Chapter 2

2.2K 192 5
                                    

Dalam perjalanan Revan hanya melamun memikirkan apa kesalahannya  setahun terakhir sehingga Arga-nya berubah.

"Pak berhenti sebentar ke tempat makan di depan."

"Baik tuan"

Revan memutuskan membeli makanan lebih dulu sebelum ke kantor Arga karena jam sudah menunjukkan jam makan siang.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Setelah sampai di kantornya banyak karyawan yang menyapa Revan, karena mereka sudah tahu kalau Revan  adalah istri bos mereka.

Ketika sampai di depan tempat meja sekretaris, ia tak melihatnya, tapi ia tak peduli.

Saat sampai di depan pintu yang kebetulan sedikit terbuka, ia mendengar percakapan Arga dengan seorang wanita. Wanita iku sekertarisnya.

"Kapan kau akan menikahiku? aku butuh kepastian Arga!!!" Teriakan wanita itu dihadapan Arga yang notabene sebagai bos.

Sedangkan Revan yang masih di depan pintu terkejut mendengar teriakan wanita itu.

"Aku belum mem-"

"Arga?"

Arga dan wanita itu pun menoleh, dan terkejut melihan Revan didepan pintu dengan membawa paper.

"Apa ini alasanmu berubah menjadi dingin dan cuek? Kau berselingkuh dengan sekretarismu selama ini?" Tanya Revan dengan suara yang bergetar.

Geram karena tidak kunjung mendapat jawab, Revan pun membentak Arga, "JAWAB PERTANYAANKU ARGA"

"Ya, aku telah menjalin hubungan dengannya" Aku Arga dengan  ekspresi wajah yang datar

DEG....

Tubuh Revan bergetar, paper bagian yang ia bawa pun jatuh.

"Kenapa?" tanya Revan lirih dengan pandangan masih tertuju pada Arga.

"Aku bosan padamu. lima tahun bersamamu, hanya aku dan kau, Tanpa anak. Aku ingin di rumah ada tangisan bayi, memanggilku 'daddy', ketika pulang kerja dengan suara khas anak-anak" Jawab Arga dengan ekspresi wajah yang tetap datar.

"Kita bisa mengadopsi anak"

"Tapi aku ingin anak dari darah dagingku sendiri, sekarang aku akan menjadi calon ayah. Jessica sekarang sedang mengadung anakku. Dan aku ingin kita bercerai." Ucap Arga
dengan menggenggam tangan dan memandang Jessica.

DEG....

" K-kau bercanda" Ucap Revan dengan tubuh semakin bergetar, seluruh badan Revan serasa lemas, hatinya seperti di tusuk ribuan jarum. Sangat sakit sekali.

"Tidak. Untuk apa aku bercanda? "

Arga bangkit dan mendekati Revan, dengan membawa sebuah map.

"Cepat tanda tangani surat perceraian ini."

Arga melempar map itu dan langsung dipakai oleh Revan secara spontan.

Revan memandang surat perceraian di tangannya. Lalu menatap Arga dengan tatapan tak percaya.
"A- Arga," lirih Revan.

"Cepatlah! Kita tidak mempunyai banyak waktu untuk meladeni dramamu itu! " sahut Jessica dengan nada ketus.

Wanita itu sungguh malas melihat Revan yang tak kunjung menandatangani surat tersebut.

"Tidak! Aku tidak mau menandatangani surat ini!" tolak Revan tegas.

Pandangannya beralih pada Arga, "Arga, aku mohon jangan seperti ini. Kau dulu berjanji akan setia padaku. Tapi ini apa hah?! Katakan padaku hiks, bahwa ini semua bohong! Ayo katakan!" paksa Revan dengan berurai air mata.

Arga menatap dingin Revan. "Tidak, Aku benar-benar ingin berpisah denganmu" ucap Arga penuh penekanan.

Jessica berjalan dan mengapit lengan kekar Arga. "Kau sudah dengar 'kan? Apa lagi yang kau tunggu? Cepat tanda tangani surat itu dan setelah itu kita bisa segera menikah." Ucap Jessica dengan memandang Revan meremehkan.

Revan tak punya pilihan lain selain mengangguk pasrah, ia tidak punya alasan lagi untuk berada sisi Arga. Ia kalah telak. ia menatap kertas itu dan membacanya pelan.

Tapi tangannya ditarik oleh Jessica dengan kasar menuju meja kursi di ruangan Arga.

"Kau terlalu banyak berpikir!" bentak Jessica mulai menekan tangan Revan dan menyuruhnya untuk menandatangani surat tersebut.

Revan menangis sedih, ia menatap Arga yang hanya diam saat dirinya didesak oleh Jessica. Memang apa yang ia harapkan? Berharap bahwa Arga akan menghentikan ini semua? Lalu membelanya dari Jessica? Hahaha, tentu itu hanya mimpi semata. Karena Arga yang sekarang bukan lah Arga yang dulu ia kenal.

Revan menarik nafasnya pelan, lalu menggenggam erat bulpoint di tangannya. Kemudian menandatangani surat itu dengan tangan bergetar.

Revan meletakkan bulpoint itu dengan pelan. Kemudian mendongakan kepala menatap Jessica yang menyeringai puas.

"Baiklah, beberapa hari kedepan kita akan akan resmi bercerai, besok aku akan mengirim suratnya ke pengadilan, dan kau bisa tinggal di mansion utama"

Jessica melotot tak Terima, "Apa-apa'an kau Arga! Mengapa kau biarkan dia tinggal di mansion utama?! Harusnya kita yang tinggal di sana!" pekik Jessica.

"Kita bisa mem--"

"Kau tak perlu khawatir, aku tidak akan tinggal di sana. Kau bisa puas menempati mansion itu untuk dirimu," sela Revan.

"Tapi, Rev--"

"Baguslah jika kau sadar akan tempatmu," sarkas Jessica, memotong ucapan Arga.

"Aku memang sadar tempatku, tidak sepertimu yang menjadi perusak rumah tangga orang lain tetapi tidak sadar diri!" balas Revan tak kalah sarkas.

Jessica membolakan matanya terkejut, "KAU!" teriaknya murka sambil menunjuk wajah Revan dengan telunjuk tangannya.

Revan menepis telunjuk wanita itu dan menatapnya tajam.
"Jangan menunjuk wajahku dengan tangan kotormu itu!" desisnya tajam.

"Kau urusi wanitamu, aku pergi," katanya pada Arga yang sejak tadi diam membisu karena terkejut dengan ucapan Revan tadi.

Revan melangkahkan kakinya, dengan sengaja ia menabrak bahu Jessica hingga wanita itu sedikit terhuyung ke belakang. Beruntung Arga dengan sigap menahan tubuh Jessica. Pria manis itu menatap sinis Jessica dan Arga lalu keluar dari ruangan tersebut. Meninggalkan Arga dan Jessica yang menatap punggung sempit itu dengan pandangan tak percaya.

Bagaimana mungkin Revan berubah secepat itu? Bukankah pria manis itu tadi menangis tak berdaya. Lalu sekarang? Sulit dipercaya ada manusia yang bisa berubah dalam sekejap.





TBC.......

Tradimento√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang