5. Permintaan Aqilla
Cakra sempat tersentak akan kehadiran Cia yang begitu tiba-tiba di sampingnya. Pandangan Cakra pada orang yang berlalu-lalang dihadapannya kini teralihkan pada wanita yang baru saja duduk di sebelah kirinya. Ya, Jolycia Mecca nama lengkapnya.
"Ngapain lo?" tanya Cakra ketus. Laki-laki ini baru saja keluar dari supermarket untuk membeli beberapa kebutuhan pokok dan cemilan untuk mengisi lemari es di rumahnya. Tentu saja tujuannya agar Tom dan Azka tidak perlu bersusah payah membeli makanan diluar. Setelah semuanya dirasa cukup ia duduk di kursi panjang yang tersedia di depan supermarket ini.
"Nih," unjuk Cia pada Cakra. Ia memamerkan susu kotak berukuran sedang rasa strawberry pada pria tersebut.
"Hah?"
"Gue beli susu, lo mau?" tawar Cia yang mendapat penolakan dari Cakra. "Atau mau gue beliin rasa coklat? Atau original?"
"Enggak usah," tolaknya sekali lagi.
Cia mengangguk dengan polos. "Oke," jawabnya dengan senyum manis. "Habis beli apaan tuh?" tanya Cia kepo dengan kantong plastik bawaan Cakra yang lumayan cukup banyak di penglihatannya.
"Barang haram," jawabnya judes.
"Sejak kapan barang haram kemasannya pada bagus-bagus gitu?"
"Sejak kerajaan Majapahit udah jaya," kata Cakra dengan nada tak bersahabat.
"Emangnya lo itu saksi bisunya, ya?"
"Bisa diam, nggak?" ancam Cakra.
"Tuhan nyiptain gue mulut supaya gue bisa ngomong dan berinteraksi dengan baik sama orang, emangnya kayak lo," sindir Cia sembari meminum susu kotak yang ia beli tadi.
"Cia," sahut seorang laki-laki bertubuh tinggi, beralis tebal yang hampir nyatu, mata cokelat terang, rambut yang tertata rapi dan sedang mengenakan pakaian casual itu mendekati dimana Cia sedang duduk bersama Cakra.
"Saya sudah nyari kamu kemana-mana ternyata kamu disini," ujar laki-laki yang masih berdiri tegap di hadapan Cia dan Cakra.
Cia mendesis. "Sejak kapan lo mau nyariin gue, heuh? Mending urus aja pekerjaan lo sana!" usir Cia dengan tatapan tajamnya.
Alasan Cakra pergi keluar adalah untuk menikmati detik-detik waktu yang indah di kota ini. Namun, semenjak kehadiran Cia sepertinya malah memperburuk keadaan. Seperti sekarang. Niatnya untuk mencuci mata malah dirusak dengan kedua orang ini.
Cakra membereskan barang belajaannya lalu segera berdiri meninggalkan sepasang manusia yang masih berdebat tersebut.
"E-eh Cakra!" teriak Cia berdiri lalu menyusul Cakra yang sudah berjalan di depannya. "Gue ikut lo. Boleh, ya?"
"Cia!"
Cakra berhenti sebentar. Menoleh ke belakang mendapatkan laki-laki yang sedang menatapnya dengan tatapan tak suka. Beberapa detik setelah mereka tatap-tatapan akhirnya laki-laki itu berjalan mendekati Cakra. Pandangannya semakin terlihat jelas.
"Diego," ujarnya sambil menjulurkan tangan kanannya sebagai bentuk salam perkenalan.
"Cakra," balasnya.
"Cakra Nuraga Pangestu?" eja Diego dengan baik.
Cakra menyipitkan matanya. Bagaimana bisa orang asing ini tau nama lengkapnya. Sementara yang perlu Cakra ingat, ia tak pernah bertemu sebelumnya dengan pria bernama Diego ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKRAWALA dan AQILLA 2 (HIATUS)
Teen FictionSelamat datang di kisah Cakrawala dan Aqilla bagian 2.