Rebellion of The Outcasts

247 34 15
                                    


Hampir sudah dua jam, sebagian dari pihak elf tumbang. Sisa dari pasukan mundur karena kekalahan yang tak terelakkan.

"Kak Heeseung belum datang juga," celetuk Jungwon berdiri sambil mengamati orang-orang mansion mengangkat elf tak sadarkan diri ke ruang bawah mansion.

"Won, bantu saja bisa tidak?" tanya Jake menghela napas setelah berkali-kali mendengar Jungwon mengeluarkan seluruh pemikiran bingung dan khawatirnya.

Jungwon turut menghela napas, melirik tubuh yang masih tertidur disebelahnya. Memikirkan Heeseung adalah jalan untuk kesadaran yang paling muda. Tentu saja, tentang Heeseung yang mampu menahan racun menjadikan nya petunjuk kecil.

Merasa berat saat mengangkat tubuh diluar kemampuannya. Seseorang lantas bantu meringankan beban Jungwon.

Jay menarik alisnya bingung saat, Jungwon melirik dan menatapnya diam. Keduanya kembali berjalan mengangkat elf tersebut.

"Tahan sebisanya saja, jika nyawa anak itu melayang sebelum Kak Heeseung datang, maka itu takdir dari kuil agung," celetuk Jay.

Jungwon lagi-lagi menghela napas, menemui ruangan kecil untuk para elf yang tersisa. Meletakkan korban terakhir dari kegilaan tiga manusia yang lebih tua darinya.

"Melelahkan!" ucap Jungwon merenggangkan tangannya.

Sunoo saat ini sedang memberikan setiap elf setetes ramuan kejujuran. Meski pikiran mereka sadar, efeknya akan mengendalikan mereka secara tak sadar. Dikatakan bahwa langkah ini sangat membantu kebijakan sementara.

Sunghoon sedaritadi terdiam menatap Ni-ki setelah mengangkat tiga elf. Entah apa yang dipikirkan lelaki itu, sedangkan Jake masih berusaha memperbaiki puing-puing kecil kekacauan.

"Bawa anak itu ke kamar saja," perintah Jay pelan, menjadikan pusat perhatian bagi yang tersisa.





































**Two Times**

Suara sepatu dan marmer menyentuh satu sama lain. Lingkungan besar yang terdengar damai, sedikit banyak tak diketahui bagian liciknya.

"Pertemukan saya dengan wakil kepala sihir," putus lelaki itu saat menemukan sang penjaga ruangan.

Pakaiannya masih sangat bersih. Tak gosong ataupun luka sedikit pun setelah memukul habis elf yang menyerang Ni-ki.

Penjaga tersebut mengangguk saat keluar, menjelaskan jawaban diperbolehkan sebagai kode untuk siapapun yang membutuhkannya.

"Selamat sore Heeseung!" panggil wakil kepala sihir yang justru terdengar sapaan sampah.

"Berikan koordinat saat peperangan dan gulungan kuil agung, " dingin Heeseung.

Tuan Benjamin, sang wakil kepala sihir tertawa saat melihat emosional datar yang diberikan oleh penyihir muda dihadapannya. Lama kelamaan terdiam dan malah tersenyum remeh, menatap ekspresi Heeseung yang tak berubah.

Benjamin berjalan tenang menuju mahkluk dihadapannya, ekspresi itu berubah datar, melangkah berjalan mengelilingi mahkluk tersebut.

"Tidak ada yang bisa kau dapatkan disini Heeseung," ujar Benjamin melebarkan tangan seperti menunjukkan ketiadaan barang yang Heeseung cari.

Lelaki muda itu terkekeh, "permainan kalian sangat bagus bangau, sialan."

Heeseung berbalik menatap tajam setelah menyindir Benjamin dengan keras. Wajah pria yang disebut wakil kepala sihir memerah menahan amarah akibat melihat senyuman dan tatapan intimidasi yang diberikan Heeseung.

Two Times (ENHYPEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang