Aku dan Bang Malik sampai ke rumah besar itu lagi. Jantungku kembali berdegub tak karuan. Aku menghela napas, sebelum akhirnya mantap melangkahkan kaki ke pintu depan.
"Santai aja, ada Abang." Ia mencoba menenangkanku. Merangkulku masuk ke dalam, seolah tahu apa yang sedang aku rasakan.
Kami tiba di ruang tamu keluarga dan...
"Hai Chaca, kita ketemu lagi." Bak anggota keluarga, Tania muncul menyambutku dengan senyumnya yang elegan.
"Oh, eh, hai...." Aku merasa gugup menjawab sapaannya.
"Kamu di sini, Tan?" Bang Malik juga seperti tak tahu kedatangannya.
"Iya dong. Tante ngundang aku. Nggak boleh, hem?" tanyanya manja.
Menyebalkan.
"Ya boleh, lah." Malik terlihat bersemangat.
Hish....
"Ayo Chaca, kasi salam sama Papa." Bu Sam menimpali. Aku langsung berjalan mendekati laki-laki yang kuperkirakan usianya hampir enam puluhan itu.
Sangat kontras dengan penampilan Bu sam yang terlihat awet muda dengan style hijab syari yang menjadi busananya sehari-hari. Aku meraih uluran tangannya dan meletakkannya di dahiku.
"Sudah besar kamu rupanya," kelakar Pak tua itu, seolah-olah sudah mengenalku sejak kecil.
Sambil menunggu makan malam disiapkan, kami berkumpul untuk ngobrol. Tania terlihat akrab dengan keluarga ini. Tentu saja, bukankah sebentar lagi dia juga akan menjadi bagian dari mereka?
"Coba aja kalau Haikal ada di sini ya, Tante? Pasti makin seru!" ujar Tania, menyebut entah nama siapa.
"Oh, kangen? Tiba tiba terdengar suara seorang pemuda datang dari ruangan lain.
"Kal...." Tania melompat, berlari dan langsung memeluk pemuda tadi.
Ya, Tuhan. Apa-apaan wanita ini. Sama sekali tidak punya sopan santun di depan orang tua. Kemarin baru saja saling menempelkan pipi pada Bang Malik. Sekarang main nubruk saja seperti banteng pada pria lain. Dasar tidak punya akhlak.
"Kapan kamu pulang, Kal? Aku udah beberapa hari di sini. Biasanya kalau pulang ke Indonesia kamu selalu ngabarin aku." Tania bergelayut manja.
Benar-benar wanita yang aneh.
"Sengaja, mau ngasi surprise," jawab pemuda tadi. "Kaget, kan?" Senyum riang terukir di bibir tipisnya.
"Huh, dasar. Kapan kamu sampai?"
"Tadi siang, tapi langsung tidur. Biar fresh buat kita begadang malam ini. Ya kan, Ma?" Kulihat pemuda itu mengedipkan sebelah mata pada Mamanya.
"Hemm.... dasar."
Jadi ini, laki laki bernama Haikal yang disebut Tania tadi. Tidak salah lagi, dia pasti putra kandung bu Sam yang kuliah di luar negeri. Kulihat Bang Malik juga berjalan mendekatinya.
"Kamu ngerjain Abang juga, ha?" Dia mendapatkan leher itu, kemudian mengepitnya dengan lengan. Lalu mengacak rambutnya yang lurus dan mengkilap itu.
"Ampun Bang, ampun," rintihnya. Mereka terlihat sangat akrab, kemudian berpelukan dengan erat.
"Itu Chaca?" Kudengar ucapannya, sambil melihat ke arahku.
Bang Malik mengangguk, sambil memberikan kode agar aku mendekat. Aku berjalan mendekati mereka, mengulurkan tangan.
Dengan cepat dia menyambutku dengan pelukan. Aku terdiam, sambil melirik Bang Malik. Bang Malik tersenyum, seolah menyetujui tindakan adiknya itu. Oh Tuhan, kenapa mereka semua seperti ini. Seenaknya saja memeluk wanita yang jelas-jelas bukan mahramnya. Membuatku merasa risih karena tak biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENCINTAI ABANG ANGKAT
عاطفيةAku, tak ingin lagi menjadi adik kecil bagimu. Bisakah kau mencintaiku dengan cara yang lain?