4. Filosofi BintangDelano, Bunga dan Aqilla tengah duduk di kantin kampus. Kini mereka sedang tidak ada jadwal kelas seperti biasanya, dikarenakan dosen mengganti jadwal tersebut ke hari lain. Siang ini cuaca begitu mendung, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan di wilayah kota Bandung.
"Sampai kapan lo berdua barengan terus?" tanya Bunga pada Delano setelah itu melirik Aqilla. "Iya, sih, gue tau, lo berdua cuma sahabatan. Tapi, lo nggak kepikiran apa? Kalau misalnya ada yang suka sama lo Del, terus lo, Qil? Terus, karena orang itu ngeliat lo berdua sering barengan jadinya mereka ngira lo itu pacaran," ujar Bunga yang membuat Aqilla melirik ke arah samping kanannya. Ya, Delano duduk disini, di samping Aqilla.
"Emangnya yang lo liat kayak gitu, Bung? Kan, gue jarang sama Delano. Paling kalau berangkat ngampus, ngantin, terus sama pulang, udah gitu doang," elak Aqilla tak setuju.
"Lo berdua itu udah kayak magnet, lengket mulu. Kenapa nggak jadian aja, sih?"
Delano yang sedang minum tiba-tiba merasa ada yang mengganjal di bagian kerongkongannya hingga batuk saat mendengar ucapan Bunga barusan. Itu terlalu tiba-tiba untuknya.
"Eh, Lan," Aqilla spontan membantu menepuk pelan punggung Delano. "Gapapa?"
Laki-laki ini mengambil tissue dan membersihkan area bibirnya dengan segera. "Enggak, gue nggak pa-pa," imbuhnya.
"Oh, iya, gue duluan, ya? Soalnya ada urusan keluarga nih, gapapa, kan?" izin Bunga pada kedua sahabatnya.
"Mau sekalian sama kita, nggak?" tawar Aqilla.
"Enggak deh, Qil, gue udah dijemput," tolak Bunga baik-baik.
"Yaudah kalau gitu, hati-hati, ya."
"Oke. Bye! Gue duluan ya, Del. Jagain sahabat gue!"
"Sip," balas Delano sekedarnya.
Walaupun kini Bunga sudah tidak tinggal bersama lagi dengan Aqilla, tapi kedua sahabat itu tetap akrab dan lengket seperti saat mereka masih SMA. Alasan Bunga pindah dari rumah Aqilla, ia tidak enak dengan hidup Aqilla yang bersih dan rapi, sementara Bunga berbanding terbalik dengan Aqilla.
Padahal Aqilla sudah menerima sifat sahabatnya itu, tapi Bunga tetap kuat pada pendiriannya untuk tinggal bersama kakak kandungnya saja.
"Masih mau disini?" tanya Delano.
"Lan, gue mau perpus dulu, ya?"
"Ngapain?"
"Kemah," jawab Aqilla spontan kemudian menghela napas pendek. "Ya nyari buku lah, Delanoo!"
Delano langsung berdiri dan menyandang tasnya kesebelah kanan. "Gue temenin," ujarnya.
"E-eh gue bisa sendiri."
"Jangan. Ntar lo nyasar," jawab Delano menatap Aqilla yang tinggi badannya hanya sedadanya itu. Benar-benar kecil di mata Delano. Menggemaskan.
"Ih! Gue udah gede, Lan! Bukan anak kecil lagi!" makinya tidak terima.
Delano semakin memperdalam tatapannya. Gadis ini benar-benar membuatnya jatuh cinta. Pipinya yang menggembung saat marah membuatnya mirip seperti ikan buntal yang siap menjaga dirinya dari serangan makhluk laut lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKRAWALA dan AQILLA 2 (HIATUS)
Teen FictionSelamat datang di kisah Cakrawala dan Aqilla bagian 2.