♬ Time is at a standstill,
Standing on this road ... ♬⇆ㅤ ||◁ㅤ❚❚ㅤ▷||ㅤ ↻
"Mari bahas astrofisika, Bapak Tutor. Mohon bantuannya!"
Malam baru saja menyambut, menggantikan tugas siang di muka bumi. Rembulan bahkan masih malu-malu menampakkan dirinya di balik gumpalan awan kelam. Akan tetapi, perempuan dengan tumpukan buku tebal di dekapannya itu sudah membuka pintu kamar Langit tanpa malu atau sekadar tahu diri. Badan kerempeng itu membungkuk lama pada Langit yang berdiri di hadapannya.
Sesaat, Langit kaget karena mendapati rambut panjang acak-acakan milik Tala yang terpampang nyata di depan mata. Ia kira, ada Mbak Kunti Penunggu Sungai Cimulu yang salah alamat ....
"Apa, Tala?" tanya Langit dengan penuh penekanan di setiap katanya, seolah memperlihatkan seberapa besarnya usaha ia untuk menambah stok kesabaran karena malam-malamnya selalu saja diganggu oleh makhluk buluk itu.
"Udah kesepakatan kita, 'kan?" Tala menegakkan tubuh dan menatap Langit dengan sorot mata yang menyala-nyala. Oh, kalau boleh hiperbola, rasanya kamar Langit seperti sudah terbakar saja. "Langit akan jadi tutor pribadiku sampai pelaksanaan KSN di akhir semester dua nanti!"
Sejenak, Langit mengedarkan pandangannya ke lorong lantai dua di balik punggung Tala. Tidak ada siapa-siapa. Pintu kamar Mega yang berseberangan dengan kamarnya pun tertutup rapat. Sudut mata hitam legam itu bertabrakan dengan tatapan Tika di dekat pintu depan lantai bawah. Tika mesem-mesem, lantas mengacungkan kepalan tangan ke udara, bermaksud menyemangati Langit.
Sudah ia duga. Mamanya yang membuka pintu dan mengizinkan makhluk tak diundang di hadapannya ini untuk menginvasi seisi rumah. Apa boleh buat. Langit menyingkir, kembali ke meja belajar. Dipersilakan secara tidak langsung begitu membuat Tala bertepuk tangan tiga kali, lantas menyelonong masuk.
Dengan senandung ringan yang cempreng dan tidak harmonis, Tala meloncat ke atas kasur Langit dan membuka buku catatannya. Tak perlu waktu lama, dijadikan tempat rebahan oleh Tala yang serampangan begitu, kasur pun seketika berantakan. Bantal dan selimut yang sewarna langit malam itu berjatuhan. Korban kezaliman. Hanya guling yang tersisa, itu pun karena beralih fungsi sebagai meja versi rebahan bagi Tala.
Dibandingkan semua kebiasaan yang sudah tak mengherankan lagi baginya, Langit justru lebih tertarik pada kalimat Tala ketika pertama kali menemui Langit barusan. Sembari asyik membenahi tumpukan buku dan alat tulis di atas meja, Langit angkat suara. "Astrofisika? Kenapa tiba-tiba? Minat di astronomi, Tal?"
"Uhm ... enggak juga, sih." Oh, benar. Agak aneh memang, ya. Tala dan Langit sama-sama jadi delegasi SMANSABA untuk olimpiade di bidang matematika, kenapa dirinya malah mengusulkan bidang lain? Apakah Tala masih punya dendam karena mengingat nilai ulangan matematika peminatan sebelumnya yang menjatuhkan ekspektasi dirinya sendiri? Tala melamun sejenak, lalu mengangkat bahu, berusaha mengusir pikiran yang mengganggu. "Enggak ada salahnya belajar hal baru, 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Persimpangan Angan [OPEN PO]
Fiksi RemajaMemori yang menolak untuk mati. Melodi sepi yang tak kunjung mau menepi. Juga denyut nadi yang enggan mengingkari mimpi-mimpi. Ini semua tentang Bentala, yang ingin terus melangit dalam kisah hidupnya. Akan tetapi, semakin ia kejar, semakin menjauh...