04

4 0 0
                                    

Hari kedua sekolah, Azkia sedikit bersemangat karena akan bertemu orang yang ia anggap teman pertamanya di sekolah, siapa lagi kalau bukan Aqilla.

Hari ini Azkia berniat untuk mengganti roti Pria yang kemarin. Ia juga berniat untuk modus sedikit dengan mengajaknya berkenalan. Azkia sudah memikirkan ini dari kemarin sore sepulang dari kafe kopi.

Ia tidak akan lupa lagi dengan bekalnya yang sangat penting karena Azkia tidak suka makan sebelum pergi ke sekolah. Maka dari itu, ia harus membawa bekal agar bisa memakannya di jam istirahat.

Sekolah

Jam pelajaran pun berlalu berganti dengan jam istirahat. Saat Azkia ingin memakan bekalnya, tiba-tiba saja ada dua orang Siswi menghampirinya. Satu Siswi dengan santainya duduk di atas meja dan satu lagi hanya berdiri di samping meja dengan membawa selembar kertas berwarna putih.

"Hai, Azkia," sapa Siswi itu.

"Lu Azkia, kan?" dilanjuti dengan Siswi yang duduk atas meja.

"Iya ...," jawab Azkia.

Azkia sedikit merasa takut kepada dua wanita ini. Banyak sekali novel yang ia baca tentang  Kakak Kelas yang membully adik kelasnya, dan itulah yang ia pikirkan sekarang.

Siswi itu menatap selembar kertas yang dibawanya, "Dari info yang gue dapet, lu anak dari keluarga athaya, salah satu pemilik perusahaan terbesar di Indonesia"

Azkia terkejut, bagaimana mereka tahu jika Azkia salah satu dari keluarga Athaya? oh, apa benar ia anak dari keluarga Athaya? mari hiraukan itu terlebih dahulu. Bagaimana mereka tahu? Brander saja tidak pernah mengakuinya. Bagaimana mungkin di dalam data nya tertulis ia adalah keluarga Athaya?

Sejak dulu, Papa nya selalu menyembunyikan identitas keluarga Azkia dari Sekolah. Bagaimana ini bisa bocor? Bahkan dari Sekolah Dasar pun tak ada yang mengetahui siapa itu keluarga Azkia, termasuk Guru-guru di Sekolah.

Tentunya ini bukan perbuatan Brander. Apa ini perbuatan Jibran? Tidak mungkin. Jibran pun sama bencinya dengan Azkia. Papah pasti akan sangat marah jika mengetahui data Azkia bocor.

Siswi yang menduduki meja Azkia menggebrak meja dengan keras lalu mendekatkan wajahnya.
"Kalo ditanya tuh jawab, bukan bengong."

Azkia sangat bingung bagaimana ia harus menjawab. Ia tak tahu harus berbohong seperti apa dan ia pun tak ingin menjawabnya dengan jujur.

"Lu kalo ngomong selow kek, anjrit. Bikin anak orang sawan aja," ucap temannya yang membawa selembar data Azkia.

"Sorry, ya. Temen gua emosian orangnya. Oh iya, kita cuman mau cari temen aja sih. Muka lu kayak takut gitu, emang kita kelihatan serem banget?" lanjutnya.

"O-oh, nggak kok." Apa mukanya benar-benar terlihat ketakutan? Ya ampun, ia jadi tidak enak dengan mereka.

"Salken, gue Talitha, dia Arisha," ucapnya masih dengan nyaman duduk di atas meja Azkia yang diketahui namanya adalah Talitha.

"Salken?" Azkia tidak paham dengan kalimat yang satu ini.

"Salken tuh salam kenal," jelas Arisha.

"Masa salken aja lo ga tau?" Kali ini Talitha yang berbicara.

"Haha, iya, maaf. Salam kenal juga, aku Azkia"

"Jadi tujuan kita ke sini mau ngajakin lo main nanti malam. Rasanya sepi banget kalo cuman main berdua."

"Aku boleh ikut?!" jawab Azkia dengan mata sedikit terbuka.

"Boleh dong. Kalo ga boleh ngapain juga kita ajak lo."

