Bab 5

15.7K 1.6K 28
                                    

Sekar berjalan tergesa-gesa mendorong pintu café lalu melangkah masuk ke dalamnya. Ia mengitari pandangannya sebelum melangkahkan kakinya menuju ujung ruangan. Seorang laki-laki berkemeja coklat duduk membelakanginya.

"Maaf, Mas Arsen ya?" tanya Sekar begitu sampai di depan laki-laki itu.

Laki-laki itu langsung mendongak dan menatap orang yang berdiri di hadapannya. "Kamu Sekar?"

Sekar mengangguk membenarkan. Ia menarik kursi di hadapan Arsen dan langsung mendudukinya. "Maaf, aku telat."

Arsen menggeleng. "Nggak kok. Aku juga baru datang."

Sekar mendesah lega.

"Kemarin kamu berkunjung ke Om Panji?" tanya Arsen membuka percakapan.

"Iya," sahut Sekar. "Kemarin Bapak ngasih aku kartu namanya Mas Arsen. Belum sempat aku telfon, Mas Arsen udah nelfon duluan."

Arsen mengangguk-anggukan kepalanya. "Mau pesan makan dulu?" tawar Arsen.

Sekar menggeleng pelan.

"Paling nggak harus minum dong." Arsen segera beranjak dari duduknya untuk melakukan pesanan. Tak lama ia kembali dan langsung duduk lagi di tempatnya.

"Oh ya, ada apa perlu apa ngajak aku ketemu?" tanya Sekar. Walaupun ia sudah tahu dari Bapaknya, tidak mungkin ia memulai pembahasan duluan.

Arsen berdeham sejenak melancarkan tenggorokannya. "Kata Om Panji, kamu belum dapat kerjaan, ya?" tanyanya yang dijawab anggukan kepala oleh Sekar. "Jadi gini, sebenarnya aku ada pekerjaan buat kamu."

"Kerja apa?" tanya Sekar penasaran.

"Jadi kasir di café ini," jawab Arsen. "Maaf sebelumnya, bukan maksud ngerendahin pendidikan terakhirmu, tapi cuma posisi itu yang lagi kosong," tambahnya dengan perasaan tidak enak.

Sekar tersenyum paham. "Jadi kasir juga gak papa kok. Aku juga gak ada target mau kerja apa untuk sekarang."

Arsen menggaruk belakang kepalanya, tersenyum malu. "Aku takut kamu tersinggung karena aku tawarin posisi ini. Maksudku, kebanyakan lulusan sarjana carinya kerja kantoran."

Sekar menggeleng. "Nggak kok," sahutnya. "Semua pekerjaan itu ada kesulitannya sendiri-sendiri. Jadi, mau apapun itu pekerjaannya, pasti sama-sama berat."

Arsen mendesah lega. "Syukurlah kamu gak marah aku tawarin pekerjaan ini."

"Gak kok, di zaman sekarang emang lagi susah cari kerja. Orang kayak aku gak boleh pilih-pilih pekerjaan," ucap Sekar.

"Tapi, kamu beneran mau kerja di café ini jadi kasir?"

"Mau kok," jawab Sekar dengan mengangguk. "Selagi aku kerja di sini, aku kan bisa sambil masukin lamaran ke perusahaan lain. Jadi, selagi nunggu panggilan dari perusahaan lain, gak ada salahnya kerja di sini dulu buat cari pengalaman."

"Benar," sahut Arsen menyetujui. "Pekerjaan itu harus dimulai dari bawah. Biar nanti gak kaget kalo dapat tanggung jawab lebih besar."

Obrolan mereka terhenti sejenak karena pelayan mengantar pesanan mereka. Ada dua minuman dan dua cemilan yang dipesan oleh Arsen untuk mereka. Setelah mereka mengucapkan terima kasih, pelayan tersebut pergi.

Sekar menyedot minuman yang tadi dipesankan Arsen untuknya. Rasa manis dan asam langsung masuk ke dalam mulutnya. "Menurutku jadi seorang kasir juga gak gampang. Soalnya tanggung jawabnya harus pegang uang," ucap Sekar tiba-tiba.

Arsen menangkap ekspresi khawatir dari wajah Sekar. "Nanti diajarin kok. Kamu tenang aja," ucap Arsen berusaha menenangkan. "Semuanya juga butuh belajar. Gak langsung bisa," tambahnya.

Turning Point [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang