Bab 4
Sekar menatap ke luar jendela dan menyadari bahwa beberapa bangunan yang ia lihat menandakan sudah mulai dekat dengan Stasiun Waru. Stasiun yamg menjadi tempat pemberhentiannya. Ia menyiapkan barang-barang yang ia bawa kemudian berjalan menuju ujung gerbong untuk menunggu kereta berhenti dan pintu dibuka. Setelah kemarin mengambil ijazah di kampusnya, hari ini Sekar memilih mengunjungi Bapaknya seorang diri. Gina tidak bisa ikut karena ada acara penting yang harus dihadiri. Bibinya cuma menitip salam dan menitipkan sebuah amplop tebal pada Sekar untuk diberikan kepada Bapaknya. Sekar tidak bodoh, karena ia tahu isi amplop tersebut adalah uang.
Begitu kereta benar-benar berhenti di Stasiun Waru, Sekar segera turun dan memesan ojol untuk mengantarnya ke rutan. Sekar berjalan sedikit ke samping stasiun. Di samping stasiun terdapat mini market yang biasanya digunakan untuk penumpang kereta menunggu pesanan transportasi online yang dipesan. Karena jika langsung keluar dari stasiun, tukang ojek dan becak yang mangkal di stasiun langsung menyambut penumpang yang baru turun dari kereta. Meski ditawari untuk naik ojek atau becak mereka, Sekar menolak dengan sopan dan berjalan terus ke mini market sebelah stasiun.
Baru berdiri sebentar, ada sebuah sepeda motor matic yang berhenti tepat di depannya. "Atas nama Mbak Sekar?" tanya sopir ojol langsung.
Sekar mengangguk. Ia langsung menerima helm yang diberikan oleh sopir ojol.
"Mau saya taruh depan aja barang-barangnya, Mbak?" tanya sopir ojol menawari.
Sekar langsung memberikan barang bawaannya untuk ditaruh di bagian, diantara kedua kaki si sopir. Setelah itu, ia langsung naik ke boncengan belakang. Jarak dari Stasiun Waru ke rutan di Medaeng kurang lebih sepuluh menit. Dari jalan raya besar, motor berbelok ke kiri menuju sebuah gang. Diujung gang, terdapat Rumah Tahanan Kelas 1 yang menjadi tujuan Sekar. Setelah membayar, Sekar menyerahkan helm dan tidak lupa mengambil barang bawaannya. Sekar menarik napas panjang melihat bangunan di depannya. Dengan langkah pasti ia berjalan menuju loket pendaftaran.
Karena hari Sabtu, terlihat banyak keluarga atau kerabat yang melakukan kunjungan seperti dirinya. Sembari menunggu namanya dipanggil, Sekar mengirim pesan pada Gina mengabari kalau ia sudah sampai di Sidoarjo. Setelah menunggu sedikit lama, akhirnya Sekar dipanggil untuk masuk. Begitu masuk, ia langsung diarahkan ke sebelah kiri menuju ke sebuah ruangan pemeriksaan. Ia melakukan pemeriksaan badan dan barang bawaan. Setelah ponselnya diamankan, ia melanjutkan untuk masuk ke sebuah gerbang besar yang langsung dibuka begitu ia menunjukkan tangan yang sebelumnya sudah diberikan stempel oleh petugas. Ia berjalan di lorong panjang dan kembali bertemu beberapa orang lagi.
"Mau ketemu siapa?"
"Atas nama Pak Panji."
"Tunggu sebentar ya," ucap seorang pria berkepala pelontos. Ia langsung pergi dari hadapan Sekar.
Sekar tersenyum begitu pria tadi kembali bersama dengan Bapaknya. Ia langsung salim dan dibawa oleh Bapaknya ke ruangan lebar lebar yang ada di sisi sebelah kanan Terdapat banyak bangku di dalam ruangan ini dan sudah ramai oleh orang yang melalukan kunjungan. Disamping ruangan, terdapat kantin yang menjual makanan. Orang yang ingin membeli, harus melalui celah jendela yang terbuka untuk bertransaksi.
"Bapak apa kabar?" tanya Sekar begitu mendapatkan tempat duduk yang kosong.
"Alhamdulillah Bapak sehat. Kamu gimana? Kok kelihatannya makin kurus?" tanya Bapak dengan khawatir. "Jangan sampai sakit ya Sekar. Bapak gak mau lihat kamu sakit," lanjutnya menampilkan raut sedih.
Sekar mengangguk dan mulai mengeluarkan makanan yang ia bawa dari rumah. "Tadi pagi aku dibantu sama Bibi masak empal buat Bapak." Sekar mulai menyerahkan kotak bekal untuk Bapaknya. "Aku masak banyak, jadi bisa dimakan sama teman Bapak yang lain." Ia menunjukkan tiga kotak bekal untuk Bapaknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Turning Point [Completed]
Chick-LitSudah jatuh, tertimpa tangga pula. Begitulah kehidupan Sekar Arum saat ini. Bukan hanya tertimpa tangga, ia bahkan terjungkal, tergelincir, terpuruk, entah kata apa lagi yang bisa menggambarkan kehidupannya yang mengenaskan ini. Hidupnya langsung be...