#5

945 149 71
                                    

Chapter 5
The Ashen Operation

“Jadi, di sini tempatnya?” Naruto menatap tangga menuju bawah tanah. Sebuah tempat tersembunyi di salah satu gang sempit Kota Sunhill. Sebelumnya, Hermes berkata dia membeli informasi Athena di sebuah pasar gelap, tetapi dia tidak yakin apakah ini adalah tempat yang sama.

Tempat itu terdiri dari ratusan anak tangga, dinding batu bata yang dibiarkan berlumut, dan Paving persegi yang menutupi seluruh jalan berkelok. Tidak ada lampu sebagai penerangan karena kabel-kabel listrik telah terputus sejak lama.

Tanpa berbekal alat penerangan, anehnya, Hinata mampu memimpin jalan. Melalui lorong gelap yang sesekali terdengar suara kucing liar  mengerang dan tetikus yang mengkerat ke dalam sarang. Menyayat keheningan.

Mereka masih harus berjalan sekitar tiga puluh menit  hingga tiba pada sebuah loket—tepatnya—ruangan portabel yang mirip toilet kumuh di pinggiran kota.

“Kata sandinya, tolong!” seorang pria berbicara, menunduk pada loket untuk mengonfirmasi tamu.

“Belalang di musim panas menari-nari, jangkrik meringik, dan katak melompat.”

Si penjaga loket memberikan sebuah kartu berwarna emas; yang lebih mirip kartu pas hotel berbintang.

“Silakan masuk, Nona. Jangan lupa menggandeng temanmu agar tidak tersesat.”

Naruto menaikkan salah satu alisnya, terganggu akan kata ‘menggandeng’ yang diucapkan penunggu loket. Sementara Hinata tidak ambil pusing. Dia memimpin untuk memasuki pasar bawah tanah.

Tempat itu benar-benar berada jauh di bawah. Butuh waktu sekitar sepuluh menit menapaki tangga dan lorong sempit. Namun, berbanding terbalik dengan perkiraannya, pasar bawah tanah tidak terlalu buruk. Terdapat banyak ruko berjejer di antara jalanan sempit yang hanya diterangi cahaya remang. Menjajakan berbagai macam barang, mulai dari senjata, obat-obatan, buku-buku yang tidak lagi dijual, barang antik, hingga alat elektronik.

“Tahan keinginanmu untuk menggunduli tempat ini,” Hinata berbicara. Memperingatkan Naruto sebelum pria itu menarik senjatanya ke luar.

Naruto menahan tangannya sesuai perkataan wanita itu. Dia tahu, keberadaannya di sini bukan sebagai aparatur negara, melainkan pelanggan yang ingin menggali informasi.

“Jika ada yang bertanya, katakan kalau kau adalah temanku.”

“Yang mana itu?”

“Apanya?”

“Namamu.”

“Athena. Sebut nama kodeku, maka mereka tidak akan mendekatimu.”

Naruto menatap Hinata sejenak, ingin sekali bertanya bagaimana wanita itu menggunakan nama kode Athena di tempat seperti ini, tetapi tidak melakukannya. Dia paham ada kapasitas untuk tidak bertanya sekarang mengingat di mana mereka.

Pusat informasi bawah tanah terdapat di tempat bernama Moza. Sebuah bar bergaya retro dengan furnitur-furnitur kayu. Lampunya sendiri diletakkan di sebuah wadah sedemikian rupa hingga menyerupai lampu minyak era kekaisaran.

Hinata duduk di salah satu meja, memesan dua gelas Cognac. Sementara radarnya memindai sekitar hanya dalam sekali tatap—di mana—tak luput dari perhatian pria di depannya. Naruto tahu bahwa tingkat fokus Athena berada di tingkat paling ekstrem saat ini. Mata kristal wanita itu berkedip pelan, seolah menjadi bius mematikan. Tidak akan ada manusia konyol yang akan mendekatinya jika sudah memasang ekspresi begitu.

Sedangkan tidak butuh waktu lama bagi pelayan mengantar pesanannya, yang serta merta membuat Hinata mengubah ekspresinya menjadi wanita ramah.

Hinata menyesap minumannya pelan, menikmati sentuhan di dalam kerongkongannya sambil membaca nota.

Code: AthenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang