10. Begin Again (END)

4K 412 79
                                    

*play the song 👏🏻

5 years later

CKLEK

Jeno menghembuskan napas lega setelah tubuhnya tak lagi dihujani butiran salju yang tumpah ruah di luar sana. Ia menutup pintu pelan, mengeratkan mantelnya, dan membuka kedua tangannya lebar-lebar.

"Home Sweet Home," ujar Jeno riang.

"My dearest," ujar Tifanny tak kalah riang. Tubuh tegap dan tinggi Jeno disambut pelukan erat wanita dengan tinggi yang tak mencapai dagunya itu.

Mereka berpelukan erat dan tersenyum bahagia. Sudah lama tak melihat sosok satu sama lain, lima puluh tujuh purnama dilewati tanpa nyanyian Natal dan gesekan violin yang menyenangkan.

"You look fine Ma'am," puji Jeno. Netra biru teduhnya memindai tubuh Tifanny yang tak berubah, semakin menawan dengan mode yang terus berganti sesuai musim.

"I always am," kekeh Tifanny.

Ia menuntun Jeno, menyelipkan tangannya di sela lipatan lengan yang lebih muda mesra sambil mengusap-usap punggungnya.

"You look horrible, go shave and get some rest, dear."

Jeno mendengus pelan namun senyum masih tersungging di bibirnya. Rumah ini masih sama, hangat dengan caranya sendiri. Retihan api di perapian memelan seiring langkah dua pasang kaki memijak satu persatu anak tangga menuju lantai dua.

"Selamat beristirahat." Setelah sampai pada puncak tangga Tifanny mengedipkan sebelah mata dan mendorong Jeno pelan sebelum berjingkat-jingkat seperti kancil kembali ke bawah.

Jeno menggeleng-gelengkan kepala gemas. Semangat Natal wanita itu tak pernah berubah, selalu merasa excited dan pasti akan menyiapkan berbagai masakan lezat yang tak sabar ia santap malam ini.

CKLEK

Jeno membuka pintu menuju ruang tamu lantai dua dan netranya langsung tertuju pada pria yang duduk santai di atas sofa, menyesap teh hangat dan mengigit sebagian kue jahe dari kepalanya terlebih dahulu.

Jeno menutup kembali pintunya lalu menggaruk kepala heran, "kupikir aku sudah sembuh."

Pintu yang ia tutup kembali terbuka menampakkan sosok familiar yang menampilkan senyum sehangat matahari. Pria itu masih memegang kue jahe berhiaskan gulanya sambil mengunyah antusias dan bergeser ke samping. Ia mengenakan sweater berwarna merah maroon dengan corak kancil-kancil kecil berlompatan mengelilingi tubuhnya.

"Selamat datang, Mr. Lee," sapanya ramah, "kau masih ingat aku kan? Julian Na! Atau mungkin... Na Jaemin?"

"Ba-bagaimana kau bisa ada disini?" Tanya Jeno tak percaya. Ia kira tengah berhalusinasi dan tertular penyakit jiwa rekan-rekan satu rumahnya.

"Long story, Mr. Lee," ucap Jaemin, "but somehow I ended up here."

Jeno masih tak habis pikir. Kakinya berjalan bak autopilot memindai wajah Jaemin dari dekat. Benar. Tidak ada wajah seperti ini.

Tidak ada dokter yang mencintai terlalu berlebihan makanan manis dan makan dengan belepotan di sudut bibirnya. Tidak ada pria yang masih menganggap bahwa Santa itu ada serta menggantungkan kaus kaki di perapian dan dekat jendela. Pantas kaus kaki yang dilihatnya tadi terlihat familiar. Bercorak kelinci.

"Huh?" Jaemin berkedip polos. Sial, bahkan pesona Jaemin lima tahun kemudian sangatlah kuat. Jaemin di usia tiga puluh enam tahun terlihat lebih dewasa dan rupawan.

Jeno berdeham canggung lalu mundur menjauh. Ia berjalan serong melewati Jaemin memasuki ruang tamu dan duduk di atas sofa. Sudah ada satu cangkir the yang mengepulkan uap tersedia di atas meja untuknya.

CORRUPTUM || JAEMJEN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang