10. Dekapan Kehidupan Masa Depan

50 16 0
                                    

♬ I saw just like youI wandered just like you ♬

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

I saw just like you
I wandered just like you

⇆ㅤ ||◁ㅤ❚❚ㅤ▷||ㅤ ↻

"Yosh, three points!"

Setelah memasuki ring dengan mulus, bola oranye itu memantul begitu menghantam permukaan datar lapangan. Meski skor yang diraihnya sudah jauh di atas Langit, anak perempuan itu tak mengendorkan semangatnya.

Tanpa mengurangi ritme dan kecepatannya sedikit pun, Tala sudah kembali berlarian mengejar bola, menguasainya dalam waktu singkat, lantas menggebu mendekati kawasan penjagaan Langit.

"Tal, kamu udah menang, lho. Mau cetak berapa skor lagi, hm?" tanya Langit di tengah napasnya yang tersengal-sengal. Bahu lebarnya naik-turun dalam tempo tak beraturan. Tangan yang semula direntangkan lurus-lurus untuk mencegah penetrasi Tala ke area ring pun kini sudah layu di sisi tubuh Langit.

Meski begitu, Tala tak kehilangan ambisinya untuk terus memasukkan bola ke dalam ring. Tala men-dribble dengan cepat, lantas melancarkan drive, menembus pertahanan Langit yang memang hanya berdiri pasrah tanpa semangat ataupun minat sedikit pun untuk melanjutkan pertandingan one on one ini. Di ujung lapangan, Tala melompat tinggi. Telapak tangan Tala meraih tepian keranjang ring, lantas memasukkan bola ke dalamnya.

Slam dunk. Gila, ya? Langit tercengang dalam diam. Melakukan dunk dengan badan setinggi Tala bukanlah suatu hal biasa. Langit yang beberapa senti lebih tinggi dari Tala pun belum tentu bisa melakukannya. Tanpa kata, manik hitam legam Langit terus mengarah pada anak perempuan yang sedang bersorak bahagia itu. Ah ... bukan soal tinggi badan. Kekuatan terbesar Tala ada pada kakinya, kemampuan loncatannya.

"Dasar, payah! Seenggaknya usaha buat menang, dong!" cemooh Tala dari ujung lapangan sana. Anak itu tampak begitu menikmati permainan ini. Cengiran lebar itu tak henti terkembang di bibir tipis Tala. "Mau coba steal bolaku?"

"Enggak usah. Terima kasih untuk tawarannya, Calon Kapten." Langit hanya berdiri sambil melipat kedua tangannya di depan dada ketika Tala terus memantulkan bola dan melatih three points shoot-nya yang jarang meleset. Mendapati Tala yang tampak sangat senang, mau tak mau, kedua sudut bibir Langit jadi ikut terangkat naik. "Dasar, maniak basket."

Sore hari beranjak matang. Mega jingga mulai merajai angkasa sana. Setelah diingatkan Langit bahwa sekolah ini akan dikunci, Tala akhirnya sadar dan lekas menghentikan permainan bersama sahabat lamanya: bola oranye itu.

Sebenarnya, tidak ada jadwal latihan basket hari ini. Tala juga tidak seharusnya mengambil bola basket dari ruang olahraga seenaknya. Mentang-mentang Tala sudah dipercayai untuk memegang kunci ketika kapten tim basket putri yang belum turun jabatan itu sedang berhalangan, Tala jadi sewenang-wenang dan menggunakan properti klub kapan pun ia mau. Sungguh zalim, memang.

Sebelum mereka benar-benar diusir Mang Muh, penjaga sekolah itu, Tala langsung berlarian ke ruang olahraga dan menyimpan bola basket di sana. Tala kembali mengunci pintunya, lantas menggendong ransel yang tadi diletakkan di koridor pinggir lapangan. Langit sudah menunggu.

Persimpangan Angan [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang