5

83 34 116
                                    


Aku berlari dengan air mata yang sudah jatuh satu persatu di pipi. Aku menyeka nya dengan kedua punggung tangan kasar. Sebelumnya langit begitu cerah namun tiba-tiba awan hitam menyelimuti di atas kepalaku. Apa hujan benar-benar datang? Aku berterimakasih kepada hujan yang akhirnya datang di saat kesedihanku. Doa ku terkabul dan rasa sedihku telah di sambut oleh dunia.

Ketika air dari langit semakin banyak tumpah membasahi bumi dan di saat itu pula orang-orang yang berjalan di jalanan berlarian, mencari tempat untuk berteduh. Aku tidak, aku hanya bermonolog dalam hati dan hujan mulai membasahi tubuhku yang rapuh ini. Aku berjalan lemah di setiap trotoar dengan rambut basah dan wajah pucat. Mataku memerah akibat menangis. Orang yang berlalu lalang melewati ku dengan payung mereka, menatapku aneh. Sudah di pastikan penampilan ku kacau karenanya. Maskara yang ku pakai luntur dan noda hitam berantakan di wajahku. Aku tidak bisa menerima kenyataan bahwa dia telah resmi menjadi milik orang lain.

Aku gagal, bahkan sebelum aku mencoba untuk bersikap lebih baik lagi padanya. Aku menyadarinya, fakta semua adalah kesalahan yang telah aku perbuat lebih dulu. Aku dengan bodohnya percaya cinta kuat yang dia berikan ternyata tidak sekuat itu. Cinta itu berangsur-angsur rapuh, membusuk, dan hilang tertelan waktu.
Aku lelah dan biarkan aku beristirahat sejenak. Aku menghentikan langkah dan berjongkok di sana. Aku menundukkan wajah dengan tubuh menggigil kedinginan. Hujan tidak henti-hentinya menguyur diriku semakin banyak.

"Mengapa kamu begitu tega padaku padahal aku sungguh tulus menyukaimu?"

Aku merasakan setiap tetes air dari langit yang begitu dingin namun hatiku memanas seolah terbakar. Hujan tidak bisa memadamkan api di hatiku, menghanyutkan lukaku, segala hal tentangnya. Hingga, ku rasakan tak ada lagi air yang mengalir dari atas sana. Aku mengangkat wajahku dan melihat sosok laki-laki yang ku kenal berdiri di depanku, memayungi ku dan membiarkan tubuhnya ikut basah oleh hujan.

"Ayo kembali."

Satu kalimat keluar dari bibirnya dengan ekspresi datar, mengulurkan satu tangan lainnya yang bebas ke arahku. Aku tersenyum kecut dengan mata berkaca-kaca meski airnya sudah tidak bisa di bedakan lagi, apakah itu hujan atau aku yang menangis. Aku meletakkan kedua tanganku di atas tangannya yang mengulur kepadaku.

'Setiap pertemuan memiliki arti tersendiri dan itu benar adanya.'

***

Aku tengah mengulurkan tangan menampung air hujan yang jatuh dari loteng bangunan di depan kelasku. Teman-teman sekelas ku hampir seluruhnya sudah pulang dengan motor mereka menembus hujan atau bahkan di jemput orang tua maupun sopir pribadi. Saat ini, aku tengah menunggu pesanan ku terhubung dan di terima oleh aplikasi ojek online karena aku tidak membawa motor.

'Indahnya,'

Aku suka hujan karena hujan adalah berkah yang di berikan langit pada seluruh makhluk hidup di bawahnya. Tumbuh-tumbuhan bersorak riang mendapatkan makanannya. Aku tersenyum melihat pepohonan bergoyang mengikuti arah angin. Hingga suara seseorang menghancurkan fantasi ku.

"Belum pulang, Yu?"

Aku menoleh dan ternyata dia, Arif.
Aku menggelengkan kepala sambil tersenyum ramah.

"Kelas sudah kosong. Nunggu jemputan ya?" Arif menatap ke arahku.

Arif tengah memegang buku-buku tulis latihan yang di kumpul untuk di bawa ke ruang dosen yang mengajar sebelumnya. Arif telah ditunjuk menjadi ketua kelas di kelas kami, meski awalnya keberatan namun akhirnya mau juga sebab menjadi ketua kelas akan mendapatkan nilai tambahan dari dosen yang mengajar.

AKU BUKAN JODOHNYA (DIBUKUKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang