Halo Asha kembali, kali ini Asha kenalkan ke kalian salah satu teman yang aku kenal di kampus namanya Aksa, lengkapnya Mahaprana Aksa.
Anaknya lumayan cuek pas awal ketemu, baik juga kok, tetapi..., Kalian baca aja ya nanti
Dia ketua di beberapa kegiatan loh, mau tahu dikegiatan apa aja dan bagaimana kisahku sama dia? Jangan ketinggalan tiap Kak Nara update cerita aku.************************************
Seminggu sejak pembelian pin, sejak itu kami harus memakai pin jika ke kampus. Aku sedang asyik menyalin catatan dari Ara teman kelasku untuk mata kuliah tadi pagi. Aku paling tidak bisa jika harus menyalin ketika dosen sedang menjelaskan, kebiasaanku ini sudah ada sejak sekolah dasar itu kenapa aku lebih memilih mencatat materi setelah dosen selesai mengajar, beberapa dosen memaklumi kebiasaanku, tetapi ada juga yang akan menegurku, akibatnya aku mengakali agar paham dengan merekam ketika dosen tersebut mengajar.
Sedang asyiknya menulis, seseorang masuk dengan angkuhnya, dan berdiri di depan menatap kami satu persatu, tatapannya tertuju padaku.
"Pin kamu mana?" tanyanya. Aku kaget melihat ke arah kemejaku teampat dimana aku memasang pin.
'Oh tidak aku lupa,' ucapku dalam hati
"Pin kamu mana?!" ucapnya lagi lebih nyaring, membuat aku tersentak.
"Maaf kak, saya lupa," ucapku pelan.
"Sini berdiri di depan," ucapnya memberi perintah, karena tidak tahu harus mengatakan apa, aku lebih memilih mengikuti perintahnya.
"Yang lain, masih ada yang tidak memakai pin, kedepan!" ucapnya.
Beberapa temanku ikut naik, kami yang berjumlah enam orang berdiri di depan. Satu persatu kami ditanya alasan tidak memakai pin, ketika sampai giliranku, napasku sesak.
"Kamu kenapa nggak pakai?" tanya senior itu.
"Maaf kak, saya lupa," ucapku memberi alasan sama dengan tadi.
"Kalian akan ulangi lagi?" tanyanya lagi.
"Tidak kak," ucap kami serempak.
"Yakin?, siapa yang bisa menjamin." Mendengar itu membuat dadaku sakit, kekesalanku bercampur dengan rasa gugup yang aku rasakan.
Kepala yang sedari tadi kubawa menunduk, aku angkat menatap tepat di mata laki-laki yang melabeli dirinya senior tetapi tidak telihat sebagai seorang senior menurutku lebih terlihat seperti seorang tiran.
"Aku yang menjamin," ucapku dengan gemetar, takut bercampu rasa kesal membuat bibirku bergetar tanganku terkepal. Aku bisa melihat laki-laki itu tersenyum mengejek. Aku juga tahu kata-kataku memang terdengar konyol, aku mungkin bisa menjamin diriku, tetapi bagaimana dengan teman-temanku yang lain. Namun, menurutku mengucapkan itu satu-satunya cara dan teman-temanku yang lain terlihat tidak berniat mengucapkannya mungkin mereka berharap pertolongan turun dari langit, it's impossible.
Laki-laki itu berjalan kebelakang ruangan, menghadap ke arah jendela. Sesekali ku gelengkan kepalaku, meredakan pusing yang mulai kurasa, tetapi tidak membantu. Penglihatanku mengabur, napasku lebih sesak dari yang tadi, jantungku mulai berdegub tidak biasanya membuat dadaku sakit. Aku merasakan tubuhku melayang hingga menghantam lantai, dapat kudengar samar- samar temanku memanggil.
