4. Exorcism 👹

3.7K 372 30
                                    

* Play the song 👏🏻

Deru nafas Jaemin berkejaran dengan debaran jantungnya, berlomba-lomba mengisi ruang berpenerangan seadanya yang menjadi saksi bahwa ada entitas lain yang bersemayam di dalam tubuhnya itu. Sesekali ia mengerang kesakitan meski dalam keadaan tak sepenuhnya sadar. Jiwanya perlahan rusak, digerogoti kekuatan tak kasat mata yang ingin mengambil alih tubuhnya.

"Menyerahlah bodoh, berikan tubuhmu padaku dan pergilah ke Surga yang kau damba-damba itu."

Jaemin menggeleng kuat. Ikatan tambang pada tangannya menggesek brutal, menghiasi pergelangannya dengan baret dan memar merah keunguan pekat. Nadinya berdebar ribut, mendorong sekelumit darah berlarian menembus luka yang terbuka dan bercecer ke lantai. Merah kecokelatan kental menggenang di sekitar kaki kursi, pun kaki telanjang tak beralasnya.

"Ah~ aku punya saran lain. Kau tidak perlu keluar. Bagaimana jika kita bersatu saja?" tawar sang iblis, "win-win solution, kau akan merasa nikmat dan aku bisa memberimu kenikmatan tanpa batas."

"Kau merasakannya kemarin malam kan? Ah~ tubuh detektif itu hmm~ sangat nikmat dan membuat ketagihan. Kau tidak mau merasakannya lagi?"

"DIAM!" bentak Jaemin. Kepalanya tersentak ke belakang kencang menimbulkan derak mengerikan. Untuk beberapa saat tubuhnya menegang dan kaku sebelum kembali lemas, tak berdaya melawan.

"Diam," desis Jaemin, "keluar dari tubuhku sialan!"

"Tidak akan," suara itu terkikik girang, "aku suka tubuh ini. Aku suka tubuh laki-laki itu."

"Aku mau melakukannya lagi."

"LaGI."

"LAGII~"

Kikik itu menjadi tawa penuh ejekan yang mengerikan dan membuat bulu kuduk berdiri. Histeris tak menyadari bahwa subjek yang dibicarakan duduk melipat kakinya di atas kursi. Berjarak tak sampai lima meter jauhnya menatap sendu pada Jaemin yang menggeleng-gelengkan kepala dan gemetaran berbisik-bisik pada dirinya sendiri. Suaranya terkadang memberat, terkadang melengking serak.

Lama Jeno duduk disana tanpa suara. Tatapannya hampa meski seharusnya ketakutan dan kengerian amat sangat tercetak disana. Ia tatap lamat wajah Jaemin yang memiliki urat-urat hitam samar. Kulitnya yang kusam penuh debu dan bau amis menjijikkan menguar dari lubang-lubang di seluruh tubuhnya. Bibir Jaemin kering dan meneteskan darah, digigit tanpa peduli asal tak ada yang mengambil alih dirinya. Mata indah secokelat musim gugur sang dokter yang diam-diam ia kagumi itu buta, ditutup kain ungu suci yang telah diberkati.

CKLEK

Seberkas cahaya masuk dari pintu yang berderit pelan, membawa sepasang tungkai panjang berjubah hitam polos masuk.

"Sayang? Kaukah itu?" tanya Jaemin. Suaranya memang milik Jaemin tapi Jeno tahu benar, bukan jiwa sang dokter yang berbicara. Endearment dan pet names itu sengaja disuarakan untuk menipunya. Untuk membuatnya hancur dan terperdaya bagai tolol yang melakukan apa saja demi cinta dan hasrat belaka.

Jaemin mengendus udara lalu meringis jijik, "Ah si munafik ternyata!"

Doyoung beradu pandang dengan Jeno. Mata keduanya sayu dan lelah, lingkar hitam terlihat jelas di bawahnya. Sekarang memasuki tengah malam dan mereka belum tidur nyenyak sejak kemarin. Tak lama Mark menyusul masuk, membawa dua buah lilin besar, alkitab, dan perekam suara.

"Dan si budak kecilnya tak jera juga," desis Jaemin sebal.

Mark menatap Jaemin iba sekilas, tahu benar bagaimana rasanya dirasuki. Dimana sensasi mengerikan itu masih menghantui mimpi dan mengganggu hidupnya meski hanya singkat ia rasakan. Ia keluar dan kembali dengan beberapa patung kecil, botol-botol air suci, dan sebuah catatan yang hampir habis lembar kosong isinya.

CORRUPTUM || JAEMJEN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang