Part 48 - Adakah batas kesabaran?

63.8K 9K 2.9K
                                    

Haiiiiii. Aku balik lagi. Mana nih yang neror aku sampe ke IG? Masih pada baca kan?

Tes semangat dulu. Spam Lalala yeyeye 👉

Udah pada mandi belum?

Spam nama Jihan 👉

Spam nama Haikal 👉

Spam nama Niken 👉

Spam nama Dirga 👉

Spam PEMERAN UTAMA 👉

Jangan lupa komentar yang banyak di setiap paragraf 😉

Happy reading

Lagi males mikir, jadi nggak ada qoute.
_____

Jihan keluar dari taksi online yang ia tumpangi tepat di depan distro milik Dirga. Dari informasi yang Jihan dapat dari Mei, katanya Niken masih bekerja di sini. Jihan jauh-jauh datang kemari untuk membalaskan rasa sakit hatinya, walau Jihan sendiri tidak tahu bagaimana cara membalaskannya.

Sebelum Jihan memasuki distro, sebuah mobil berwarna hitam yang kalau Jihan tidak salah tebak adalah milik Haikal masuk ke dalam parkiran distro. Terlihat Niken turun dari sana dengan gaya yang selalu terlihat cantik.

Seperti mendapatkan mangsa, dengan cepat Jihan menghampiri perempuan itu. Langkahnya lebar dan penuh emosi. "Niken!"

Niken menoleh dengan ekspresi yang nampak terkejut. "Jihan, lo di sini?" tanyanya.

"Kenapa? Lo kecewa gue ada di sini? Gue tahu semua kelakuan lo dan Haikal di belakang gue. Dasar perempuan busuk!" maki Jihan tepat sasaran.

"Maksud lo apa?" tanya Niken polos.

Haikal turun dari dalam mobil. Dilihat dari pakaian yang Haikal kenakan sepertinya laki-laki itu akan berangkat kerja. Wah, pasangan yang sangat romantis. Sang suami mengantar istrinya sebelum pergi bekerja.

"Jihan," lirih Haikal tak percaya melihat kehadiran Jihan yang tidak dapat ia prediksi.

Mata Jihan menyorot penuh kebencian. Sekaligus ada sedikit rindu yang terselip. Bagaimanapun Jihan pernah berharap pada laki-laki itu.

"Jihan," ulang Haikal.

"Apa?! Haikal, lo laki-laki paling nggak tahu diri yang pernah gue kenal! Gue benci sama lo, Haikal!" teriak Jihan marah.

"Jihan, tenang dulu. Kita bisa bicara baik-baik." Haikal berjalan mendekati Jihan yang emosi.

Wajah Jihan tampak tidak bersahabat. "Gue benci sama lo!" maki Jihan lagi.

Haikal meraih pergelangan tangan kiri Jihan. "Ayo, kita bicara baik-baik."

"Gue nggak mau!" Jihan menarik paksa tangannya. Ia memasang ekspresi tidak sudi bersentuhan dengan Haikal.

"Jihan," panggil Haikal halus agar Jihan mau mengerti dengan keadaan yang terjadi sekarang.

Jihan benci Haikal menyebut namanya dengan nada seperti itu. Membuat perasaan Jihan bergetar sekaligus gusar.

Pemeran UtamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang