Prolog

43.1K 2.5K 46
                                    

Sekar menatap nanar undangan yang seharusnya hari ini ia berikan kepada orang tuanya. Baru saja ia menerima telepon dari kantor Bapaknya, dan mendapat kabar kalau Bapaknya ditangkap oleh polisi atas dugaan penggelapan uang perusahaan. Setelah menerima telepon itu, ia langsung terduduk lemas di ujung tempat tidur dengan tangan tidak berhenti gemetar. Ia baru saja menghubungi Ibunya untuk memberitahu kabar ini, tapi panggilannya tidak mendapat jawaban. Akhirnya ia memilih menghubungi Gina, Bibinya yang notabene adalah Adik dari Bapaknya yang saat ini tinggal di kota Malang. Gina mengatakan akan segera datang ke Surabaya untuk menemuinya.

Begitu mendengar suara klakson mobil, Sekar segera mengintip dari jendela kamarnya untuk memastikan siapa yang datang. Di sana ia bisa melihat mobil yang biasa dikendarai oleh Ibunya berhenti di depan pagar. Ia langsung keluar dari kamar untuk menemui Ibunya. Betapa terkejutnya ketika melihat Ibunya ternyata tidak sendiri. Ibunya pulang bersama dengan seorang laki-laki muda, yang ia sendiri tidak tahu siapa.

"Kamu udah tau, kan?" tanya Ibu langsung, tanpa berbasa-basi.

Sekar mengangguk cepat. Ia paham maksud pertanyaan Ibunya pasti mengarah pada kondisi Bapaknya saat ini. "Kita harus segera ke kantor polisi, Bu. Aku mau lihat kondisi Bapak."

Ibu berdecak pelan. "Kamu aja yang ke sana. Ibu pulang cuma mau ngambil barang-barang aja."

Sekar ternganga mendengar itu. "Maksud Ibu apa?"

Ibu merangkul mesra laki-laki yang berdiri di sampingnya. "Kenalin, dia Dana. Pacar baru Ibu."

"Ibu keterlaluan. Sekarang Bapak lagi di kantor polisi, tapi Ibu dengan gampangnya bawa cowok lain ke rumah ini!" pekik Sekar frustrasi.

"Bapakmu yang keterlaluan. Terlalu mendewakan pekerjaannya. Tidak pernah ada waktu untuk Ibu. Kamu kira, selama ini Ibu gak kesepian?" sentak Ibu keras. "Kamu tuh mikir, kenapa Ibu bisa ngelakuin ini semua. Terbukti kan, sekarang Bapakmu dipenjara karena kelakuannya."

"Bapak itu difitnah!" bantah Sekar tidak terima. "Ibu pasti tau sebaik apa Bapak. Bahkan terlalu baik samapi bisa ditipu sama rekan kerjanya sendiri."

Ibu mengibas tangannya tak acuh. "Terserah, Ibu gak peduli." Lalu ia beralih menatap Dana. "Aku mau ambil barang dulu. Kamu duduk dulu aja di sofa." Setelah itu Ibu menghilang dari area ruang tamu.

"Kamu keterlaluan! Tega banget macarin wanita yang bahkan lebih pantas kamu panggil Ibu," desis Sekar tajam.

"Well, Ibumu yang ngejar-ngejar aku duluan. Jangan salahkan aku kalo Ibumu mau sama aku" balas Dana sembari tersenyum miring.

"Terus kenapa kamu mau?" teriak Sekar keras.

Dana mengangkat kedua bahunya acuh. Lalu ia mencondongkan tubuhnya ke arah Sekar. "Menurutmu kenapa?" tanyanya dengan berbisik pelan.

"Asal kamu tau, Ibuku itu cuma Ibu rumah tangga biasa. Selama ini sumber pendapatannya dari Bapaku. Menurutmu, setelah Ibu ninggalin Bapak dalam keadaan Bapak seperti ini, kamu kira akan bisa morotin Ibuku gitu aja?"

"Kita lihat aja nanti," jawab Dana cuek.

"Jangan terlalu didengarin, sayang. Sekar gak tau aja kalo aku punya uang sendiri selain dari Bapaknya Sekar," ucap Ibu yang sepertinya mendengar percakapan mereka. Ibu membawa satu tas berukuran besar beserta koper.

Dana mengambil alih tas Ibu yang yang sontak membuat Ibu merangkul lengan Dana. "Kita pergi sekarang aja," ucap Ibu pada Dana.

Dana mengangguk. "Kamu gak pamit dulu sama anakmu?"

"Haruskah?" balas Ibu melirik ke arah anaknya.

Sekar menatap interaksi Ibu dan pacarnya dengan tatapan jijik. Ia tidak pernah menyangka, Ibu yang selama ini menjadi role model baginya bisa melakukan hal yang membuatnya sangat kecewa. "Kalian menjijikan!"

"Terserah mau kamu bilang kami ini apa," sahut Ibu. "Salam buat Bapakmu. Betah-betah di penjara."

Sebelum Sekar ingin membalas, Ibunya kembali mengeluarkan suara. "Oh ya, bilangin Bapakmu juga kalo surat cerai akan segera Ibu urus. Siapa juga yang mau punya suami yang mendekam di penjara."

Setelah mengatakan itu, Sekar melihat kepergian Ibu dan pacarnya. Tangan Ibu bergelayut mesra di tangan laki-laki yang menenteng tas besar milik Ibu. Tak terasa air matanya meluncur begitu saja tanpa bisa ia tahan. Pemandangan ini bagai siksaan baginya. Hidupnya yang dulu sempurna, langsung berbalik dalam sekejap mata. Bukan hanya kehilangan kedua orang tuanya, ia juga harus kehilangan harta yang kemungkinan besar akan ikut disita oleh kepolisian. Ia ingin memukul dirinya sekeras mungkin dan memastikan bahwa ini semua adalah mimpi.

Sayangnya, begitu melihat Gina datang dan memeluknya erat, Sekar sadar bahwa ini semua bukan mimpi. Bahkan pelukan hangat Gina bisa ia rasakan dan meyakinkan bahwa ini semua nyata. Hidupnya memang sudah hancur dalam sekejap.

***

Sorry for typo and thankyou for reading❤

Author Note:
Yeay cerita baruuu... semoga suka sama cerita ini ya.

Btw, sebelum cerita A Million Unexpected Feeling, karakter orang tua yang aku buat selalu sempurna. Tapi semakin kesini karakter orang tuanya makin bobrok. Wkwkwk...

Selamat membaca, dan selamat mengikuti lika-liku hidup Sekar. Doakan bisa rajin update kayak biasanya. AMIN PALING KERAS.

Turning Point [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang