*Play the song 👏
"Oh my God, Jeno!"
Yang dipanggil Jeno seolah tak mendengar, ia berbaring santai di atas sofa panjang dengan tatapan mengawang ke langit-langit. Tungkai panjangnya yang melewati sandaran lengan bergoyang-goyang pelan. Senyum konyol tercetak di bibirnya, larut dalam imajinasi dan ekstasi.
"Sudah kubilang hentikan kebiasaan berbahayamu itu dasar pecandu!" si pemanggil mengomel sambil mendekati Jeno. Ia lemparkan bungkus keripik yang baru dibeli ke perut laki-laki itu sebal lalu mendengus mendapati nihilnya reaksi.
"JEN-"
"Sst... diam, hanya tujuh persen," bisik Jeno. Sedikitpun netranya tak beralih menatap lawan bicara, begitu asyik menonton langit-langit seolah putih polos berbahan plester itu tengah mementaskan sebuah orkestra yang tak main-main indah dan bersahajanya.
"Salahkan tidak ada kasus menarik yang membuatku penasaran, Jaemin," ujar Jeno. Akhirnya netra kebiruan Jeno melirik pada Jaemin, itu pun tak sampai dua detik jika dihitung dengan spesifik. "Sudah dua minggu beberapa bajingan bodoh tak beraksi dan membuatku mengalami degradasi intelektual serta kehidupan."
"Jadi menurutmu harus ada kasus kriminal setiap hari? Dasar gila," Jaemin menggelengkan kepala tak habis pikir pada teman sekamar sekaligus partner kerjasamanya itu. Ia berjongkok di dekat Jeno, dahinya otomatis berkerut dalam melihat titik-titik bekas injeksi kokain yang gemar laki-laki itu suntikkan dalam aliran darahnya tiga kali sehari dua minggu ini dengan alasan-
"Of course it is. Jika tidak, apa yang harus kulakukan dengan otak brilliant ini? Aku butuh stimulasi, dunia terlalu membosankan jika tidak ada kriminalitas."
Jaemin meralat, "dunia ini akan damai dan tentram jika tidak ada kriminalitas. Penjara akan sepi dan para polisi yang menurutmu bodoh itu akan kehilangan pekerjaannya."
"Nah, aku juga tidak mau kehilangan pekerjaanku," balas Jeno ringan. Ia mengambil injeksi lain yang terselip di lipatan sofa karena efek yang ia suntikkan beberapa jam lalu sudah kehilangan reaksi. Jeno sangat membutuhkan narkotika untuk membuat otaknya bekerja secara penuh dan tidak mati kebosanan akibat tak ada kasus yang bisa diselidiki.
Sebelum jarum kecil itu menembus kulit pucatnya, Jaemin menepis jarum suntik Jeno hingga bergulir di lantai. Tukikan tajam sebelah alis tebal Jeno ia abaikan, malah melemparkan senyum manis pada sang kapita. "You're lucky, detective. Officer Haechan baru saja mengabari sebuah kasus misterius di kelab malam favoritmu."
.
"Menurutku dia bunuh diri," ucap Haechan yakin. Petugas polisi itu menunjuk sebuah simpul mati dari langit-langit. "Kau lihat jeratan tali di lehernya. Pas dengan lingkar tali yang tergantung disini."
Jeno mengamati keadaan sekitar. Tadi ia sudah melihat kondisi mayat yang diduga menggantung dirinya sendiri di sebuah kamar yang dapat dipesan khusus untuk sesi sex semalaman. Berjenis kelamin perempuan, berambut cokelat auburn bergelombang, bercelak hitam di ujung mata, dan berlipstik semerah darah.
Jeno memandangi kursi yang masih kokoh berdiri di tempatnya. Kursi yang Haechan kukuhkan sebagai pijakan sang wanita penghibur untuk menanggalkan nyawanya sendiri.
Yang benar saja. Bagaimana bisa kursi itu tetap berada di posisinya dan tidak limbung atau bergeser disaat sang korban melakukan bunuh diri? Tubuh memiliki reaksi otomatis untuk menyelamatkan diri sendiri. Meski sudah bertekad kuat dan berpasrah pun pasti kaki masih mengayun kesana-kemari mengharapkan pijakan untuk menghilangkan sensasi tercekik dan hilangnya oksigen secara paksa dari paru-paru.
Bercak darah masih menggenang dan mengalir turun dari alas kursi besi. Menitik pelan-pelan dan lambat. Belum lama, bahkan masih hangat Jeno rasa.
"Bagaimana menurutmu, doctor?" Tanya Jeno.
KAMU SEDANG MEMBACA
CORRUPTUM || JAEMJEN ✔️
FanficSeorang detektif swasta dan asisten dokternya yang sangat mengandalkan logika dipermainkan oleh sebuah tragedi yang diprakarsai makhluk tak kasat mata di luar dimensi manusia. ⚠️⚠️ CW // NSFW/Mature content, Sex, Explicit sex scene, drugs, Cigarette...