Ruangan Gelap

7 3 1
                                    

Aiza memasuki kamarnya dan tak lupa menutup pintunya. Lampu ia matikan semuanya, dan dia biarkan hanya sinar malam yang masuk dalam ruangannya walaupun nyamuk akan mengusiknya.

"Huft."

Aiza menjatuhkan dirinya pada atas kasur. Dia meraih kepalanya yang berdarah dan meringis. Bukan hanya pada kepala, melainkan dilutut, juga sikut tangan kanannya juga berdarah. Aiza duduk, dia meraih sesuatu dibawah bantalnya.

Sebelumnya, dia mengusap jejak lukisan kemarin ditangannya, "sangat indah." Aiza tersenyum miris.

"Gatel... Kemarin ngga banyak, kenapa sekarang malah terlihat sangat banyak?" Tanya Aiza lirih sambil menggaruk lukisannya.

Aiza menghela nafas pelan. Dia melihat ke arah benda tajam yang berada ditangannya, dia tersenyum miris. Dia mulai membuat barcode ditangannya. Jejaknya terlihat berwarna merah, Aiza membuat ditempat yang baru. Tepatnya dibahu kanannya.

"Shh."

Bodoh.

Tak lama isakan dari suaranya terdengar, deru nafasnya memburu. Dia memegang dadanya yang terasa sesak, "kenapa? Kenapa harus dia yang pergi? Kenapa? Cuma dia satu satunya... Kenapa? Kenapa harus kurama yang mati huhu... Kasian Naruto teman semasa kecilnya pergi meninggalkannya, padahal cuma Kurama yang dia punya, saksi hidupnya. Kenapa harus kurama hikss.... Huaaaaa nande Narutooooo..."

•••••

Langkah kaki nya terdengar jelas di lantai koridor sekolah yang sudah sepi. Aiza berlari secepatnya untuk segera datang ke dalam kelasnya. Sesekali dia melirik jam tangan nya yang sudah terlambat sepuluh menit.

"Sialan."

Deru nafasnya memburu, beruntunglah saat ini di dalam kelasnya tidak ada guru. Aiza duduk disamping Rafael.

Helaan nafas terdengar, "telat ngapa lu Za?"

Mata Aiza terpejam sambil mengatur nafasnya, "ngantuk banget gue. Semalem bergadang lupa sama jam. Bolos yok?" Ajak Aiza.

"Shh, sakit anjing!"

Rafael melepaskan jeweran di telinga Aiza, "sejak kapan sih lo suka bolos hm? Demen banget ya sama yang namanya bolos. Nikmatin Za, saat masa masa remaja SMA begini."

Terlihat Aiza memajukan bibirnya menatap ke arah Rafael, "lu mah ga paham Raf, gedeg gue, tau ah!"

Wajah Rafael mendekat menatao mata Aiza penuh arti, "belajar yang bener biar bisa sukses, lalu keluar rumah. Jangan lupain keinginan lo itu Za."

Aiza menatap sendu ke arah Rafael, dia mendudukan diri sambil menyender. Tangan nya ia raih mengusap handsock kecil yang menutupi pergelangan tangannya.

"Andai lo tau Raf, lo paham. Cukup seorang aja yang paham sama gue, itu udah lebih dari cukup."

Wajah Aiza mendongkak melihat atap langit kelas. Kini wajahnya menoleh ke arah ke tua kelas, "Val gue izin mau ke UKS ya? Gue sumbilangen sakit banget ni perut," izin nya Aiza pada Vala sambil mengusap perutnya.

Vala mengangkat kedua jempol nya sebagai jawaban. Rafael yang melihat itu menggeleng kepala nya.

Aiza keluar kelas dengan wajah dingin nya. Bukan, dia berjalan ke arah rooftop sekolahnya.

Dia berdiri di antara pembatas pagar, sesekali dia menghela nafas. Aiza mengambil sesuatu di sepatunya. Itu rokok dan korek gas.

Aiza membakar benda itu dan menghisapnya, "huft."

Gumpalan asap menari di udara dengan bebas. Pemandangan di atas ini sangat menakjubkan, cocok untuk menenangkan diri.

Aiza menatap ke arah langit saat rokok pertamanya habis. Matanya berkaca-kaca, "gue capek.. pengen nyerah.."

Dadanya terasa sesak sekarang. Pikirannya runyem. Emosinya terpendam. Dia tak menangis.

"Gue ngga cengeng, kata ayah ngga boleh nangis, gue kuat, gue supermen."

Sejenak dia terdiam.

"Aaaaaaa tapi kan gue juga manusiaaa, bukan robot!" kini air mata Aiza lolos dengan wajah yang menatap kebawah. Sesekali isakan terdengar.

•••••

Pergelangan tangannya di tarik kuat oleh sang Mama. Lalu tak lama, tubuhnya dibanting ke bawah hingga kening nya terbentur dengan mena kaca mengeluarkan caira merah. Pandangan Aiza tertunduk menatap kaki Mama nya.

"Puas kamu ha?! Buat malu aja terus! Terus Za! Terus bikin malu mama! Mau kamu apa sih? Buat mama malu aja terus. Tau kamu? Mama nyesel ngelahirin kamu! Ngga berguna kamu hidup!"

Aiza menormalkan nafasnya. Dadanya terasa sesak, nafasnya tak terkontrol. Tangannya terkepal menahan emosi hingga isakan nya terdengar jelas dalam keheningan itu, "maaf, Ma."

Dagu Aiza dipaksa terangkat menatap nyalang mata Aiza, "apa!? Mama ngga salah denger? Haha, maaf? Semudah itu? No Aiza, No!"

Plak

Dugh

"akhhshh"

Rose menampar dan menarik rambut Aiza lalu di adu kan dengan dinding sekitar.

Perih Ma.

"Awas kamu! Kalau sampe surat itu Mama baca lagi, ngga akan kasih ampun kamu! Sekarang ngga ada makan minum!" Rose keluar dari kamar Aiza dengan membanting pintu kamarnya.

Aiza meremas dada nya kuat, sesekali dia memukul dada serta kepalanya, "lalu mau mama apa? Mama mau apa hm? Mau Aiza mati? Telat Ma, Aiza udah mati dari dulu, jiwa Aiza udah mati."

Dan Aiza melukai dirinya sendiri, lagi.

Aiza GumelarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang