sambung Kabir. Asyima yang tadinya menatap Kabir dengan mata yang berkaca-kaca, memalingkan wajahnya mencoba menjernihkan pikiran agar tidak memikirkan macam-macam dan agar air mata nya tidak tumpah.

Ternyata, bukan hanya Asyima yang merasa sakit. Kabir juga merasakannya, bahkan dia lebih sakit saat mengingat orang yang sangat disayanginya pergi tidak akan pernah kembali.

"La-lalu sejak kapan ka-mu mengenalnya?" Tanya Asyima. "Dari dulu kami sudah dekat, bisa dikatakan kami bersahabat udah dari kecil. Dimana pun aku berada pasti ada dia begitu juga sebaliknya".

"Suka dan duka kami lewati bersama. Dia sangat cengeng dan cerewet, namun sangat manis dan baik hati. Dia sering ngatur-ngatur aku gak boleh inilah gak boleh itulah. Kesel sih tapi aku senang".

"Pernah sekali dia datang menemui ku sambil nangis, karena es krim nya jatuh. Padahal udah ku ganti namun tetap saja tidak mau berhenti nangisnya" Kabir tersenyum membayangkan nya. Walaupun tersirat luka yang dalam.

"Aku merindukannya" lirih Kabir menatap matahari yang mulai terbenam.

"Sakit, hatiku sakit ya Allah. Jika memang dia mencintai orang lain kenapa Engkau mentakdirkan nya untuk ku". Batin Asyima meneteskan air mata dan dengan cepat ia menghapusnya.

Semua itu tidak jauh dari penglihatan Kabir. Namun dia tidak bisa apa-apa, bagaimana pun dia harus menceritakannya.

"Lalu, dimana dia sekarang?".

"Dia berada jauh dari jangkauan ku, dia pergi tanpa menepati janjinya, meninggalkan beribu luka tanpa meninggalkan penawar. Dia pergi Asyima, dia pergi tidak akan kembali" untuk pertama kalinya Asyima melihat Kabir serapuh ini.

"Aku sangat merindukanmu".

Kabir menangis dalam dekapan Asyima. Kabir yang sedingin es, sekeras batu, si pemilik mata tajam. Menangis didepan orang yang pernah sangat ia benci.

Hal yang tidak pernah Asyima sangka, Kabir menangisi seorang gadis. Sebegitu sayangnya Kabir terhadap nya.

"Siapa dia sebenarnya, mengapa aku juga merasa sakit melihat Kabir menangisi nya seperti ini" batin Asyima mengelus punggung Kabir menenangkannya. Terlihat bahu Kabir yang masih naik turun menandakan tangisannya belum reda.

Kabir mengangkat kepalanya lalu menatap Asyima. "Maaf Asyima, aku menangis didepan mu".

"Tida apa-apa aku paham, dia adalah wanita yang sangat spesial".

"Maaf jika aku egois, sebenarnya aku juga ingin sepertinya yang mendapatkan ruang khusus dihatimu"  batin Asyima.

Setelah menikmati senja yang indah, mereka berdua pergi dari sana karena sebentar lagi akan magrib. Didalam mobil mereka berdua hanya diam sibuk dengan pikiran masing-masing hingga sampai ke rumah.

***

Di sekolah

"Hari ini ada pemilihan OSIS baru, mungkin aku akan pulang terlambat" ucap Asyima duduk di kantin bersama Kabir, sedangkan teman-temannya berada dimeja lain tepat disamping mereka.

"Baiklah, akan ku tunggu" sahut Kabir santai. "Ehh tidak usah, mungkin akan sangat lama".

"Aduh duh.. andaikan ada juga yang setia menunggu ku" sahut Ami menggoda Asyima.

"Eh Aya, sepertinya teman lo sakit kenapa gak lo bawa UKS" ucap Kabir membuat Ami melotot, sedangkan Asyima hanya terkekeh melihat ekspresinya Ami.

"Hai bro, gue boleh duduk di sini gak" tiba-tiba saja Rio datang entah dari mana.

Tidak akan terlupakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang