♬ Lost in longing
I’m standing still ... ♬⇆ㅤ ||◁ㅤ❚❚ㅤ▷||ㅤ ↻
Jam pulang adalah suatu momen yang paling dinanti-nanti oleh setiap manusia berlabel siswa di muka bumi. Setidaknya, begitulah yang biasa kita jumpai.
Akan tetapi, ketetapan mutlak tersebut tidak begitu berarti bagi Tala dan Langit. Sama saja. Karena di saat jam pembelajaran sudah berakhir sekalipun, mereka belum boleh pulang hari ini. Ada bimbingan bagi para siswa yang mengajukan diri untuk berpartisipasi dalam Kompetisi Sains Nasional.
Mengenai perekrutan delegasi SMANSABA dalam olimpiade bergengsi tersebut memang sudah diumumkan sejak jauh-jauh hari. Satu tim mata bidang tertentu hanya terdiri atas tiga siswa dari kelas sepuluh maupun kelas sebelas. Tiga kursi itulah yang Tala dan Langit incar sejak awal. Katanya, minggu depan akan diadakan tes untuk menentukan delegasi yang terpilih.
Cahaya jingga mentari menerobos lewat celah rimbun dedaunan pohon cemara yang berbaris rapi di pinggiran alun-alun kota. Tala dan Langit berjalan beriringan menuju halte di dekat persimpangan sana. Setiap langkah mereka hanya diisi senyap. Hanya terdengar derum kendaraan yang memadati jalanan. Tala terus mengembangkan senyuman, sembari tak henti memandangi bayangan keduanya yang memanjang di pijakan.
Keadaan halte tidak seramai waktu jam pulang tadi. Kini, hanya ada segerombol manusia yang tengah bercengkerama dengan seplastik minuman dingin di tangan. Meski begitu, sebagian besar dari mereka memilih berdiri di pinggiran trotoar, sehingga Tala dan Langit masih punya spasi untuk duduk di bangku halte.
Baru saja beberapa detik berdiam diri untuk menunggu datangnya angkot, Tala sudah bosan dan langsung melirik Langit di sebelahnya. Tampaklah Langit yang sedang sibuk memasang earphone di telinganya. Tala mendengkus. Tidak sopan!
Secara tidak langsung, Langit seolah sedang membangun sekat pembatas untuk dunianya sendiri. Tala tidak diizinkan masuk! Dengan kedua sudut bibir tertekuk ke bawah, Tala menepuk paha Langit cukup kencang. "Mau ngapain? Ikut!"
"Lho? Dengar musik, kok." Dahi Langit mengernyit kebingungan. Kenapa bahasanya 'ikut'? Memangnya, Langit mau ke mana? Meski begitu, Langit langsung peka dan menyodorkan sebelah earphone di telinganya. "Ya udah, nih. Mau ikut dengar? Ini lagu favoritku."
Tak salah lagi, seringaian sebal milik Tala kini berubah jadi mesem-mesem kelewat senang. Biasalah. Tanpa ragu, Tala menerima earphone dari Langit dan memasangkannya pada telinga kiri. Tala memejamkan mata. Dalam hati, anak itu menahan antusiasme yang meledak. Lagu favorit Langit macam apa, ya? Tala asyik menebak-nebak dalam benak.
Setelah Langit menyalakan pemutar musik di ponselnya, Tala mendengarkan denting nada ballad itu lamat-lamat. Hingga suara penyanyi sampai ke telinganya, Tala langsung melotot. Kaget dengan dua hal: beat-nya yang mendadak naik, juga suara penyanyi yang ternyata wanita dan berbahasa Korea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Persimpangan Angan [OPEN PO]
Teen FictionMemori yang menolak untuk mati. Melodi sepi yang tak kunjung mau menepi. Juga denyut nadi yang enggan mengingkari mimpi-mimpi. Ini semua tentang Bentala, yang ingin terus melangit dalam kisah hidupnya. Akan tetapi, semakin ia kejar, semakin menjauh...