Samar-samar aku bisa mencium aroma minyak aromatherapy, yang entah punya teman-teman atau punyaku yang di ambil Aya dari dalam tas. Aku membuka mata perlahan, pandangan ku masih kabur, kukerjapkan mata sekali dapat kulihat wajah khawatir mereka mengelilingiku. Dibantu Aya aku mengubah posisiku manjadi duduk, ternyata aku di baringkan di atas meja. Aku sudah tak melihat laki-laki tadi di antara teman-temanku, mungkin dia sudah pergi setelah melihatku pingsan.
"Kamu nggak apa?" tanya Aya khawatir. Karena masih lemas aku cuman bisa mengangguk.
Aku mencoba turun dari meja dengan di bantu Aya dan Vara. Aku duduk di kursi dengan menopangkan kepalaku di atas meja.
"Kenapa tadi nggak ada yang mau ngomong? Kalau Asha tadi tidak pingsan kalian bakal tetap berdiri di depan." Aku bisa mendengar Ibra berteriak dengan nada kesal. Ibra atau Ibra Zulkarnaen memiliki sifat yang cukup dewasa berbeda dengan Abi yang jika berbicara terdengar angkuh, Ibra lebih tenang dan tegas.
Aku masih tetap di posisiku, dan bisa mendengar suara pelan Dita dari arah belakang, "aku nggak mau menjanjikan yang nggak bisa ku tepati."
Aku tersenyum sinis, 'jadi, kamu mau melanggar lagi lain kali' ucapku dalam hati, aku tidak punya tenaga untuk menjawab ucapannya. Aku heran dengan orang-orang mereka tidak bisa memilih karena takut tidak bisa menepati, kenapa tidak mengubah pikiran daripada takut tidak bisa menepati lebih baik berpikir bagaimana menepatinya.
Aku bisa merasakan, Aya memijat pundakku. Meskipun baru mengenal Aya beberapa bulan tetapi aku sangat dekat dengannya. Berbeda dengan orang lain yang jika aku bercerita mereka akan memberikan petuah atau kata-kata sok bijak yang kadang sebenarnya tidak kita butuhkan. Namun, Aya hanya akan mendengarkanku hingga selesai baru ketika aku bertanya dia akan menjawab. Aya juga tipe anak yang sangat perhatian, aku sering menginap di kosnya dan dia akan selalu menanyakan aku sudah makan atau belum, mengingat aku memang memiliki penyakit maag akut.
Karena ternyata dosen tidak masuk, akhirnya kami semua pulang lebih cepat. Karena Aya khawatir meninggalkan aku sendiri, aku memilih pulang ke kos Aya. Awalnya Aya akan menemaniku di kosku sampai keadaanku lebih baik. Namun, aku menolak karena takut Aya kerepotan dan pasti aku hanya akan tidur dan dia akan duduk diam saja menunggu aku, kasian. Karena Aya terus memaksa aku memilih pulang ke kosnya setidaknya jika di sana dia tidak akan duduk diam sendiri ketika aku tidur setelah minum obat.
Aku beristirahat sementara Aya pergi membeli makanan, sempat tadi aku mau memberikannya uang, tetapi dia menolak. Kadang aku berpikir jika dia pindah kampus di mana lagi aku bisa mencari teman seperti Aya. Aya memenuhi kriteria teman yang aku butuhkan, tetapi dia berencana pindah kampus yang sesuai dengan kemampuannya. Aya merasa dia tidak cocok dengan jurusan yang sekarang dia ambil. Saat itu aku menangis memohon agar dia mengurungkan niatnya.
"Belum pasti kok, aku pindah," ucapnya saat itu. Aku berharap dia tidak meninggalkanku di tempat ini sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Di Belakang Gedung Sekolah (Proses Penerbitan)
Novela JuvenilOrang bilang, jika ingin mengetahui seberapa berbedanya dunia dengan harapanmu, kau harus keluar dari lingkaran emas yang mengelilingimu selama ini. Setelah aku melakukannya, ternyata dunia ini penuh kepalsuan. Tuntutan dan kekuatanku tidak sebandi...