"Iya. Jadi lu mau ikut atau ga? Gua saranin buat ikut sih, lagian ngapain coba malem-malem ga ada kerjaan, gabut di rumah," bujuk Arisha

"Aku mau ikut, tapi aku minta izin dulu ke Abang. Kalo misalnya diizinin nanti aku kabarin." Azkia yakin bahwa Jibran akan mengizinkannya, karena Abangnya itu tidak akan peduli dengan apa yang Azkia lakukan.

"Yaelah pake izin segala. Ya udah gua minta nomor lu."

      _____________________________________

Sempit, ruangan luas yang dipenuhi dengan sekumpulan manusia membuatnya sangat sempit. Lampu warna-warni yang memenuhi ruangan dengan lagu yang sangat kencang diputar di ruangan ini. Bau menyengat yang membuat hidung sakit dan asap rokok di mana-mana.

Jibran sama sekali tidak membalas pesannya, bahkan ia tidak melihatnya sama sekali.

Sudah satu setengah jam Azkia berada di tempat ini. Azkia tidak tahan, ingin pulang. Lagu dan lampu yang berputar membuatnya pusing. Ia tidak mengetahui jika Arisha dan Talitha akan mengajaknya ke tempat seperti ini. Salahnya juga karena tidak bertanya terlebih dahulu.

Berbagai minuman dengan aroma yang kuat selalu di tawarkan oleh Arisha untuk Azkia, tetapi semuanya Azkia tolak. Ia memang tidak pernah meminumnya, tetapi ia tahu minuman apa itu. Dengan ciri khas baunya, terlebih lagi tempat yang ia kunjungi terlihat tidak baik, tidak seharusnya anak SMA berada di sini.

Dengan keadaan yang sudah mabuk, Arisha tiba-tiba saja menaruh botol dengan isi penuh di depan Azkia. "Kia, lo harus coba ini. Minum dibotolnya langsung lebih enak."

Azkia menggelengkan kepala dan tangannya yang berarti ia menolak tawaran dari Arisha.

"Talitha, kayaknya aku pulang aja deh. Takut pulang terlalu malam."

Sudah dari satu jam yang lalu Azkia meminta izin untuk pulang dengan Arisha dan Talitha, tetapi mereka tidak mengubrisnya sama sekali. Bisa saja ia pulang dengan ojek online, tetapi tidak enak jika ia pulang begitu saja. Padahal ia sudah menerima tawaran mereka. 

"HAH? Ngomongnya kerasan dikit, gue ga denger. " Talitha sedikit berteriak karena suara musik yang terlalu keras.

"Azkia, anterin gue ke wc, yuk. Gue kebelet," kali ini Arisha yang berteriak. Tanpa menunggu jawaban dari Azkia, Arisha langsung menarik tangan Azkia untuk menemaninya.

Dengan jalan sempoyong, Arisha memimpin jalan diikuti dengan Azkia di belakangnya.

Saat ingin memasuki kamar mandi perempuan, tiba-tiba saja ada yang menarik Azkia dengan paksa memasuki kamar mandi pria. Ditutupnya pintu kamar mandi itu.

"Lepas kamu ngapain—"

"Udah izin Jibran?" Tanpa basa basi Pria itu langsung melontarkan pertanyaan.

"H-hah?"

Tebak siapa yang ada di depannya sekarang? Pria yang memberinya dua buah roti, Pria yang berteman dengan Abangnya, ia ada di depan Azkia sekarang ini.

"Jibran ga pernah ngizinin Ceweknya pergi ke club."

Azkia hanya diam.

Apa yang dimaksud dengan 'Ceweknya'?

"Gua telpon Jibran." Pria itu menyalakan handphone yang sedari tadi ia pegang.

"Jangan." Azkia segera menghentikannya.

"Aku udah izin. Jangan ditelpon, takut ganggu," lanjutnya.

Dengan geseran pintu masuk mampu membuat Azkia dan Pria yang berada di depannya terkejut. Mereka terlihat seperti dua remaja yang sedang tercyduk.

Lelaki dengan tato naga dilengan kanannya menatap dua pasangan muda di kamar mandi.
"Kalo mau itu jangan di sini, Dek. Sewa kamar private aja."

Mendengar ucapan laki-laki bertato, Pria itu langsung menarik Azkia keluar.

_____________________(°◇°; )____________________

Jangan lupa vote!!!

Terima kasih!!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TAKDIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang