Rumah yang tak dirindukan

13 0 0
                                    

"Keadaan mama bagaimana?" Dengan peluh bercucuran bercampur rasa khawatir, Karang menerobos masuk ke dalam kamar utama. Kamar orangtuanya, tampak Ratna berbaring di tempat tidur.

"Alhamdulillah,akhirnya anak mama pulang juga, mama kira sudah lupa kalau masih punya orang tua." Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu tersenyum melihat putra semata wayangnya akhirnya muncul di hadapannya.

"Kata Bik Imah mama sakit?" Karang mendekat, mencium tangan Ratna kemudian duduk di kursi sebelah tempat tidur ibunya. Ratna terlihat sehat dan bugar. "Karang khawatir lho ma, sampai buru-buru tadi ingin cepat melihat keadaan mama"

"Lho kamu tidak suka melihat mama sehat?"

"Bukan begitu ma, tetapi cara mama itu yang Karang kurang suka. Mama membuat Karang cemas", lanjut Karang

"Memangnya kamu habis melakukan apa Karang, sampai berkeringat begitu?, selidik Ratna

"Lari-lari ma, cemas dengan keadaan mama. Tadi aku sampai berebut taksi dengan perempuan aneh", cerita Karang masih saja kesal mengingat penipuan yang dia alami, harga dirinya tergores karena berhasil dibohongi oleh perempuan tadi.

Ratna tersenyum, merasa teharu akan perhatian Karang."Cantik tidak dia?"

"Siapa ma?"

"Ya, perempuan yang kamu ceritakan itu"

"Menyebalkan iya," jawab Karang sekenanya."Kok malah jadi membahas perempuan aneh itu sih ma?"

"Siapa tahu jodoh," balas Ratna sengaja menggoda, mengingat selama ini putranya tak pernah terlibat sekalipun dengan perempuan. Setidaknya jika Karang memiliki pendamping yang baik akan membuat hidup masa tuanya tentram.

"Bukan tipe Karang ma", sanggah Karang. "Terus aku kenapa harus pulang ke Indonesia? Karang tidak bisa ambil cuti terlalu lama, dikarenakan rumah sakit sedang ada penelitian dengan Profesor, terkait penyakit langka"

"Siapa yang mengatakan kamu boleh kembali ke Australia?" Ratna memberikan penekanan pada kata-katanya

"Maksud mama? Aku tidak paham?". Karang meminta jawaban. "Karang harap mama tidak sedang bercanda," lanjutnya

"Mama sedang tidak melucu Karang" Ucapan Ratna bernada serius

"Ayolah ma, aku enjoy dengan karir dan pekerjaan Karang sekarang, aku tidak bisa kalau harus menggeluti dunia bisnis, meneruskan perusahaan papa," ucap Karang frustasi

"Jangan suka membuat asumsi sendiri nak. Kamu tahu setiap keputusan yang mama buat tidak pernah sembarangan. Mama minta kamu bergabung sebagai dokter di Rumah sakit yang mama dirikan, teruskan cita-citamu disana, rumah sakit itu menjadi tanggung jawabmu" Ratna tidak bisa dibantah. "Kecuali," Ratna sengaja menggantung ucapannya.

"Kecuali apa ma? " Karang penasaran, tidak membayangkan harus beradaptasi dengan lingkungan ibu kota yang penuh polusi, macet, bising. Apapun akan Karang lakukan untuk membujuk orang tuanya. Sebenarnya dia bisa mengabaikan keinginan Ratna, hanya saja Karang begitu mencintai wanita yang telah melahirkannya tersebut.

"Menikahlah, baru mama akan tenang"

"Ya Allah mama, syarat apa itu? "

"Terserah, pilihan ada di tangan kamu". Ratna mengangkat bahu

"Sejak kapan mama menjadi suka mengancam?," tanya Karang sedikit frustasi

"Tolong dipikirkan baik-baik, rumah sakit membutuhkan pemimpin baru, mama sudah tua, sudah saatnya istirahat dan menggendong cucu." Ratna menepuk pundak Karang penuh sayang. "Ya sudah, sana mandi dulu lalu, setelah itu kita makan bersama. Papa sudah menunggu di ruang makan"

Love isn't as bitter as medicineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang