Guilty Feeling

9 0 0
                                    

H A P P Y   R E A D I N G

"AYAHH!!" Jinri berseru senang saat matanya menangkap punggung tegap seorang pria baya yang duduk di kursi kayu panjang yang berada di tengah taman dengan hamparan bunga teratai suci.

Pria itu duduk membelakanginya. Saat mendengar suaranya, pria itu lantas berdiri dan merentangkan tangannya pada Jinri. Hal itu membuat senyum Jinri kian lebar. Gadis itu menyeret gaunnya— sedikit berlari dan setelahnya menubruk tubuh pria baya itu dengan dekapan erat.

Pria itu adalah Arion, tersenyum tipis dan membalas pelukan Jinri sama eratnya.

"Ayah aku sangat merindukanmu!" Jinri menempelkan pipinya pada dada Arion.

"Tapi, Ayah lebih merindukanmu, Jinri."

Jinri sedikit merenggangkan pelukannya, guna mendongak untuk melihat wajah teduh Arion. "Salah ayah karena tidak pernah datang menemuiku." Ujarnya dengan wajah masam, membuat Arion dan Mrycella— yang sedaritadi berada dibelakang gadis itu tertawa singkat.

Arion mencolek hidung mungil Jinri seraya menariknya pelan, "pekerjaan ayah sangat banyak. Maafkan ayah, ya?"

"Ayah, aku bisa membantumu. Apa yang harus aku lakukan?" Ujar Jinri.

"Apa yang dimengerti gadis kecil sepertimu ini, hm?"

Jinri mencebik kesal. "Ayah, aku sudah besar. Berhenti memanggilku gadis kecil lagi."

Arion memundurkan kepalanya, memandang Jinri itu dengan sorot geli. "Kata siapa? Kau ini masih puteri kecilnya ayah, Jinri." katanya yang membuat Jinri tersipu dan kembali memeluk Arion.

"Tetap saja aku merasa kalau aku sudah dewasa, Ayah."

"Memangnya berapa usiamu sekarang, anak nakal?" tanya Arion lagi.

Jinri berpikir sejenak, "umurku sekarang sudah tiga ratus enam puluh tahun, Ayah. Sudah kubilang, aku sudah dewasa!"

Arion mengangguk dengan raut wajah serius, "Hm... masih bocah."

Jinri melotot, "AYAHH!!"

"Sudahlah hentikan. Dasar ayah dan anak ini." Myrcella yang sedari tadi diam dan hanya tertawa akhirnya bersuara, menghentikan perdebatan keduanya.

Jinri menghampiri Myrcella, berdiri di sebelah wanita itu sembari menunjuk Orion. "Bibi, ayah yang memulai duluan."

"Hei, bocah nakal! Beraninya kamu mengadu pada bibimu." ujar Orion yang dibalas juluran lidah mengejek oleh Jinri.

Mrycella memutar bola matanya jengah, "tolong jangan libatkan aku ke dalam perdebatan kalian ini!" ujar Myrcella yang disambut tawa oleh seluruh pasang mata yang ada disana.

"Orion, silahkan duduk. Dan kau Jinri, pergi dan bawakan ayahmu ini teh dan cemilan." ujar Myrcella yang langsung diangguki oleh Jinri.

Setelah kepergian Jinri dan para peri lainnya, tatapan mata Orion berubah serius. Myrcella yang paham tentang maksud kedatangan Orion memang sengaja menyuruh Jinri pergi sejenak, agar Orion lebih leluasa menyampaikan maksud kedatangan ya. Karena Myrcella tau, hal ini pun menyangkut tentang Jinri.

"Orion, aku tau kau banyak pikiran. Kali ini pasti tentang Jinri lagi kan? Kau bisa mengatakannya padaku, aku akan membantumu sebisaku."

Orion tersenyum simpul. Kedua tangannya saling bertaut di atas pahanya. Beberapa kali terdengar helaan nafas dari pria itu.

"Orion, katakan ada apa?"

Orion menatap Myrcella lekat, "kaisar langit ... dia kembali menagih janjiku agar aku segera mengirimkan Jinri ke kerajaan langit untuk segera dinikahkan dengan pangeran pertama."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love of DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang