Bab 3

17.5K 1.7K 38
                                    

Bab 3

Hari Jumat, Sekar memutuskan pergi ke Surabaya bersama dengan Gina dan kedua sepupunya. Setelah menjemput Helen dan Hesty dari sekolahnya, mereka langsung berangkat ke Surabaya. Dikarenakan adanya persiapan acara ulang tahun sekolah, Helen dan Hesty dipulangkan lebih awal dari jam biasanya mereka pulang. Helen dan Hesty bersekolah di salah satu sekolah swasta terbaik di Malang. Sekolah swasta ini terdiri dari tingkatan KB sampai tingkatan SMA. Dengan kedua anaknya berada di sekolah yang sama, memudahkan Gina menjemput mereka sekaligus.

"Kita mau kemana, Mom?" tanya Hesty yang sudah membuka jilbab sekolahnya.

"Mau antar Mbak Sekar ambil ijazah," jawab Gina dengan tetap fokus ke depan

"Ijazah kuliah ya, Mbak?" tanya Helen yang sudah duduk menyilangkan kedua kakinya.

Sekar menoleh ke kursi belakang dan mengangguk membenarkan. "Kalian enak banget bisa pulang cepat," ucapnya setelah itu kembali melihat ke depan.

"Bibi yang pusing kalo sekolah mereka pulang cepat," sahut Gina menimpali sembari melirik spion tengah melihat kedua anaknya. "Mereka suka berantem kalo di rumah," tambahnya.

"Aku juga suka pusing kalo pulang cepat. Soalnya kalo di rumah Moma suka ngomel-ngomel terus," balas Helen.

Hesty mengangguk setuju menoleh menatap Kakaknya. "Benar banget, Kak," sahutnya. "Moma suka banget marahin kita. Ada aja yang dimarahin. Kukira waktu ada Mbak Sekar di rumah, bikin Moma berkurang marah-marahnya."

"Yang ada sama aja," lanjut Helen dengan tertawa pelan. Lalu ia kompak bertos ria dengan Adiknya.

Sekar melirik Gina yang masih fokus dengan kemudinya tanpa menghiraukan perkataan kedua anaknya. Selama Sekar tinggal bersama Gina, ia menyadari bahwa Gina memiliki sikap yang tegas untuk kedua anaknya. Tak jarang Gina akan memarahi Helen dan Hesty langsung di depannya. Pernah satu kali Sekar bertanya pada Gina tentang ini, dan ia masih ingat betul jawaban Gina saat itu.

"Bibi mau, Helen sama Hesty itu gak manja. Setiap Paman datang dari berlayar, mereka berdua bakal dimanja banget. Bibi harus bisa balance ke mereka. Gak mau mereka terlalu terlena. Kalo memang mereka salah, ya harus diingatin. Meski kadang cara ngingatinnya sedikit keras."

Saat itu Sekar kagum dengan pemikiran Gina. Meski jauh dari suami, Bibinya mampu menjaga dan merawat dua anak-anak itu dengan baik tanpa bantuan siapapun. Belum lagi Gina harus meng-handle urusan rumah seorang diri. Padahal Sekar yakin uang bulanan yang diterima Gina dari Pamannya sangatlah banyak. Akan tetapi, itu semua tak lantas membuat Gina terlena.

"Mampir dulu ya di rest area Sidoarjo. Bibi mau isi bensin," ucap Gina pada Sekar sembari membelokkan mobilnya ke rest area.

"Moma, aku mau AW dong," pinta Hesty memajukan badannya diantara kursi Sekar dan Gina.

"Kamu lapar?" tanya Gina tanpa menoleh.

"Iya, tadi kan gak dapat makan siang di sekolah."

"Aku juga dong, Mom," sahut Helen.

Gina memarkirkan mobilnya tak jauh dari tempat AW berada. Kemudian mulai bertanya apa yang diinginkan oleh kedua anaknya. Setelah itu ia menoleh ke Sekar yang daritadi diam saja memainkan ponselnya.

"Sekar mau pesan apa?"

"Aku nggak deh, Bi," tolak Sekar pelan.

Gina menggeleng. "Kita semua belum makan siang. Jadi kamu harus pesan juga."

"Tapi, Bi--"

"Ayo Sekar kamu mau pesan apa?" desak Gina dengan tidak sabar.

Sekar menghela napas pelan. "Ayam aja."

Turning Point [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang