*Play the song 👏🏻
"Bagaimana perasaanmu?" Pertanyaan basa-basi Jeno layangkan pada Jaemin yang berdiri menumpukan tubuh pada balkon ruangannya.
Jaemin tidak berani menengok pada sang detektif. Ia terus menatap lurus ke depan. Sakit sekali, tubuhnya remuk redam hingga menggerakkan satu sendi saja syarafnya berteriak dan protes kesakitan.
Jaemin merasa hampir gila dengan bisikan-bisikan yang terus menghantui kepalanya. Ia terus terjaga mendengarkan seluruh bunyi-bunyian yang menggema. Tetesan air dari wastafel kamar mandi. Cicitan tikus yang berlarian di sela langit-langit rumah sakit. Kaokan gagak yang berputar-putar dan lewat pada jendela di malam hari. Hingga meongan kucing yang sempat menerobos masuk ke kamarnya dan menatapnya dengan pendar kuning berkilauan di tengah gelap gulita ruangan.
"Ingin mati," gumam Jaemin. Ia meremas langkan balkon.
"Jangan mati," respon Jeno. Ia merokok di sebelah Jaemin. Rautnya terlihat tenang namun jemarinya gemetaran. Berkali-kali sigaretnya hampir jatuh ke bawah karena tidak bisa mengendalikan tremornya.
"Jangan mati," ulang Jeno lagi.
Jaemin tersenyum tipis. Ia melirik sekilas pada Jeno, mendapati laki-laki itu menatapnya dengan permohonan yang amat sangat.
"Hm."
"Masuklah," suruh Jeno, "udaranya dingin. Tidak baik bagi tubuhmu."
Jaemin menurut. Ia berjalan pelan lalu berbaring di atas ranjangnya, menarik selimut sebatas dada. Ia memerhatikan Jeno yang masih merokok di luar dan tertunduk dalam. Pundak laki-laki itu membungkuk dan terlihat amat kesepian.
Jaemin terus memerhatikan dengan lamat siluet ramping yang membelakanginya itu. Ia menyadari, tangan yang sesekali bergerak itu tidak hanya untuk mengarahkan sigaretnya ke mulut tapi juga mengusap kasar matanya secara tersirat. Detail kecil yang tak akan terlihat jika tidak diperhatikan dengan lamat.
Jaemin memejamkan matanya, pura-pura tertidur begitu Jeno berbalik dan masuk. Suara pintu yang dikunci mengisi keheningan itu. Kemudian Jeno melangkah mendekat, Jaemin merasakan pandangan laki-laki itu seolah melubangi kepalanya.
"Maaf ya," bisik Jeno. Ia menarik tangan Jaemin, mengusap punggungnya lembut, kemudian membelenggunya ke pagar di samping ranjang yang terbuat dari besi.
Malam akan tiba. Kekuatan gelap itu bisa mengambil alih tubuhnya seketika.
Setelah mengikatnya Jeno pergi. Bisikannya sebelum menutup pintu membuat Jaemin merasa sangat sedih hingga air matanya menetes mengaliri telinga.
"Jangan mati Jaemin. Aku… menyayangimu."
.
Jeno hanya ingin keluar sebentar untuk refreshing. Ia berjalan-jalan di taman belakang, menyegarkan matanya dengan melihat rimbun hijau teduh. Beberapa malam ini diisi dengan hitam pekat dan merah, membuat pikirannya kusut dan tak tenang.
Jeno mendengarkan gemerisik dedaunan yang tergesek angin dan tawa ceria anak-anak kecil berpakaian seragam pasien. Ia duduk disana, memerhatikan bagaimana anak-anak itu tetaplah bahagia meski tengah menderita sebuah penyakit yang berbahaya.
Ada juga beberapa orang yang berjalan tenang sambil bercakap-cakap pada sosok yang duduk di atas kursi roda. Ada yang belajar berjalan, bertumpu pada orang di sebelahnya dan diikuti tiang infus beroda.
Beberapa memiliki perban di kepala. Yang lain di kaki atau tangannya. Ada juga yang berkulit dan berbibir pucat memandang kosong entah kemana.
Jeno suka melihat tingkah manusia. Bagaimana mereka bergerak dan berkomunikasi menunjukkan emosi. Begitu kaya, begitu indah dan mentah tak ditutupi.
KAMU SEDANG MEMBACA
CORRUPTUM || JAEMJEN ✔️
FanfictionSeorang detektif swasta dan asisten dokternya yang sangat mengandalkan logika dipermainkan oleh sebuah tragedi yang diprakarsai makhluk tak kasat mata di luar dimensi manusia. ⚠️⚠️ CW // NSFW/Mature content, Sex, Explicit sex scene, drugs, Cigarette...