16

41 21 57
                                    

Arif yang tadi duduk di sofa menungguku tampak menatapku tajam. Arif bangkit dari duduknya sambil tersenyum ke arahku.

"Cantik,"

Aku mendengar gumaman yang keluar di bibir Arif membuatku merona malu. Aku menghampiri Arif yang masih memandangi ku. Aku mendekatkan bibirku ke telinga kanannya membisikkan sesuatu sambil melirik pegawai yang menemaniku dari tadi, masih berada di sekitar kami.

"Rif, aku gak perlu gaun ini dan ini terlalu mahal," bisik ku.

Arif tersenyum dan terkekeh kecil mendengar bisikan ku.

"Pas gak? Apa kekecilan atau kebesaran?" tanya Arif.

Arif mengabaikan bisikan ku tadi membuatku kebingungan. 'Gimana nih, aku gak bawa uang lagi.'

"Iya, lumayan," jawabku ragu.

Arif mengamati ku dari atas hingga bawah dan mengulum senyum. Arif mengeluarkan dompet di saku celananya dan memberikan sebuah kartu kredit kepada pegawai tersebut, membuatku terbelalak.

"Rif, aku gak bisa menerima ini," ucap ku.

Pegawai itu tampak kebingungan ketika aku menahan tangan Arif hendak memberikan kartunya.

"Tenang saja, ini hadiah buat kamu. Jadi gak papa," balas Arif.

Arif menyerahkan kartu kreditnya kepada pegawai tersebut. "Bayar lunas ya, mbak."

Pegawai itu mengangguk dan pergi mengurus bukti pembayaran.

"Arif, ini terlalu berlebihan buat aku," keluh ku.

Arif mengacak rambutku gemas. "Kamu gak perlu merasa seperti itu. Anggap saja sebagai hadiah ulang tahun."

Aku mengerucutkan bibir bawahku kesal. "Tapi ulang tahun ku masih lama dan mana ada yang memberi hadiah semahal ini."

"Kalau begitu, itu hadiah ulang tahun mu sebelumnya hehe," kekeh Arif.

Aku memalingkan wajah merona.
Aku benar-benar tidak habis pikir dengan isi kepala Arif, yang begitu mudahnya memberikan sesuatu yang mahal seperti ini, padahal kita baru jadian seminggu yang lalu. Aku tahu dia berasal dari keluarga kaya tapi bagiku ini seperti mimpi.

"Yu, kamu jangan sungkan padaku. Selama ini, aku juga tidak tahu bagaimana menghabiskan uang ini, karena itu aku ingin menggunakannya untukmu. Kamu itu spesial buatku." Arif menatapku sambil tersenyum. Aku melihat sorotan tulus dari matanya. Aku tidak bisa menemukan kebohongan di sana.

'Sampai seperti itukah dia menyukaiku?' batinku.




Setiap kali aku mengingat kejadian itu, entah kenapa aku merasa senang. Aku  seolah menjadi wanita paling beruntung di dunia. Arif selalu mengutamakan ku. Dia baik, tampan, kaya, dan sangat perhatian. Aku tidak menemukan kekurangan apapun darinya. Aku harap dia punya satu saja kekurangan, agar aku bisa melengkapinya.

Kami telah sampai di rumah makan. Aku turun dari motor Arif dan melepaskan helm. Motor Arif terparkir di depan pondok yang terbuat dari bambu. Rumah makan sederhana seperti umumnya. Aku membawa helm itu dan berjalan masuk ke dalam di ikuti Arif di belakang.

"Bi, dua piring nasi ayam geprek dan es teh," ucapku.

Setelah memesankan makananku dan Arif, aku mencari tempat kosong. Rumah makan ini selalu ramai terlebih di jam pulang sekolah. Aku menemukan sebuah meja yang baru di bersihkan oleh pelayan. Aku dan Arif segera mengambil tempat itu.

Aku duduk di bangku kayu panjang saling berhadapan dengan Arif. Aku meletakkan helm dan tas ku di pinggir bangku yang masih kosong, Arif pun begitu.

Aku mengamati Arif yang tengah membuka ponselnya, seolah mengirim sesuatu.

AKU BUKAN JODOHNYA (DIBUKUKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang