07

59 8 0
                                    

Tidak seperti pagi tadi saat ia masih dengan bebasnya menelisik sudut kota yang asing baginya. Untuk sekedar berdiri pun terasa nyeri bagaimana untuk berjalan. Inilah akibat mulutnya yang asal bicara, tulang keringnya berhasil mendapat sambutan dari tendangan Reika.

Di lain sisi pun ia tak menyesal mengatakan kalimat demikian. Lagi-lagi ia bisa melihat wajah merah padam Reika yang mirip seperti tomat. Apalagi pipinya yang terkadang mengembung membuat gadis itu tampak seperti bayi. Rasanya menyenangkan mengusik ketenangan Reika walau ia akan menjadi korban keganasannya.

"Chan, cepat jalannya!" teriak gadis yang berjarak hampir lima meter di depan. Berdiri dengan alis menukik menatap tajam Chan-Hae yang menikmati rasa nyeri.

Mulutnya berdecih. "Aku begini juga karenamu!" ocehnya pelan takut-takut Reika ternyata memiliki pendengaran super.

Setidaknya setelah ia menahan rasa nyeri sejauh setengah kilo, akhirnya ia bisa duduk memberi waktu agar tulang keringnya tak lagi meronta. Punggungnya ia sandarkan pada kepala bangku dari kayu yang dihiasi dengan lubang rayap. Mendongak ke atas ia melihat papan tergantung dengan rantai kecil di ujungnya. Sebelumnya ia sekilas membaca tulisan yang berada di sana.

"Toko Buku Bekas Aroma Kayu" Itulah kenapa ia tak heran hampir semua ornamen yang telah ia lihat terbuat dari kayu.

Ia terbangun dari masa santainya, seseorang tampak menatapnya tajam. Entah apa maksudnya tetapi ia tak kenal siapa perempuan yang berdiri di depan sana. Sambil memeluk tas dan menyipitkan matanya menatap Chan-Hae.

"Hoi," ia bergumam khawatir. Pasalnya perempuan yang semula hanya berdiam diri menatapnya kini melangkahkan maju kakinya.

Sontak ia langsung berdiri dan merapatkan maskernya. Demi apa pun ia serasa mengalami serangan jantung seketika. Bahkan ia menghiraukan tatapan aneh dari penjaga toko begitu melewati pintu toko buku tersebut. Persetan jika ia dianggap orang gila ataupun ingin merampok, ia sungguhan ingin bersembunyi.

"Sial, ini toko buku atau labirin?" keluhnya sambil berlari kecil mencari keberadaan Reika. Sepertinya memilih duduk di depan toko adalah kesalahan besar.

Menikmati waktu mencium aroma kayu dan buku tak akan pernah menjadi hal yang membosankan baginya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menikmati waktu mencium aroma kayu dan buku tak akan pernah menjadi hal yang membosankan baginya. Ia seakan terhanyut dalam dunia fantasi dengan ia dan ribuan buku berterbangan. Layaknya burung mengelilinginya membuat pusaran dengan semerbak aromanya.

Gempa tiba-tiba memporak-porandakan dunianya, kepakan buku itu tak lagi indah. Ricuh dan ribuan buku terjun ke arahnya. Hingga ia tertarik ke luar ke dunia asli, di mana Chan-Hae terduduk setelah menabrak tubuhnya.

Napas pria itu naik turun tak teratur seakan pria itu baru saja berlari antar kota dengan anjing bergigi tajam mengejar di belakang. Bahkan ia yang berkata tak akan membuka masker di luar rumah, nyatanya masker itu kini menjadi pajangan di dagu.

61 Days Become ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang